Strategi Bisnis Fashion Desainer Bertahan di Tengah Pandemik COVID-19

Mulai dari gandeng pelanggan aksi sosial hingga pakai TikTok

Jakarta, IDN Times - Industri ritel hancur lebur selama pandemik virus corona karena tutupnya mal di tengah pembatasan sosial berskala besar. Pada sektor ritel pakaian penurunan penjualan hingga 90 persen.

Desainer Riri Rengganis mengakui stok pakaian yang ia jual di mal sempat menggunung pada awal masuknya virus corona. Bahkan, penurunan sudah terlihat sejak bulan Januari dan Februari.

"Awal pandemik sudah ada penuruan omzet karena saya juga jualan di mal. Kayak di Grand Indonesia pembeli terpengaruh oleh berita tentang COVID-19. Akhirnya daya beli berkurang karena orang nahan uang. Puncak terburuk awal April. Saya hentikan produksi dan stok toko yang banyak karena di mal gak bisa diambil karena lockdown," kata Riri dalam webinar bersama Indonesian Fashion Chamber (IFC), Senin (22/6).

Meski demikian, para desainer melakukan sejumlah perubahan strategi untuk bertahan dalam pandemik ini. Apa saja?

1. Melihat peluang pakaian luar

Strategi Bisnis Fashion Desainer Bertahan di Tengah Pandemik COVID-19IDN Times/Anindya Putri

Creative Director Maison Gadiza, Rosie Rahmadi mengatakan ia memfokuskan pada dua brand saja dan terus melakukan branding. "Aktivitas branding tetap dilakukan. Brand gak boleh hilang daru benak konsumen," katanya.

Rosie melihat peluang pandemik ini dengan menciptakan outer pelindung diri (OPD) yang dinamakan Sazia Outer. Desain dari APD stylish itu ini dibuat untuk memberi perlindungan ekstra bagi kamu pergi ke kantor atau beraktivitas di luar rumah selama pandemik COVID-19. Kelebihan dari outer stylish ini yaitu wudu friendly dan antiair.

Baca Juga: Hancur Lebur Nasib Ritel Pakaian di 2020 akibat Banjir dan COVID-19

2. Beralih memproduksi masker dengan tetap mempertahankan bisnis awal

Strategi Bisnis Fashion Desainer Bertahan di Tengah Pandemik COVID-19Pedagang berjualan masker karakter wajah berbahan kain di Solo, Jawa Tengah, Senin (8/6/2020) (ANTARA FOTO/Maulana Surya)

Pemilik Ija Kroeng, Khairul Yahya Fajri melihat peluang pada pandemik ini dengan beralih memproduksi masker modern dengan tetap mempertahankan bisnis sarung modernnya. "Kita buat brand positioning dengan pola baru dengan desain yang simple dan cepat. Gak buat masker yang ribet. Sangat simple tapi fashion," katanya.

Permintaan masker pun melonjak akibat pemberitaan media asing. Sehingga Khairul langsung menciptakan masker dengan logo perusahaan. "Kami langsung bidik instansi-instansi atau perusahaan yang kami anggap bakal order masker dan buat dengan logo mereka, kiat prospekin," katanya.

Ia mengakui omzet tahun ini lebih bagus dibanding tahun lalu dan juga penambahan follower di media sosialnya.

3. Aksi sosial dan loyalitas ke pelanggan

Strategi Bisnis Fashion Desainer Bertahan di Tengah Pandemik COVID-19IDN Times/Wildan Zalfi

Desainer kenamaan Jogja Phillips Iswardono mengaku tidak panik ketika terjadi pandemik. Ia membuat strategi dengan membangun kembali relasinya dengan para costumer dengan menyapa mereka, tidak menjualkan sama sekali. Setelahnya, ia membuat dan mengirimkan masker secara cuma-cuma untuk 2-6 buah ke satu keluarga pelanggannya.

"Minggu kedua muncul efek positif dalam merekrut klien-klien saya. Mereka nanya apakah masih produksi? Dari minggu kedua jalan, dari masker ini yang tidak merupakan item bisnis saya bisa jadi booming," katanya.

Masker yang dijualnya seharga Rp25 ribu sampai Rp1 juta ini laku keras hingga di ekspor ke Singapura, Australia dan Malaysia. "Saya justru menambah tenaga kerja penjahit. Omzet saya per bulan awal Mei naik 50 persen dari sebelum pandemik," ujar Phillips.

4. Mengikuti tren yang ada

Strategi Bisnis Fashion Desainer Bertahan di Tengah Pandemik COVID-19unsplash.com

Strategi unik lainnya digunakan oleh desainer Hannie Hananto yang menggunakan aplikasi TikTok untuk berinteraksi dengan pelanggannya. Di TikTok, ia hanya mengunggah beberapa pakaiannya agar brand-nya lebih dikenal.

"Saya membuat masker kain yang terinsipirasi dari Phillip. Lalu saya sesuaikan dengan motif hijab dan pakaian. Kita harus bisa membaca tren, apalagi yang lagi hype. Ngikutin perubahan zaman. Kita hrs lebih peka," kata Hannie.

Baca Juga: Nasib Stok Pakaian di Ritel yang Menumpuk akibat COVID-19 di Dunia

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya