Ini Pengaruh UU Cipta Kerja pada Pertanian Holtikultura

Relaksasi impor hortikultura bisa stabilkan harga & pasokan

Jakarta, IDN Times - Omnibus Law Undang-Undang (UU) Cipta Kerja berdampak pada sektor pertanian Indonesia, salah satunya produk hortikultura. UU Cipta Kerja yang merelaksasi regulasi impor produk hortikultura diharapkan dapat membantu menstabilkan harga dan menjamin ketersediaan pasokan komoditas pangan di pasar.

Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Galuh Octania mengatakan, relaksasi ini idealnya disikapi secara positif. UU Cipta Kerja membebaskan impor untuk beberapa proses produksi penting di rantai pasokan subsektor hortikultura. Pembebasan impor ini berlaku untuk benih unggul dan sarana pendukung kegiatan hortikultura.

"Walaupun direlaksasi, pemerintah tetap harus memastikan adanya proses transfer teknologi dan sharing praktik baik lewat mekanisme ini," kata Galuh dalam keterangan tertulis, Sabtu (10/10/2020).

1. Penggunaan lahan harus disertai pengawasan

Ini Pengaruh UU Cipta Kerja pada Pertanian HoltikulturaIlustrasi alam (IDN Times/Rochmanudin)

Pemerintah juga menyederhanakan proses perizinan, dari yang semula berada di bawah berbagai kementerian dan lembaga teknis, kini berada di bawah pemerintah pusat. Selain itu, unit usaha hortikultura menengah dan besar tidak lagi membutuhkan Hak Guna Usaha (HGU) untuk menggunakan lahan negara. 

“Namun, hal ini harus diikuti pengawasan bahwa penggunaan lahan tersebut harus sesuai dengan peruntukan dan perizinan awalnya juga memperhatikan regulasi terkait lingkungan. Kalau pengawasan tidak berjalan, dikhawatirkan akan muncul masalah baru,” ungkapnya.

Baca Juga: Bangun Usaha Pertanian, Tiga Millennial Asal Magelang Jadi Miliarder

2. Relaksasi dapat menstabilkan harga dan pasokan produk hortikultura

Ini Pengaruh UU Cipta Kerja pada Pertanian HoltikulturaIlustrasi bawang bombay (IDN Times/Umi Kalsum)

Pemerintah pusat dan pemerintah daerah kini tidak lagi berperan dalam mengendalikan impor dan ekspor produk hortikultura sebagai mekanisme menjaga keseimbangan pasokan dan kebutuhan produk hortikultura. Kendati demikian, izin importasi masih harus diperoleh dari pemerintah pusat.

"Relaksasi ini dirasa baik untuk menjaga kestabilan harga dan kestabilan pasokan komoditas strategis bagi rakyat. Hal itu mengingat potensi naiknya harga komoditas hortikultura strategis seperti bawang putih ketika terjadi kelangkaan seperti yang terjadi di awal tahun 2020 berdasarkan data WFP pada 2020," kata dia.

3. Komoditas impor diharapkan mampu menstabilkan harga di pasar

Ini Pengaruh UU Cipta Kerja pada Pertanian HoltikulturaIlustrasi bawang putih di pasar (IDN Times/Shemi)

Relaksasi impor komoditas hortikultura sebenarnya sudah pernah dilakukan di awal pandemik COVID-19 di Indonesia lewat pembebasan Surat Persetujuan Impor (SPI) hingga 31 Mei 2020. Dengan meniadakan SPI, proses impor bawang putih dan bawang bombay diharapkan bisa berjalan lebih cepat sehingga bisa memasok kebutuhan dan menstabilkan harga di pasar Indonesia.

Pembebasan SPI berarti importir juga terbebas dari kewajiban mengurus Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH). Terkait proses pengajuan impor, importir biasanya harus mengurus RIPH kepada Kementerian Pertanian (Kementan) yang dilanjutkan dengan pengajuan SPI kepada Kemendag. Importir juga dibebaskan dari persyaratan laporan surveyor (LS) atas kedua komoditas tersebut.

“Pembebasan RIPH, SPI dan LS merupakan terobosan yang responsif dalam penyederhanaan proses pengajuan impor produk hortikultura. Komoditas yang diimpor diharapkan mampu berperan dalam menstabilkan harga di pasar. Penyederhanaan proses impor ini idealnya bisa diteruskan untuk memastikan ketersediaannya di pasar,” jelas Galuh.

Baca Juga: Jokowi Geram Impor Garam Terus Berjalan

4. Impor produk hortikultura masih diperlukan karena permintaan tinggi

Ini Pengaruh UU Cipta Kerja pada Pertanian HoltikulturaIlustrasi bawang bombay di pasar (IDN Times/Shemi)

Galuh melanjutkan, semua pelaku usaha hortikultura menengah dan besar wajib memberikan kesempatan pemagangan dan transfer teknologi. Sebelumnya, hanya penanam modal asing saja yang wajib memberikan kesempatan ini.

"Ini diharapkan dapat mendorong pemerataan alih teknologi bagi pelaku usaha hortikultura mikro dan kecil, sehingga produktivitas hortikultura dapat meningkat," katanya.

Konsumsi domestik produk hortikultura di Indonesia cukup tinggi dan selalu meningkat dari tahun ke tahun. Data BPS 2019 menunjukkan konsumsi bawang putih oleh rumah tangga di Indonesia mencapai 484 ribu ton dengan Garlic Household Participation Rate pada tahun 2019 mencapai 90,75 persen.

Sementara itu, ekspor bawang putih untuk tahun 2019 tumbuh 71,76 persen dibandingkan dengan tahun 2018. Angka ini termasuk sangat pesat dibandingkan dengan pertumbuhan impor di angka 7,76 persen berdasarkan data BPS. Akan tetapi, kalau dilihat dari jumlah, mayoritas kebutuhan bawang putih Indonesia dipenuhi lewat impor.

“Walaupun produktivitas meningkat, impor produk hortikultura masih dibutuhkan karena permintaan domestik yang tinggi. Hal ini disebabkan kian berkurangnya lahan dan pesatnya penambahan jumlah penduduk. Namun, proses impor produk hortikultura seringkali menemui tantangan dari sisi restriksi dan kontrol impor oleh pemerintah pusat,” jelas Galuh.

 

Baca Juga: COVID-19 Jadi Bukti Pertanian Lebih Penting dari Investasi

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya