Chatib Basri: Rupiah Jatuh karena Investor Beralih ke Dolar

Pertumbuhan ekonomi bisa merosot sampai 0 persen

Jakarta, IDN Times - Kaburnya para investor membuat nilai tukar rupiah babak belur. Ekonom Chatib Basri mengatakan banyak investor melepas sahamnya dan mengalihkannya ke dolar AS.

"Sebelum ada COVID-19, nilai tukar rupiah masih 13 ribuan, sekarang jadi 16.500 dalam 2 minggu. Mengapa? Para investor khawatir, kalau wabah meluas, korbannya banyak. Kalau orang gak kerja, maka gak ada produksi, jadi mereka lepas sahamnya. Itulah kenapa stok market drop," ujar Chatib dalam live Instagram bersama IDN Times.

1. Naiknya permintaan dolar membuat rupiah jatuh

Chatib Basri: Rupiah Jatuh karena Investor Beralih ke DolarIlustrasi Dollar dan Rupiah (ANTARA FOTO/Aprillio Akbar)

Tak hanya itu, lanjut dia, para pemegang obligasi juga beralih ke instrumen dolar AS. Hal itu menyebabkan permintaan dolar naik dan rupiah jatuh.

"Untuk memperbaiki sektor keuangan, COVID-19 mesti diatasi dulu. Harus di-manage dulu. Kalau masih ada penularan, orang gak akan bicara produksi," ungkapnya.

Baca Juga: Ekonom: Wabah COVID-19, Lockdown dan Social Distancing Jadi Dilema 

2. Pertumbuhan ekonomi bisa merosot sampai 0 persen

Chatib Basri: Rupiah Jatuh karena Investor Beralih ke DolarIlustrasi Rupiah (ANTARA FOTO/Rahmad)

Chatib memperkirakan pertumbuhan ekonomi bisa merosot ke angka 3,7 persen apabila wabah COVID-19 tidak terlalu parah. Namun, apabila kondisinya berlarut-larut, pertumbuhan ekonomi hanya 0 persen.

"Kalau 0 persen, gak ada pertumbuhan. Statis saja. Gak ada tambahan produksi, gak ada penambahan tenaga kerja baru. Implikasinya pada beberapa bisnis akan banyak lay-off. Ini dampaknya yang akan terjadi," kata Chatib.

3. Pemerintah diminta fokus pada tiga hal

Chatib Basri: Rupiah Jatuh karena Investor Beralih ke DolarIlustrasi rupiah (IDN Times/Hana Adi Perdana)

Dalam jangka pendek, kata Chatib, pemerintah bisa mengalokasikan anggaran untuk mengatasi COVID-19 terutama pada rumah sakit dan tenaga medis. Kebijakan social distancing memang baik, namun tidak semua orang bisa menerapkan work from home atau kerja dari rumah.

"Industri manufaktur gak bisa WFH, misal pekerja pabrik. Bikin baju kan gak bisa online. Pasti akan ada sektor-sektor yang kena, imbasnya akan lay-off," kata Chatib.

Agar para pekerja bisa bertahan, lanjutnya, pemerintah harus memberikan bantuan langsung tunai atau cash transfer. Kemudian, ada sosial proteksi seperti social distancing. Langkah terakhir adalah memberikan relaksasi agar perusahaan tidak terbebani kredit.

"Pemerintah harus fokus ke tiga itu, baru dorong agar ekonomi bisa pulih," katanya.

Baca Juga: Menengok Stimulus Ekonomi Sejumlah Negara di Tengah Dampak COVID-19

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya