Kelebihan UU Cipta Kerja yang Minim Sorotan

Mulai upah minimum, PKWT, dan outsorcing

Jakarta, IDN Times - RUU Cipta Kerja telah disahkan menjadi undang-undang, setelah disepakati dalam pengambilan keputusan tingkat II dalam rapat paripurna DPR RI, Senin (5/10/2020) petang.

Setelah melalui perdebatan panjang dan proses yang alot, RUU Ciptaker ini disepakati tujuh fraksi yaitu PDI Perjuangan, Golkar, Gerindra, PKB, PPP, NasDem, dan PAN. Sedangkan, dua fraksi yang menolak yaitu Demokrat dan PKS. Demokrat juga walk out dari rapat paripurna.

Hingga kini, UU Ciptaker masih menimbulkan pro dan kontra di tengah masyarakat. Bahkan, UU tersebut memicu gelombang demo buruh di berbagai wilayah. Kendati demikian, ada beberapa poin positif atau kelebihan UU Ciptaker yang tidak ditemukan di UU Ketenagakerjaan. Apa saja itu?

1. Upah minimum kini wajib dipatuhi, pengusaha yang melanggar bisa kena sanksi

Kelebihan UU Cipta Kerja yang Minim SorotanIlustrasi uang (IDN Times/Zainul Arifin)

Hal yang berbeda antara UU Ciptaker dengan UU Ketenagakerjaan No 13 Tahun 2003 salah satunya adalah poin tentang upah minimum. Hal itu terkait kewajiban perusahaan membayar upah sesuai dengan hitungan upah minimum.

Pada Pasal 88 E Ayat (2) UU Ciptaker ditegaskan, pengusaha dilarang membayar upah lebih rendah dari upah minimum. Hal itu sebelumnya juga diatur dalam Pasal 90 UU No.13/2003. Pada Ayat (1) disebutkan, pengusaha dilarang membayar upah lebih rendah dari upah minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89.

Namun bedanya, dalam UU No. 13/2003, ada Ayat (2) yang berbunyi: Bagi pengusaha yang tidak mampu membayar upah minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89, dapat dilakukan penangguhan. Lalu, Ayat (3) yang berbunyi: Tata cara penangguhan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur dengan Keputusan Menteri.

Dengan demikian, selama ini banyak perusahaan masih menangguhkan pembayaran upah yang sesuai dengan aturan upah minimum dengan alasan tidak mampu membayar. Namun, pada UU Ciptaker, ayat tentang penangguhan ini dihapuskan. Sehingga, mau tidak mau, pengusaha harus membayar sesuai upah minimum. Tidak ada lagi buruh yang boleh diberi gaji di bawah upah minimum.

Baca Juga: Pasal-Pasal Kontroversial Omnibus Law Cipta Kerja yang Dikritik Publik

2. PKWT (pekerja kontrak) sekarang mendapatkan pesangon

Kelebihan UU Cipta Kerja yang Minim SorotanIlustrasi uang. (IDN Times/Istimewa)

Pekerja dengan status perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) kini mendapatkan pesangon. Hal itu tercantum dalam Pasal 61 UU Cipta Kerja Bagian Ketenagakerjaan. Berakhir atau tidaknya perjanjian kerja disertai beberapa ketentuan. Berikut poin-poinnya.

Pasal 61

(1) Perjanjian kerja berakhir apabila:
a. pekerja/buruh meninggal dunia;
b. berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja;
c. selesainya suatu pekerjaan tertentu;
d. adanya putusan pengadilan dan/atau putusan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap; atau
e. adanya keadaan atau kejadian tertentu yang dicantumkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama yang dapat menyebabkan berakhirnya hubungan kerja.

(2) Perjanjian kerja tidak berakhir karena meninggalnya pengusaha atau beralihnya hak atas perusahaan yang disebabkan penjualan, pewarisan, atau hibah.

(3) Dalam hal terjadi pengalihan perusahaan maka hak-hak pekerja/buruh menjadi tanggung jawab pengusaha baru, kecuali ditentukan lain dalam perjanjian pengalihan yang tidak mengurangi hak-hak pekerja/buruh.

(4) Dalam hal pengusaha orang perseorangan meninggal dunia, ahli waris pengusaha dapat mengakhiri perjanjian kerja setelah merundingkan dengan pekerja/buruh.

(5) Dalam hal pekerja/buruh meninggal dunia, ahli waris pekerja/buruh berhak mendapatkan hak-haknya sesuai dengan peraturan perundang-undangan atau hak-hak yang telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.

Kemudian, di antara Pasal 61 dan Pasal 62 disisipkan 1 (satu) pasal yakni Pasal 61A. Berikut penjelasannya:

Pasal 61A
(1) Dalam hal perjanjian kerja waktu tertentu berakhir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (1) huruf b dan huruf c, pengusaha wajib memberikan uang kompensasi kepada pekerja/buruh.

(2) Uang kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan kepada pekerja/buruh sesuai dengan masa kerja pekerja/buruh di perusahaan yang bersangkutan.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai uang kompensasi diatur dengan Peraturan Pemerintah.

3. Outsourcing (pekerja alih daya) kini diatur dalam UU Ciptaker

Kelebihan UU Cipta Kerja yang Minim SorotanIlustrasi aktivitas buruh di salah satu pabrik kopi di Sumatra Utara. (IDN Times/Prayugo Utomo)

Dalam UU Cipta Kerja, ada kejelasan tentang siapa yang bertanggung jawab atas hak-hak pekerja alih daya. Sebelumnya, UU Ketenagakerjaan tidak mengatur tentang pekerja alih daya.

Pasal 66 UU Cipta Kerja diubah dari Pasal 66 dalam UU Ketenagakerjaan menjadi sebagai berikut.

(1) Hubungan kerja antara perusahaan alih daya dengan pekerja/buruh yang dipekerjakannya didasarkan pada perjanjian kerja yang dibuat secara tertulis, baik perjanjian kerja waktu tertentu atau perjanjian kerja waktu tidak tertentu.

(2) Perlindungan pekerja/buruh, upah dan kesejahteraan, syarat-syarat kerja serta perselisihan yang timbul dilaksanakan sekurang-kurangnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan menjadi tanggung jawab perusahaan alih daya.

(3) Dalam hal perusahaan alih daya mempekerjakan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja waktu tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka perjanjian kerja tersebut harus mensyaratkan pengalihan perlindungan hak-hak bagi pekerja/buruh apabila terjadi pergantian perusahaan alih daya dan sepanjang objek pekerjaannya tetap ada.

(4) Perusahaan alih daya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berbentuk badan hukum dan wajib memenuhi mereka, yaitu perusahaan Outsourcing yang memperkerjakan mereka. Tanggung jawab itu meliputi upah, kesejahteraan, syarat-syarat kerja dan penanganan jika ada perselisihan.

Lalu, dalam bagian penjelasan UU Cipta Kerja disebutkan, Pasal 66 Ayat (2):
Pekerja/buruh yang bekerja pada perusahaan alih daya memperoleh hak (yang sama) sesuai dengan perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama atas perlindungan upah dan kesejahteraan, syarat-syarat kerja, serta perselisihan yang timbul dengan pekerja/buruh lainnya di perusahaan pemberi pekerjaan.

Ayat (3) yang dimaksud dengan “pengalihan pelidungan hak-hak bagi pekerja/buruh" yaitu perusahaan alih daya yang baru memberikan pelindungan hak-hak bagi pekerja/buruh minimal sama dengan hak- hak yang diberikan oleh perusahaan alih daya sebelumnya. Yang dimaksud “objek pekerjaannya tetap ada” adalah pekerjaan yang ada pada 1 (satu) perusahaan pemberi pekerjaan yang sama.

Baca Juga: Perbedaan Pasal-pasal Omnibus Law Cipta Kerja dan UU Ketenagakerjaan

Topik:

  • Anata Siregar
  • Septi Riyani

Berita Terkini Lainnya