Impor Gula Lampaui Kebutuhan, Pemerintah Didorong Revisi Aturan Impor

Saat ini swasta tidak boleh impor guna konsumsi, hanya BUMN

Jakarta, IDN Times - Pemerintah dinilai perlu merevisi aturan pemberian lisensi impor gula yang saat ini hanya mengizinkan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sebagai pengimpor gula konsumsi dalam negeri. Sebab, jumlah impor gula yang dilakukan tidak sesuai dengan kebutuhan pasar. 

Berdasarkan penelitian Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) pemerintah perlu meningkatkan keterlibatan sektor swasta untuk memenuhi permintaan gula di dalam negeri.  Aturan tersebut termaktub dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 117 Tahun 2015 pasal 5 ayat 2 tentang pemberian lisensi impor.

"Membuka importasi gula tidak saja kepada BUMN, tetapi juga kepada importir swasta yang memenuhi syarat,” ungkap peneliti CIPS Arumdriya Murwani dalam keterangan tertulis yang diterima IDN Times, Senin (12/4/2021).

Baca Juga: Resmikan Pabrik Gula di Bombana, Jokowi Harap RI Bisa Kurangi Impor 

1. Impor gula yang dilakukan pemerintah melampaui kebutuhan pasar

Impor Gula Lampaui Kebutuhan, Pemerintah Didorong Revisi Aturan Impor(ANTARA FOTO/Septianda Perdana)

Pemerintah memperkirakan kebutuhan gula untuk periode Januari-Mei 2021 akan mencapai 1.218.964 ton, sementara stok dan produksi nasional diperkirakan sebesar 940.480 ton di bulan Desember 2020. Selisih antara kemampuan pengadaan gula dalam negeri dengan prediksi kebutuhan sebesar 278.484 ton akan dipenuhi oleh impor.

Namun kenyataannya, rencana impor gula pemerintah untuk kebutuhan konsumsi untuk periode lima bulan pertama tahun 2021 ini mencapai 646.944 ton. "Jumlah impor yang jauh lebih besar dari kebutuhan inilah yang menjadi dasar protes para pemangku kepentingan di sektor gula domestik," katanya.

2. Pelaku usaha dinilai lebih tanggap terhadap dinamika pasar ketimbang BUMN

Impor Gula Lampaui Kebutuhan, Pemerintah Didorong Revisi Aturan ImporIlustrasi. ANTARA FOTO/Muhammad Bagus Khoirunas

Berdasarkan Peraturan Kementerian Perdagangan Nomor 14/2020 tentang Ketentuan Impor Gula, terdapat tiga klasifikasi gula impor, yaitu gula mentah untuk kilang gula dalam negeri, gula rafinasi untuk industri makanan dan minuman dalam negeri, dan gula putih untuk konsumsi dalam negeri. 

Indonesia hanya mengizinkan sektor swasta untuk ikut serta dalam impor gula mentah dan rafinasi untuk keperluan kilang gula dalam negeri dan industri, sementara hak impor gula kristal putih diberikan kepada BUMN.

"Padahal, pelaku usaha lebih tanggap dengan dinamika pasar gula, baik domestik dan internasional. Dengan demikian, dapat membuat keputusan impor yang sesuai dengan kondisi ketersediaan gula di Indonesia," ujarnya.

Selain meningkatkan peran swasta dalam impor gula, kata Arum, penelitian juga merekomendasikan agar pemerintah juga meningkatkan kepesertaan pelaku usaha, asosiasi industri dan produsen dalam proses perumusan kebijakan yang berkaitan dengan impor gula. 

Baca Juga: Produksi Gula Lokal Belum Bisa Berdaya Saing, Kenapa?

3. Kebijakan impor gula jangan sampai melukai petani tebu

Impor Gula Lampaui Kebutuhan, Pemerintah Didorong Revisi Aturan ImporPekerja mengemas gula pasir menjadi produk 'Maniskita' di gudang Bulog Medan, Sumatera Utara, Senin (27/4/2020). Perum Bulog Sumatera Utara memiliki stok gula pasir dari pembelian komersil dengan jumlah terbatas atau sekitar 300 ton untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dan menjualnya dengan harga sesuai harga eceran tertinggi (HET) sebesar Rp12.500 per kilogram. ANTARA FOTO/Septianda Perdana

Terlepas dari impor, Arum mengungkapkan surplus gula dikhawatirkan akan mengganggu harga jual gula di pasaran dan merugikan petani tebu. Menurut dia, efektivitas kebijakan impor gula dapat selalu ditingkatkan untuk memastikan bahwa impor yang dilakukan tepat guna dan tidak melukai petani lokal.

"Biaya produksi dapat ditekan dan kapasitas produksi dapat ditingkatkan dengan cara yang lebih efisien, melalui riset dan inovasi teknologi, revitalisasi alat produksi, pabrik dan modernisasi pertanian tebu," katanya.

Selain itu, sinergi antara pemerintah, asosiasi industri dan kelompok petani tebu harus terus ditingkatkan. Hal itu untuk memastikan bahwa regulasi impor dapat bermanfaat bagi semua pihak, baik bagi petani tebu, pelaku usaha, maupun konsumen. 

Baca Juga: Pelaku IKM Minta Jatah Gula Rafinasi Capai 300 Ribu Ton di 2021

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya