Indonesia Jadi Negara Menengah Atas, Dua Hal Ini Patut Diwaspadai

Berpengaruh ke biaya utang dan fasilitas perdagangan

Jakarta, IDN Times - Naiknya status Indonesia menjadi negara berpenghasilan menengah ke atas patut diwaspadai. Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Pingkan Audrine Kosijungan mengatakan, Bank Dunia menggunakan klasifikasi tersebut sebagai salah satu faktor rujukan apakah suatu negara memenuhi syarat dalam mengakses fasilitas yang dimiliki oleh Bank Dunia, salah satunya termasuk harga pinjaman atau loan pricing.

"Setidaknya ada dua poin yang patut menjadi perhatian pemerintah. Dengan kenaikan status tersebut, Indonesia akan dianggap mampu membayar bunga pinjaman dengan rate yang lebih tinggi. Hal ini tentu akan memengaruhi biaya utang pemerintah," kata Pingkan dalam keterangan tertulis yang diterima IDN Times, Kamis (9/9/2020).

1. Mitra dagang Indonesia bisa mencabut fasilitas GSP

Indonesia Jadi Negara Menengah Atas, Dua Hal Ini Patut DiwaspadaiIlustrasi Ekspor (IDN Times/Arief Rahmat)

Selain itu, lanjut Pingkan, meningkatnya status ini dapat mendorong beberapa mitra dagang Indonesia untuk mencabut fasilitas perdagangan seperti Generalized System of Preferences (GSP).

“Tentu kita masih mengingat langkah yang ditempuh Amerika Serikat beberapa waktu lalu yang mengumumkan pencabutan GSP. Padahal fasilitas GSP tersebut memberikan keuntungan bagi penetrasi produk lokal komoditas pertanian, perikanan, hingga tekstil. Jika negara-negara lain mengikuti langkah yang sama tentu akan memberatkan upaya ekspor Indonesia ke depannya, terutama di tengah perlambatan ekonomi global saat ini,” jelasnya.

Baca Juga: Top! Indonesia Naik Kelas Jadi Negara Berpenghasilan Menengah Atas

2. Indonesia masih berupaya memulihkan ekonomi yang terdisrupsi pandemik COVID-19

Indonesia Jadi Negara Menengah Atas, Dua Hal Ini Patut Diwaspadai(Ilustrasi pertumbuhan ekonomi) IDN Times/Arief Rahmat

Saat ini Indonesia masih berupaya untuk memulihkan ekonomi yang terdisrupsi oleh pandemik COVID-19. Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal pertama tahun ini dilaporkan hanya tumbuh 2,97 persen year-on-year (yoy), meleset dari perkiraan Bank Indonesia 4,4 persen (yoy). Hal tersebut tidak lepas dari dampak penanganan pandemik COVID-19 yang mulai memengaruhi kegiatan ekonomi dari segala sisi termasuk pendapatan, konsumsi, produksi, investasi, hingga perdagangan internasional yang mencakup kegiatan ekspor dan impor.

"Untuk kuartal kedua pun diperkirakan berada dalam rentang antara 0,4 persen hingga 1 persen. Sehingga sangat mungkin jika dalam laporan tahun depan terjadi pergerakan lagi dalam status Indonesia tersebut," kata Pingkan.

3. Perubahan status Indonesia diharapkan dapat membantu pemulihan ekonomi

Indonesia Jadi Negara Menengah Atas, Dua Hal Ini Patut DiwaspadaiIlustrasi kemiskinan (IDN Times/Arief Rahmat)

Namun demikian, kata Pingkan, perubahan status ini memberikan optimisme pemulihan ekonomi Indonesia. Selain itu, diharapkan dapat mengembalikan dan menjaga tingkat kepercayaan serta persepsi investor, mitra dagang, maupun mitra pembangunan atas ketahanan ekonomi Indonesia.

“Pemberlakuan skenario new normal, salah satunya, memang diharapkan dapat memulihkan perekonomian. Dengan berjalannya kembali ekonomi, diharapkan pemerintah dapat kembali menarik foreign direct investment, memulihkan sektor-sektor yang terdampak, memulihkan konsumsi masyarakat dan bisa meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Namun, hal ini juga harus didukung oleh penanganan COVID-19 yang responsif dan fokus pada upaya menahan laju penyebaran,” ungkapnya.

Indonesia menjadi negara berpenghasilan menengah ke atas bersama 55 negara lainnya dengan GNI per kapita Indonesia yang tercatat sebesar US$4.050. Angka ini naik dari rilis tahun sebelumnya yang mencatatkan Indonesia di angka US$3.850.

Sebelumnya, Indonesia tergolong sebagai negara berpendapatan menengah ke bawah (Lower-Middle Income Countries). Sebagai catatan, Bank Dunia mengklasifikasikan gross national income (GNI) per kapita US$1.036 - US$4.045 sebagai lower-middle income dan rentang US$4.046 - US$12.535 sebagai upper middle-income.

Baca Juga: Masuki Era New Normal, Perhatikan Hal Ini dalam Mengatur Keuangan

Topik:

  • Dwifantya Aquina

Berita Terkini Lainnya