Investasi Farmasi Dinilai Rendah, Ini Dampaknya
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Investasi di bidang farmasi dinilai rendah. Direktur Riset, Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Berly Martawadaya mengatakan, pemerintah harus meningkatkan nilai investasi di sektor itu.
1. Pertumbuhan industri farmasi jalan di tempat
Berly mengatakan, pertumbuhan industri farmasi tercatat positif selama tahun 2003-2008. Namun, pertumbuhan itu mulai jalan di tempat sejak muncul aturan Permenkes No 1010/MENKES/PER/XI/2008 tentang registrasi obat.
“Sepertinya goals untuk akselerasi investasi asing di Indonesia dengan Permenkes ini tidak tercapai," ungkap Berly di Kantor BKPM, Jakarta, Selasa (2/7).
Baca Juga: PT Kalbe Farma, Perusahaan Farmasi yang Sukses karena IPO
2. Ekspor farmasi masih sangat minim
Editor’s picks
Berly melanjutkan, hal itu berimbas pada ekspor industri farmasi yang masih sangat minim. Menurut dia, sektor industri farmasi masih terbebani impor bahan baku yang mencapai 90 persen.
"Investasi asing di sektor kimia dan farmasi menurun 25 persen pada 2018," kata Berly.
3. Investasi dalam negeri masih kalah saing
Apalagi, lanjut Berly, angka investasi dalam bidang farmasi dalam negeri masih kalah saing bila dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya, misalnya Singapura. Oleh sebab itu, pemerintah diharapkan dapat meninjau ulang regulasi Permenkes No 1010/MENKES/PER/XI/2008.
Berdasarkan data BKPM, hingga kuartal I-2019 angka investasi dalam sektor kimia dan farmasi sebesar Rp1,06 triliun pada Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) serta US$314 juta pada Penanaman Modal Asing (PMA).
Baca Juga: 5 Investasi Uang Paling ‘Sehat’ yang Harus Kamu Lakukan di Usia 20-an