Ritel Klaim Rugi Rp200 Triliun Gara-gara PSBB dan COVID-19

1,5 juta pegawai dirumahkan dan pendapatannya berkurang

Jakarta, IDN Times - Ketua Umum Himpunan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) Budihardjo Iduansjah menyebut pengusaha ritel merugi hingga Rp200 triliun akibat pandemik COVID-19 dan kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) yang dilakukan pemerintah.

"Kalau angka, kami itu setahun sekitar Rp400 triliun. Kalau pun hanya 50 persen (yang operasional) ya omzetnya turun Rp200 triliun, ya kerugiannya di situ. Tapi kan biayanya gak bisa utuh," kata Budi dalam webinar, Senin (28/9/2020).

1. Sebab penurunan omzet

Ritel Klaim Rugi Rp200 Triliun Gara-gara PSBB dan COVID-19Ilustrasi penurunan nilai (IDN Times/Arief Rahmat)

Pada kesempatan yang sama, Ketua Umum Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) Alphonzus Widjaja mengatakan penurunan omzet terjadi karena kunjungan yang turun drastis. Masyarakat masih khawatir dengan virus corona. Kedua adalah faktor merosotnya daya belu masyarakat.

"Khusus DKI, pada saat ini ditambah dua faktor lagi yakni pembatasan di mana-mana. Ditambah lagi restoran dan kafe tidak boleh melayani makan di tempat," kata Alphonzus.

Baca Juga: Aprindo Sebut PHK di Sektor Ritel Bisa Bertambah, Ini Penyebabnya

2. Biaya operasional tidak menutup

Ritel Klaim Rugi Rp200 Triliun Gara-gara PSBB dan COVID-19Ilustrasi Mal di Jakarta (IDN Times/Anata)

Padahal, menurut Alphonzus, restoran dan kafe menjadi destinasi utama ketika masyarakat mengunjungi mal. Terlebih tidak semua makanan dan minuman bisa dipesan dan dibawa pulang atau take away. Para penyewa yang berkecimpung di sektor food and beverages (FnB) atau makanan dan minuman akhirnya memilih menutup usaha mereka.

"Sementara kalau dipaksakan pun, biaya pendapatan tidak bisa menutup biaya operasional. Ini yang cukup mengkhawatirkan karena terpaksa merumahkan karyawan," ujarnya.

3. Nasib para karyawan di pusat perbelanjaan

Ritel Klaim Rugi Rp200 Triliun Gara-gara PSBB dan COVID-19Ilustrasi Mal di Jakarta (IDN Times/Besse Fadhilah)

Budi menyebut ada sekitar 1,5 juta tenaga kerja di pusat perbelanjaan yang terpaksa dirumahkan atau berkurang pendapatannya. Angka ini adalah setengah dari total pegawai pusat perbelanjaan yang jumlahnya mencapai tiga juta orang.

"Kalau dirumahkan itu kita anggap satu shift. Karena kan biasanya dua shift. Kita belum ada detail. Tapi kita kemarin sudah dapat angka dari anggota, tapi baru sampai di angka 100 ribu pegawai yang berpotensi. Datanya belum lengkap, hanya dari 90 perusahaan yang melaporkan. Itu akan terjadi kemungkinan dirumahkan atau shifting alias berkurang pendapatannya," kata Budi memaparkan.

Baca Juga: Mendag Ancam Tutup Ritel yang Tidak Patuh Protokol Kesehatan

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya