Usai KTT G-20, Perang Dagang AS-Tiongkok Diprediksi Masih Berlanjut 

Pemerintah diminta berhati-hati menyiasati perang dagang

Jakarta, IDN Times - Perang dagang antara Amerika Serikat dan China diperkirakan masih akan berlanjut. Hingga kini, belum ada kesepakatan yang membawa dampak positif bagi kedua negara dan juga perekonomian global.

"Pertemuan Presiden Amerika Serikat Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G-20 yang ke-14 yang lalu hanya meredakan situasi perang dagang untuk jangka pendek saja," ungkap Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Pingkan Audrine Kosijungan, Rabu (3/7).

1. Pernyataan Donald Trump menimbulkan pergolakan

Usai KTT G-20, Perang Dagang AS-Tiongkok Diprediksi Masih Berlanjut ANTARA FOTO/REUTERS/Kevin Lamarque

Menurut Pingkan, perundingan antara kedua presiden pada KTT G-20 akhir Juni kemarin memberikan secercah harapan. Perundingan tersebut tidak menghasilkan pengenaan tarif tambahan.

"Tarif yang saat ini sudah dikenakan oleh kedua negara pun tidak dicabut. Kedua presiden juga mengemukakan adanya upaya untuk mereset kembali negosiasi perdagangan di antara kedua negara major power tersebut," katanya.

Namun, lanjut Pingkan, pernyataan Donald Trump di suatu kesempatan kembali menimbulkan pergolakan di dalam negerinya. Trump mengatakan Huawei dapat kembali membeli produk-produk Amerika Serikat dalam waktu dekat.

Hal itu disikapi negatif dan disebut tergesa-gesa untuk mencabut kebijakan yang semula diindikasikan untuk menjaga keamanan domestik Amerika Serikat.

"Selain itu, menimbulkan pertanyaan atas kelanjutan negosiasi perdagangan," kata Pingkan.

Baca Juga: Dampak Perang Dagang, Indonesia Berpeluang Tarik Wisatawan Tiongkok

2. Pemerintah diminta berhati-hati menyiasati perang dagang

Usai KTT G-20, Perang Dagang AS-Tiongkok Diprediksi Masih Berlanjut ANTARA FOTO/Kyodo via REUTERS

Melihat kondisi tersebut, lanjutnya, dia memperkirakan dinamika perdagangan global masih terus berlanjut. Oleh sebab itu, pemerintah perlu terus berhati-hati dalam menyiasati perang dagang. Menurut dia, kemungkinan perubahan keputusan yang begitu cepat mengindikasikan kemungkinan perubahan atas kebijakan lainnya.

"Seperti yang telah berlangsung di Amerika Serikat saat ini pasca KTT G-20. Walaupun demikian, pernyataan tersebut disambut positif pemerintah China yang mengindikasikan akan membeli kembali produk agrikultur dari Amerika Serikat,” ungkapnya.

3. Amrik-China sudah satu tahun terlibat perang dagang

Usai KTT G-20, Perang Dagang AS-Tiongkok Diprediksi Masih Berlanjut AFP/Jim Watson

KTT G-20 yang berlangsung di Osaka, Jepang pada 28-29 Juni 2019 lalu kembali mempertemukan pemimpin negara-negara anggota G-20, termasuk Amerika Serikat dan China. Sejak setahun belakangan kedua negara tersebut gencar mengenakan hambatan tarif impor satu sama lain.

"Pertemuan itu diharapkan mampu meredam tensi perang dagang yang sempat memanas di pertengahan kuartal kedua tahun ini," ujar Pingkan.

Beberapa minggu sebelum KTT G-20 ini berlangsung, China melakukan retaliasi tarif dengan besaran antara 20-25 persen untuk produk-produk Amerika Serikat. Besaran tarif ini meningkat dari yang semula berkisar 5-10 persen dengan total nilai mencapai US$ 60 miliar. Hal ini dilakukan China setelah pada bulan Mei 2019, Amerika Serikat meningkatkan tarif impor menjadi 25 persen terhadap produk-produk China yang mencapai nilai US$ 200 miliar.

4. Perang dagang imbas tarif impor panel surya

Usai KTT G-20, Perang Dagang AS-Tiongkok Diprediksi Masih Berlanjut newsinthephilippines.com

Perang dagang antara kedua negara besar tersebut berawal dari langkah pemerintah Amerika Serikat yang ingin memperkecil selisih neraca perdagangannya dengan China. Pada awal tahun 2018, Donald Trump menginstruksikan pengenaan tarif impor oleh Amerika Serikat untuk produk panel surya.

Kebijakan ini berimbas kepada perdagangan antara Amerika Serikat dengan China yang notabene produsen terbesar panel surya di dunia. Memasuki bulan Maret dan April 2018, presiden yang juga pengusaha properti ini kembali bermanuver dengan menerapkan tarif impor untuk produk baja sebesar 25 persen dan alumunium sebesar 10 persen untuk memangkas defisit neraca dagang Amerika Serikat dengan China.

5. Perang tarif berlangsung hingga Oktober 2018

Usai KTT G-20, Perang Dagang AS-Tiongkok Diprediksi Masih Berlanjut IDN Times/Isidorus Rio Turangga

Kebijakan ini memicu retaliasi dari pemerintah China dengan mengenakan tarif impor bagi 128 produk pertanian Amerika Serikat yang setara dengan USD 50 miliar. Hal tersebut pun direspons cepat oleh Washington dengan memberlakukan larangan penjualan produk manufaktur telekomunikasi kepada perusahaan ZTE selama tujuh tahun. Pada bulan Mei 2018, Washington dan Beijing melakukan negosiasi. Namun, hal tersebut tidak berdampak signifikan.

Dua bulan setelah perundingan tersebut dilaksanakan, China mengenakan tarif impor kepada 545 produk Amerika Serikat yang setara dengan nilai US$ 34 miliar. Sebagai respons, Amerika Serikat mengenakan bea impor sebesar 25 persen. Perang tarif ini terus berlangsung hingga Oktober 2018.

Baru pada bulan Desember 2018, bertepatan dengan KTT G-20 di Argentina tensi perang dagang ini menurun. Hanya saja, lima bulan berselang, Donald Trump kembali mengeluarkan kebijakan yang mengguncang perekonomian dunia dan menyeret industri telekomunikasi China, Huawei.

Baca Juga: Akrab dengan Pemimpin Negara G20, Jokowi Diberi Permen oleh Trump

Topik:

  • Dwi Agustiar
  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya