Sudirman Said: BUMN Caplok Proyek Besar, Termasuk Infrastruktur
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Anggota tim penelitian dan pengembangan di Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga, Sudirman Said mengkritik kebijakan pemerintahan Presiden Joko "Jokowi" Widodo yang dinilai tidak memberikan kesempatan investor swasta untuk penanaman modal.
“Salah satu kritik kepada pemerintah sekarang terjadinya institusional inklusif. Jadi diberikan tugas kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) itu besar-besaran, sehingga kemudian peran swasta menjadi tertinggal,” kata Sudirman usai diskusi publik di Hotel Le Meridien, Jakarta Selatan, Senin (12/11).
1. Indonesian coorporation, gagasan yang tak pernah terealisasi di pemerintahan Jokowi
Sudirman kemudian mengaitkan dengan Indonesian corporation. Dia menilai, gagasan itu yang tak pernah terealisasi di pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla karena investor melihat BUMN sebagai raksasa yang mencaplok semua proyek termasuk dalam infrastruktur. Sementara investor swasta pasti kalah dalam usahanya menginvestasikan modal.
“Bayangkan satu proyek infratruktur itu yang urus BUMN, kontraknya BUMN, subkontraktornya BUMN, anak perusahaannya BUMN. Di sini terjadi proses ekonomi yang tidak cek dan re-check,” jelas Sudirman.
2. BUMN membatasi gerak pertumbuhan ekonomi
Lebih lanjut, Sudirman menyayangkan jika pemerintah hanya mengandalkan BUMN. Hal itu justru membuat pergerakan dari pertumbuhan ekonomi terbatas.
“Kalau kita mengandalkan BUMN semata, maka sebetulnya mesin penggerak ekonomi menjadi terbatas. Baik BUMN besar atau kecil itu masih banyak. Ibaratnya lokomotif hanya diprioritaskan kepada BUMN saja. Kemudian juga sebetulnya gagasan kita besar sekali,” katanya.
Baca Juga: Ini Makna Satu Suara Bagi Kubu Jokowi-Ma'ruf dan Prabowo-Sandi
Editor’s picks
3. PDB Rp3.683,9 triliun, pertumbuhan ekonomi stagnan di level 5 persen
Sementara, anggota Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf, Juliari P Batubara mengakui, Produk Domestik Bruto (PDB) era pemerintahan Jokowi-JK menghasilkan pertumbuhan ekonomi di angka 5 persenan. Dia menilai, PDB itu tidak memberikan efek signifikan dari pertumbuhan ekonomi.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa PDB Indonesia triwulan II 2018 ada di angka Rp3.683,9 triliun. Sementara pertumbuhan ekonomi triwulan III tumbuh 5,17 persen.
Sebab itu, menurut Juliari, pemerintah perlu menciptakan iklim yang menarik investor untuk kembali menanamkan modalnya. “Bukan hanya investasi luar, tapi juga investasi di dalam negeri juga,” kata politisi PDIP itu.
Baca Juga: BPS: Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan III Tumbuh 5,17 Persen
4. Sulitnya pertumbuhan ekonomi setelah commodity boom berlalu
Kepala Kajian Makroekonomi LPEM UI, Febrio N Kacaribu pun menanggapi pertumbuhan ekonomi yang tinggi tidak bisa dicapai dalam waktu singkat. Menurut dia, pertumbuhan ekonomi yang turun bisa disebabkan manajemen yang kurang baik.
Lebih lanjut dia menjelaskan, Indonesia kesulitan meningkatkan pertumbuhan ekonomi sejak 2015-2017 seiring berakhirnya commodity boom. "Periode 2010-2014, kita masih menikmati pertumbuhan ekonomi rata-rata 6,5 persen. Nah makanya waktu itu keluarlah angka target 7 persen yang sekarang siapapun tidak mengaku siapa yang mengeluarkannya," jelasnya.
Saat itu, menaikkan pertumbuhan ekonomi ke angka 7 persen dan 6 persen tentu bukanlah hal yang sulit. Namun, pengambil kebijakan seolah lupa bahwa perekonomian Indonesia sangat dipengaruhi commodity boom.
"Ini saya sebagai akademisi melihat bukan dari sisi politik, tapi saya ingin katakan siapapun itu tetap saja akan mengalami hal yang susah untuk di manajemen,” katanya.