Ekonom UI: Kenaikan Tarif Ojol Tingkatkan Inflasi 

70 persen konsumen ojol berpenghasilan menengah ke bawah

Jakarta, IDN Times - Kenaikan tarif ojek online (ojol) dinilai turut meningkatkan inflasi. Ekonom Universitas Indonesia, Fithra Faisal menyayangkan momentum kenaikan tarif ojol yang terjadi sesaat sebelum Bulan Ramadan.

Seperti diketahui, inflasi cenderung meningkat saat Bulan Ramadan dan Hari Raya Idul Fitri tiba, menyusul tingginya permintaan masyarakat bagi sejumlah komoditas seperti makanan, minuman dan sandang.

“Kenaikan tarif ojol yang cukup tinggi tentunya akan berkontribusi bagi semakin tingginya tingkat inflasi. Apalagi berdasarkan hasil survei RISED, biaya pengeluaran transportasi sehari-hari berkontribusi sekitar 20 persen bagi pengeluaran konsumen per bulannya,” ujar Fithra dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (6/5).

1. Hampir 70 persen konsumen ojol berpenghasilan menengah ke bawah

Ekonom UI: Kenaikan Tarif Ojol Tingkatkan Inflasi IDN Times/Indiana Malia

Fithra menjelaskan, hampir 70 persen konsumen ojol berpenghasilan menengah ke bawah. Alhasil, mereka memilih untuk menggunakan angkutan umum.

"Merujuk penelitian sebelumnya, karakter konsumen 48-50 persen pendapatannya di bawah Rp 2,5 juta. Mereka gak bisa menerima (kenaikan tarif) sehingga beralih ke angkot. Biasanya jarak 40 km bayar Rp23 ribu, sekarang Rp40 ribu. Kenaikannya 2 kali lipat. Akibatnya, ada penurunan potensi penumpang," jelasnya.

2. Pengaruh tarif ojek online terhadap inflasi bisa mencapai 30 persen

Ekonom UI: Kenaikan Tarif Ojol Tingkatkan Inflasi Unsplash.com/@fikrirasyid

Menurut Fithra, pengaruh tarif ojek online terhadap inflasi bisa mencapai 30 persen. Fithra mengatakan, pemerintah seyogianya tidak hanya melihat mitra pengemudi, melainkan juga UMKM. Sejak ada aplikasi ojek online, lanjutnya, UMKM mengalami kenaikan omzet hampir 70 persen.

"90 persen UMKM mengalami kenaikan volume transaksi saat bergabung dengan salah satu aplikator. Bisa menghasilkan sekitar Rp70 triliun terhadap perkembangan ekonomi," kata Fithra.

Baca Juga: Pascauji Coba Tarif GO-JEK, Permintaan Go-Ride Menurun

3. Pemerintah perlu berhati-hati dalam pembagian tarif berdasarkan zona

Ekonom UI: Kenaikan Tarif Ojol Tingkatkan Inflasi Dok.Kemenhub

Ketua Tim Peneliti Research Institute of Socio-Economic Development (RISED), Rumayya Batubara menjelaskan, rata-rata kesediaan konsumen di non-Jabodetabek untuk mengalokasikan pengeluaran tambahan adalah Rp4.900/hari. Jumlah itu lebih kecil 6 persen dibandingkan rata-rata kesediaan konsumen di Jabodetabek yang sebesar Rp5.200/hari.

“Oleh karena itu, pemerintah perlu berhati-hati dalam pembagian tarif berdasarkan zona. Daya beli konsumen di wilayah non-Jabodetabek yang lebih rendah tentu harus dimasukkan ke dalam perhitungan pemerintah,” jelas Rumayya.

4. 52,4 persen konsumen memilih faktor keterjangkauan tarif sebagai alasan utama

Ekonom UI: Kenaikan Tarif Ojol Tingkatkan Inflasi IDN Times/Grab Indonesia

Menurut Rumayya, terbatasnya kesediaan membayar konsumen didorong oleh 75,2 persen konsumen yang berasal dari kelompok ekonomi menengah ke bawah. Selain itu, faktor tarif ternyata menjadi pertimbangan utama bagi keputusan konsumen untuk menggunakan ojol.

"Sebanyak 52,4 persen konsumen memilih faktor keterjangkauan tarif sebagai alasan utama. Jauh mengungguli alasan lainnya seperti fleksibilitas waktu dan metode pembayaran, layanan door-to-door, dan keamanan. Oleh karena itu, perubahan tarif bisa sangat sensitif terhadap keputusan konsumen,” tambah Rumayya.

Baca Juga: Mitra Gojek Sumbang Rp44,2 Triliun untuk Perekonomian Indonesia

5. Pemerintah diminta mengevaluasi regulasi kenaikan tarif ojol

Ekonom UI: Kenaikan Tarif Ojol Tingkatkan Inflasi IDN Times/Daruwaskita

Rumayya menambahkan, pemerintah hendaknya mengevaluasi regulasi tarif dalam bisnis Ojol. Pada akhirnya, berkurangnya permintaan ojol tidak hanya akan menggerus manfaat yang diterima masyarakat dari sektor ini, tapi juga akan berdampak negatif pada penghasilan pengemudi karena konsumen enggan menggunakan Ojol lagi.

“Sudah saatnya pemerintah mendasarkan pembuatan kebijakan pada bukti-bukti statistik mengenai kondisi objektif yang terjadi di masyarakat. Selain itu, perlu evaluasi berkala dalam jangka waktu yang tidak terlalu panjang, supaya bisa meninjau efektivitas kebijakan terhadap kesejahteraan konsumen dan pengemudi,” kata Rumayya.

6. Pengeluaran konsumen melonjak seiring kenaikan tarif

Ekonom UI: Kenaikan Tarif Ojol Tingkatkan Inflasi ANTARA FOTO/Didik Suhartono

Berdasarkan hasil survei RISED, didapatkan kenaikan tarif berpengaruh terhadap pengeluaran konsumen setiap harinya. Menurut RISED, jarak tempuh rata-rata konsumen adalah 7-10 km/hari di Zona I (Jawa non-Jabodetabek, Bali, dan Sumatera), 8-11 km/hari di Zona II (Jabodetabek), dan 6-9 km/hari di Zona III (wilayah sisanya).

Dengan skema tarif yang berpedoman pada Kepmenhub tersebut dan jarak tempuh sejauh itu, pengeluaran konsumen akan bertambah sebesar Rp 4.000-11.000/hari di Zona I, Rp 6.000–15.000/hari di Zona II, dan Rp 5.000-12.000/hari di Zona III.

“Bertambahnya pengeluaran sebesar itu sudah memperhitungkan kenaikan tarif minimum untuk jarak tempuh 4 km ke bawah. Jangan lupa tarif minimum juga mengalami peningkatan. Misalnya di Jabodetabek dari sebelumnya Rp 8.000 menjadi Rp 10.000-12.500,” ungkapnya.

Baca Juga: [LINIMASA] Fakta dan Data Arus Mudik Lebaran 2019

Topik:

  • Dwifantya Aquina

Berita Terkini Lainnya