Kebijakan Impor Pangan Bisa Stabilkan Harga Pasar, Ini Sebabnya

Harga komoditas pangan naik sejak awal tahun 2020

Jakarta, IDN Times - Kebijakan pemerintah membuka keran impor untuk komoditas pangan dinilai strategis. Selain untuk menekan dampak penyebaran virus corona terhadap perekonomian, kebijakan itu juga perlu dilakukan untuk memastikan ketersediaan komoditas pangan menjelang Ramadan dan Idulfitri.

“Pembukaan Persetujuan Impor (PI) terhadap impor pangan merupakan bentuk respons pemerintah yang adaptif terhadap situasi yang terjadi belakangan ini. Ketersediaan yang memadai di pasar akan mampu menstabilkan harga. Hal ini penting supaya seluruh lapisan masyarakat bisa tetap memenuhi kebutuhan pangannya dengan harga terjangkau,” ungkap Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Felippa Ann Amanta dalam keterangannya, Minggu (22/3).

1. Penerapan non-tariff measures berdampak besar bagi ketahanan pangan

Kebijakan Impor Pangan Bisa Stabilkan Harga Pasar, Ini SebabnyaIDN Times/Wira Sanjiwani

Felippa mengatakan, Indonesia menerapkan berbagai kebijakan non-tariff measures (NTM) dalam perdagangan pangan. Beberapa bentuk kebijakan NTM antara lain kuota, lisensi, peraturan dan persyaratan label, kontrol harga dan tindakan anti persaingan. Berbagai kebijakan yang membatasi impor termasuk ke dalam NTM, termasuk persyaratan PI.

"Padahal, penerapan NTM di sektor pangan berdampak besar bagi ketahanan pangan karena memengaruhi kualitas, kuantitas dan harga makanan yang dikonsumsi," katanya.

Baca Juga: Lockdown Sejumlah Negara, Harga Minyak AS Terendah dalam 18 Tahun

2. Harga komoditas pangan naik sejak awal tahun 2020

Kebijakan Impor Pangan Bisa Stabilkan Harga Pasar, Ini SebabnyaIlustrasi bahan pangan. IDN Times/Hana Adi Perdana

Menurut Felippa, beberapa NTM diperlukan untuk melindungi konsumen. Namun, banyak NTM diterapkan untuk menjadi hambatan dalam perdagangan. Padahal, NTM yang menghambat perdagangan ini pada akhirnya bisa memperlambat proses pembelian barang dan proses masuknya barang.

"Kadang, pembelian malah dilakukan ketika harga internasional sudah mahal," kata Felippa.

Beberapa komoditas pangan strategis sudah mengalami kenaikan harga sejak awal tahun 2020, bahkan sebelum diumumkannya dua pasien pertama di tanah air yang terinfeksi virus corona oleh Presiden Joko 'Jokowi' Widodo pada 2 Maret yang lalu. Berdasarkan data Indeks Bulanan Rumah Tangga (BuRT) yang rutin dikeluarkan oleh CIPS, terlihat adanya peningkatan harga yang cukup tajam pada pertengahan bulan Maret.

Seiring dengan merebaknya pandemik COVID-19 di Indonesia, harga beras masih naik sedikit dari Rp11.520 per kilogram di akhir bulan Februari, menjadi Rp12.800 per kilogram. Petani padi sudah menghadapi berbagai tantangan selama 2019, seperti kemarau berkepanjangan yang menyebabkan kekeringan yang membuat mereka harus menunda panen.

"Kenaikan harga beras seharusnya tidak terjadi jika memang jumlah pasokan sesuai dengan data pemerintah yang menyatakan pasokan beras aman hingga bulan Mei," ungkapnya.

3. Harga bawang putih hingga gula terus naik

Kebijakan Impor Pangan Bisa Stabilkan Harga Pasar, Ini SebabnyaStok gula di Bulog Sumsel (IDN Times/Feny Maulia Agustin)

Sementara itu, harga bawang putih juga masih terus mengalami kenaikan dari Rp 49.000 per kilogram di bulan Februari meningkat tajam menjadi di kisaran Rp 74.600 di bulan Maret. Hal ini terjadi seiring dengan sedikitnya pasokan bawang putih di pasar dan keterlambatan impor. Merebaknya virus corona di Tiongkok diduga menjadi salah satu keterlambatan impor. Sebab, Tiongkok merupakan tujuan utama impor bawang putih Indonesia.

Harga ayam juga merangkak naik ke rata-rata Rp41.300/kilogram di pertengahan bulan Maret dari sebelumnya Rp34.200/kilogram di bulan Februari. Pedagang mengatakan kenaikan harga ini dikarenakan harga di tingkat peternak yang memang sudah tinggi.

Harga telur ayam juga ikut naik hingga dua kali lipat dari Rp23.900/kilogram di bulan Februari menjadi sekitar Rp47.200/kilogram di bulan Maret. Menurut para pedagang, kenaikan harga telur telah berlangsung selama kurang lebih dua minggu. Mereka juga menyatakan harga telur yang tinggi sudah terjadi sejak telur berada di agen. Hal ini membuat pedagang harus menyesuaikan harga supaya tidak menanggung kerugian.

"Harga komoditas strategis lainnya, yaitu gula, juga meningkat tajam dari Rp10.900/kilogram di bulan Februari lalu menjadi Rp18.750/kilogram. Hal ini dikarenakan stok gula yang tipis dan bahkan sudah hilang di beberapa pasar. Pemerintah terlambat menyikapi hal ini dan baru membuka kemungkinan untuk impor di saat harga gula di pasar sudah tinggi,” jelas Felippa.

Baca Juga: 5 Tip Terhindar dari Panic Buying di Tengah Pandemi Global COVID-19

Topik:

  • Dwifantya Aquina

Berita Terkini Lainnya