Proyeksi Ekonomi Global Membaik, Pasar Saham Diprediksi Tumbuh Pesat

Kondisi fundamental Indonesia dilirik investor asing

Jakarta, IDN Times - Optimisme akan bergeliatnya lagi ekonomi setelah dicabutnya kebijakan karantina wilayah dinilai menambah sentimen positif di pasar keuangan.
Presiden Direktur Schroders Indonesia, Michael T. Tjoajadi, optimistis pasar saham akan kembali tumbuh pesat di tahun 2021. Hal itu seiring dengan proyeksi membaiknya pertumbuhan ekonomi global.

"Beberapa minggu terakhir bursa saham global mulai membaik didukung oleh sentimen positif dari pembukaan kembali negara-negara setelah masa karantina akibat COVID-19," kata Michael dalam konferensi pers virtual, Selasa (16/6).

1. New normal memberikan peluang membaiknya investasi

Proyeksi Ekonomi Global Membaik, Pasar Saham Diprediksi Tumbuh PesatIlustrasi stimulus ekonomi. (IDN Times/Mia Amalia)

Menurut dia, pasar masih akan berfluktuasi dalam beberapa bulan ke depan. Namun, optimisme akan pengembangan vaksin COVID-19 dan dimulainya kembali aktivitas perekonomian dan bisnis akan memberikan support untuk ekonomi dunia dan pasar.

"Dengan tatanan baru ini, ekonomi akan membaik di 2021. Peluang investasi menjadi besar. Kalau ekonomi membaik, perusahaan akan membaik, ini yang kita lihat di 2021. Saat ini menjadi waktu yang tepat untuk berinvestasi. Ini memberikan confidence, nantinya capital market di negara emerging market seperti kita juga akan memberikan harapan untuk investasi," ujarnya.

Baca Juga: Indonesia dalam Bayang-bayang Resesi, Sri Mulyani: Perjuangan Berat!

2. Kondisi fundamental Indonesia dilirik investor asing

Proyeksi Ekonomi Global Membaik, Pasar Saham Diprediksi Tumbuh PesatIlustrasi (IDN Times/Arief Rahmat)

Pada kesempatan yang sama, Head of Wealth Management & Premier Banking Bank Commonwealth Ivan Jaya menyebutkan, kondisi stabilitas dan ketahanan ekonomi Indonesia saat ini lebih baik jika dibandingkan dengan kondisi pada saat krisis sebelumnya, baik pada tahun 2008 maupun 1998. Inflasi saat ini yang stabil dan terjaga rendah di kisaran 3 persen. Sebagai perbandingan inflasi Indonesia mencapai 12 persen pada 2008 dan 82 persen pada 1998).

Selain itu, kata Ivan, cadangan devisa saat ini jauh lebih besar. Dengan demikian, dapat dijadikan amunisi untuk menjaga stabilitas rupiah serta menahan laju pelemahan rupiah. Cadangan devisa Indonesia hingga akhir Mei berada pada level $130,5 miliar ($50 miliar pada 2008 dan $17 miliar pada 1998) atau setara dengan pembiayaan 8 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah. Itu berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor.

"Kondisi fundamental Indonesia yang cukup baik ini dapat membuat para investor asing kembali melirik Indonesia sebagai salah satu negara emerging market yang menjadi tujuan investasi," kata Ivan.

3. Investor disarankan melakukan diversifikasi aset

Proyeksi Ekonomi Global Membaik, Pasar Saham Diprediksi Tumbuh Pesatilustrasi investasi. IDN Times/Arief Rahmat

Dia melanjutkan, pasar obligasi Indonesia saat ini menawarkan tingkat real yield yang cukup atraktif jika dibandingkan dengan negara emerging market lainnya yakni di sekitar 5,16 persen. Di sisi lain, pasar saham akan mendapatkan angin segar sejak mulai dibukanya kembali ekonomi di berbagai negara setelah karantina wilayah.

"Hal tersebut menandakan akan dimulainya pemulihan ekonomi dan bisa dijadikan momentum untuk berinvestasi jangka panjang,” jelasnya.

Meski demikian, volatilitas diperkirakan masih akan tinggi dalam beberapa bulan ke depan apabila pandemik COVID-19 masih belum usai. Menurut Ivan, yang terpenting dilakukan investor di masa apa pun adalah diversifikasi aset. Ivan menyarankan investor untuk menyesuaikan alokasi aset portofolionya.

Untuk investor dengan profil risiko balanced, direkomendasikan untuk sementara mengurangi porsi saham dan mengalihkan ke obligasi untuk menurunkan tingkat volatilitas portofolio.

Proporsi adalah 25 persen reksa dana saham, 40 persen reksa dana pendapatan tetap atau obligasi, 35 persen reksa dana pasar uang. Sementara, untuk investor dengan profil risiko agresif idealnya memiliki portofolio yang terdiri dari 60 persen reksa dana saham, 25 persen reksa dana pendapatan tetap atau obligasi dan 15 persen reksa dana pasar uang.

"Jangan lupa agar tetap aman investasi dari rumah saja melalui digital yaitu bisa dari internet atau mobile banking," ungkap Ivan.

Baca Juga: IHSG Diprediksi Melemah, Belanja Saham-saham Ini Yuk!

Topik:

  • Dwi Agustiar
  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya