Ekonom: Kalau Isu UU Ciptaker Banyak Hoaks, Lalu Mana Draf Finalnya?

DPR terkesan sembunyi-sembunyi saat mengesahkan RUU Ciptaker

Jakarta, IDN Times - Ekonom INDEF Enny Sri Hartati menilai penjelasan pemerintah terkait UU Cipta Kerja tak sesuai dengan aspirasi masyarakat. Dalam konferensi pers beberapa waktu lalu, pemerintah menyatakan informasi yang beredar luas soal UU Cipta Kerja adalah hoaks.

"Seolah kita gak baca dari naskah. Sekarang pertanyaannya, kalau itu hoaks, tolong sesegera mungkin disampaikan secara resmi, mana draf final yang resmi disampaikan oleh DPR. Jadi gak ada dusta di antara kita. Ini persoalan mendasar. Kita gak bisa hanya dikasih penjelasan saja," kata Enny dalam diskusi virtual Smart FM, Sabtu (10/10/2020).

1. DPR diminta segera serahkan draf final UU Ciptaker

Ekonom: Kalau Isu UU Ciptaker Banyak Hoaks, Lalu Mana Draf Finalnya?Protes mahasiswa dengan UU Ciptaker (IDN Times/Rangga Erfizal)

Enny menjelaskan, yang dipersoalkan para buruh adalah sudah ada kesepakatan antara serikat pekerja dengan Badan Legislasi. Namun, terjadi perubahan lagi ketika draf difinalisasi dan beredar luas di tengah masyarakat.

"Ini persoalan utama, apakah Presiden juga gak tahu soal itu? Supaya yang kita perdebatkan ini konstruktif. Kami concern ke naskah legal, naskah yang kami terima itu punya konsekuensi terhadap perubahan pengelolaan perekonomian ke depan," katanya.

Baca Juga: Draf UU Cipta Kerja Versi Badan Legislasi DPR RI, Download di Sini

2. DPR terkesan sembunyi-sembunyi saat mengesahkan RUU Ciptaker

Ekonom: Kalau Isu UU Ciptaker Banyak Hoaks, Lalu Mana Draf Finalnya?Poster ungkapan kekecewaan kepada DPR RI atas disahkannya RUU Ciptaker. (IDN Times/Wildan Ibnu)

Enny juga menyoroti proses pengesahan RUU Cipta Kerja. Apabila pemerintah dan DPR punya niatan mulia, kata dia, mereka harusnya berbangga dan menyampaikan ke stakeholder dan seluruh lapisan masyarakat.

"Yang jadi paradoks adalah kalau tujuannya semulia itu, mengapa pembahasannya seolah sembunyi-sembunyi, gerabak-gerubuk?," katanya.

3. Rumusan UU dalam Omnibus Law dinilai asal comot

Ekonom: Kalau Isu UU Ciptaker Banyak Hoaks, Lalu Mana Draf Finalnya?Sejumlah buruh perempuan melakukan aksi damai menolak Undang-Undang Cipta Kerja (Omnibus Law) di Tugu Adipura, Bandar Lampung, Lampung, Kamis (8/10/2020) (ANTARA FOTO/ Ardiansyah)

Menurut Enny, rumusan undang-undang yang ada di Omnibus Law terkesan asal comot. Beberapa sektor bermasalah, seperti klaster tenaga kerja, pertanahan, lingkungan hidup hanya dicoba dimodifikasi, dihapus, atau disederhanakan.

"Secara kontekstual gak ada jaminan rumusan UU terintegrasi antar-sektor. Memang ada beberapa kemudahan seperti perizinan UMKM, fasilitas UMKM, atau bank tanah. Tetapi Omnibus Law gak hanya terdiri dari itu. Persoalan tata kelola SDM, perizinan yang akan dialihkan ke lembaga superbody tanpa audit, hanya diserahkan ke akuntan publik, itu gak dibahas," kata Enny.

4. Draf UU Ciptaker yang beredar di masyarakat disebut belum final

Ekonom: Kalau Isu UU Ciptaker Banyak Hoaks, Lalu Mana Draf Finalnya?Ratusan buruh di Surabaya melakukan aksi protes UU Ciptaker di hari kedua, Rabu (7/10/2020). Dok istimewa

Diberitakan sebelumnya, anggota Badan Legislasi DPR, Firman Soebagyo, mengaku sedih dengan beredarnya draf RUU Cipta Kerja, yang kini sudah disahkan menjadi undang-undang. 

Menurut Firman, draf yang beredar itu belum final menjadi naskah undang-undang, tapi sudah tersebar di media sosial sebelum disahkan oleh DPR.

“Sampai hari ini kita sedang rapikan, kita baca dengan teliti kembali naskahnya jangan sampai ada salah, typo, dan sebagainya, nanti hasil itu akan segera dikirim ke Presiden untuk ditandatangani jadi UU, dan sudah bisa dibagikan ke masyarakat,” kata Firman lewat keterangan tertulisnya, Kamis (8/10/2020).

Firman menjelaskan, draf yang beredar di masyarakat itu belum final, sehingga banyak ketentuan-ketentuan yang seharusnya tidak tercantum, tapi masih ada di draf tersebut. Misalnya cuti haid dan cuti kematian. Hal ini dinilai membuat masyarakat salah mengartikan isi UU Cipta Kerja tersebut.

“Itu ada semua, lalu upah minimum ada semua, kemudian outsourcing ada pembatasannya, kemudian pesangon itu ada semua,” ujar dia.

Baca Juga: ICEL Terbitkan Jurnal soal Dampak Buruk UU Ciptaker untuk Lingkungan

Topik:

  • Isidorus Rio Turangga Budi Satria

Berita Terkini Lainnya