Alasan Pemerintah Tak Naikkan Harga BBM Meski Rupiah Terpuruk 

Mata uang rupiah tembus Rp15.000 per dolar AS

Jakarta, IDN Times - Pemerintah bersikukuh untuk tidak menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM). Padahal, kenaikan harga sektor ini dinilai analis pasar bisa mendongkrak nilai tukar rupiah.  

Rupiah melemah dan bahkan tembus ambang psikologis baru, Rp15.000 per dolar AS. Lalu apa alasan pemerintah?  

Baca Juga: Jonan: Pemerintah Tak Akan Menaikkan Harga BBM 

1. Subsektor minyak dan gas bumi yang menunjukkan torehan angka positif pada semester pertama 2018.

Alasan Pemerintah Tak Naikkan Harga BBM Meski Rupiah Terpuruk ANTARA FOTO/Aji Styawan

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sudah mengevaluasi penerimaan negara di subsektor minyak dan gas bumi yang menunjukkan torehan positif pada semester pertama 2018.  

Hal inilah yang menjadi salah satu dasar bagi pemerintah untuk tidak menaikkan harga BBM.  Hal ini juga ditegaskan Menteri ESDM, Ignasius Jonan, dalam bincang dengan media di Kantor Kementerian ESDM Jakarta, Selasa (4/9). "Pemerintah tidak merencanakan kenaikan harga BBM dalam waktu dekat," ujarnya. 

2. Penerimaan negara dari migas capai US$6,57 miliar

Alasan Pemerintah Tak Naikkan Harga BBM Meski Rupiah Terpuruk ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan

Kepala Biro Komunikasi Layanan Informasi Publik dan Kerja Sama Kementerian ESDM, Agung Pribadi menjelaskan, penerimaan negara dari migas semester pertama 2018 naik dibanding periode sama, tahun lalu.  

"Naik US$1,89 miliar atau sekitar Rp28 triliun," kata dia, seperti dikutip dari Antara, Rabu (5/9). 

Semester pertama 2018 angka penerimaan negara dari migas ini mencapai US$6,57 miliar. Pada periode yang sama tahun lalu, jumlahnya hanya US$4,68 miliar dolar AS.  

 

3. Subsidi BBM solar dinaikkan, tapi masih lebih kecil dibandingkan peningkatan penerimaan negara

Alasan Pemerintah Tak Naikkan Harga BBM Meski Rupiah Terpuruk ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A

Tahun ini, pemerintah justru menambah subsidi BBM jenis solar sebesar Rp1.500 per liter, dari sebelumnya Rp500 di 2017 menjadi Rp2.000 per liter di 2018. 

Meski demikian, kata Agung, realisasi penyaluran solar pada semester pertama  2018 sebesar 7,2 juta kl (kiloliter), dikalikan tambahan subsidi Rp 1.500 menjadi sekitar Rp10,8 triliun. "Ini jauh lebih kecil dibandingkan peningkatan penerimaan negara yang kita punya di semester 1 ini (Rp 28 triliun)," kata dia. 

Bahkan, imbuhnya, Rp28 triliun tersebut sudah bisa menutup beban tambahan subsidi sampai akhir tahun 2018, dimana kuota solar total mencapai 14,5 KL.

Ia optimis, tren neraca migas yang menunjukkan sinyal positif di semester pertama 2018 ini juga masih akan berlanjut di semester kedua 2018. "Melihat ini semua apakah perlu (harga) BBM naik? Saya pikir tidak," kata Agung. 
 

Baca Juga: PT Pertamina: Harga BBM Tidak Naik

Topik:

  • Ita Lismawati F Malau

Berita Terkini Lainnya