Laporan ADB Sebut 22 Juta Orang Kelaparan Kronis, Ini Sebabnya

Harga pangan berpengaruh terhadap tingkat konsumsi

Jakarta, IDN Times - Harga pangan berpengaruh signifikan terhadap gizi dan pengurangan stunting di Indonesia. Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Galuh Octania, mengatakan bahwa penting bagi pemerintah untuk terus mengupayakan kebijakan yang menyokong rakyat Indonesia.

"Terutama mereka yang berpenghasilan rendah, untuk mencapai ketahanan pangan yang benar-benar dapat dinikmati hasilnya," kata Galuh dalam keterangan tertulis, Minggu (10/11).

1. Indonesia dinilai belum berhasil mencapai ketahanan pangan

Laporan ADB Sebut 22 Juta Orang Kelaparan Kronis, Ini SebabnyaInstagram.com/rainaaw99

Menurut Galuh, Indonesia belum berhasil mencapai ketahanan pangan. Hal itu berdasarkan publikasi Asian Development Bank (ADB) mengenai ”Policies to Support Investment Requirements of Indonesia’s Food and Development During 2020-2045” yang baru saja diterbitkan bulan Oktober 2019 lalu.

Tercatat sebanyak 22 juta orang di Indonesia menderita kelaparan kronis di tahun 2016 hingga 2018.

"Indeks Keamanan Pangan Global (GFSI) Indonesia juga menduduki peringkat yang paling akhir jika dibandingkan dengan negara-negara Asia Tenggara lainnnya, dari total 113 negara, Indonesia hanya menduduki peringkat ke-65," ujarnya.

Baca Juga: Pemprov Sulsel Bakal Pantau Kasus Gizi Buruk dan Stunting Lewat Layar

2. Indonesia memperoleh nilai di bawah rata-rata global

Laporan ADB Sebut 22 Juta Orang Kelaparan Kronis, Ini SebabnyaANTARA FOTO/M Risyal Hidayat

Galuh menjelaskan, peringkat Indonesia memang naik dari yang sebelumnya di tahun 2014-2015 berada di posisi 76 ke posisi 65 tahun 2108.

Namun, kata Galuh, hal itu masih menyisakan beberapa indikator. Indonesia memperoleh nilai di bawah rata-rata global, seperti kualitas protein, ketersediaan mikronutrien, kecukupan pasokan makanan, dan proporsi konsumsi makanan sebagai pendapatan rumah tangga.

“Indonesia sebaiknya tidak hanya fokus memikirkan ketersediaan. Keterjangkauan masyarakat terhadap pangan juga harus dipikirkan. Hal ini tentu berhubungan erat dengan harga dan kemampuan daya beli terutama untuk mereka yang termasuk ke dalam masyarakat miskin,” jelas Galuh.

3. Harga pangan berpengaruh terhadap tingkat konsumsi

Laporan ADB Sebut 22 Juta Orang Kelaparan Kronis, Ini SebabnyaANTARA FOTO/M Risyal Hidayat

Galuh melanjutkan, ketidakterjangkauan ini juga menyentuh komoditas beras yang menjadi makanan pokok rakyat Indonesia. Studi yang dilakukan CIPS di tahun 2019 di Sumba, Nusa Tenggara Timur, menemukan bahwa harga pangan berpengaruh signifikan dengan tingkat konsumsi.

Peningkatan sebesar Rp1.000 ternyata akan mengurangi konsumsi beras bulanan sebesar 0,67 kg. Artinya, ketika harga pangan naik, keluarga akan cenderung menguangi konsumsi makanan mereka.

"Akibatnya, ini dapat berimbas pada peningkatan prevelansi stunting sebesar 2,44 persen," jelasnya.

4. Harga beras Indonesia dua kali lipat lebih mahal dari beras internasional

Laporan ADB Sebut 22 Juta Orang Kelaparan Kronis, Ini Sebabnyanutritionfacts.org

Selain itu, harga beras Indonesia tercatat masih hampir dua kali lebih mahal dari harga internasional. Per Juli 2019, harga beras internasional berada di kisaran Rp 5.923/kilogram. Sementara, harga beras di Indonesia berkisar antara Rp 9.450 untuk beras medium hingga Rp 12.800 untuk beras premium.

Menurut Galuh, Indonesia harus dapat menyediakan pasokan pangan yang cukup bagi rakyatnya jika tidak ingin jumlah 22 juta orang kelaparan kronis tersebut semakin bertambah.

 ”Hal ini tentunya tidak hanya terjadi pada komoditas beras namun juga pada komoditas lainnya. Jika beras saja sudah sulit untuk terjangkau bagi rakyat, komoditas lainnya yang notabene lebih mahal juga tentunya akan sulit dibeli oleh mereka," katanya.

Menurut Galuh, akses ke perdagangan bebas dapat menjadi salah satu solusi bagi Indonesia untuk dapat menyeimbangkan antara supply dan demand  yang belum dapat terpenuhi dalam negeri.

Akan tetapi, hal ini juga mengalami serangkaian hambatan perdagangan yang diterapkan oleh Indonesia, baik dalam bentuk tarif maupun non-tarif.

Baca Juga: Jaga Ketahanan Pangan, Pemerintah Harus Genjot Bibit dan Benih Unggul 

Topik:

  • Isidorus Rio Turangga Budi Satria

Berita Terkini Lainnya