Perang Dagang AS-China Mereda, Giliran Brexit Bayangi Rupiah

Rupiah mengalami tren penurunan sejak Rabu

Jakarta, IDN Times - Seiring meredanya perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dengan China, mata uang rupiah sempat menguat dengan kurs di bawah Rp14.500 per dolar. Namun, sentimen negatif kembali datang dari luar negeri.

Salah satu sentimen negatif yang menekan rupiah itu adalah Brexit atau proses keluarnya  Inggris dari Uni Eropa.

Baca Juga: Rumitnya Perjalanan Negosiasi Brexit di Meja Parlemen Inggris

1. Kamis pagi, rupiah melemah

Perang Dagang AS-China Mereda, Giliran Brexit Bayangi RupiahIDN Times/Angelia Nibennia Zega

Dikutip dari Antara, rupiah diperdagangkan di Jakarta pada Kamis pagi (6/12) melemah sebesar 121 poin menjadi Rp14.511 dibandingkan posisi sebelumnya Rp14.390 per dolar AS.

2. Bank Indonesia sebut, Brexit mempengaruhi rupiah

Perang Dagang AS-China Mereda, Giliran Brexit Bayangi RupiahKantor Bank Indonesia (Pixabay)

Pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS sejak Rabu (5/12), salah satunya, dipicu penyesuaian sikap investor global yang merespons risiko dari dinamika pembahasan Brexit antara parlemen dan Pemerintah Inggris serta Uni Eropa.

Penolakan Parlemen Inggris soal Brexit menimbulkan koreksi teknikal di pasar finansial terhadap pergerakan kurs mata uang negara-negara berkembang, termasuk rupiah.

"Ini dipicu oleh 'risk-off' di pasar keuangan global terkait penolakan Parlemen Inggris terhadap proposal Brexit," kata Kepala Departemen Pengelolaan Moneter BI, Nanang Hendarsah, Rabu (5/12).

3. Investor sedang berhati-hati dalam berinvestasi

Perang Dagang AS-China Mereda, Giliran Brexit Bayangi RupiahIlustrasi (Pixabay)

Fenomena "risk-off" dapat diartikan sebagai kecenderungan investor untuk berhati-hati dalam berinvestasi karena risiko meningkat.

Nanang menekankan pelemahan rupiah, khususnya Rabu (6/12), bukan karena masalah fundamental perekonomian dalam negeri. Ketika "risk-off," banyak investor yang membeli atau menarik kembali valuta asingnya sehingga menimbulkan tekanan terhadap nilai tukar rupiah.

Padahal, sebulan terakhir banyak menanamkan modalnya pada aset berdenominasi rupiah, menyusul kenaikan suku bunga acuan 7-Day Reverse Repo Rate yang terakumulasi sebesar 175 basis poin, meredanya perang dagang global, dan sinyalemen dari The Federal Reserve yang mulai "melunak".

"Sehingga ketika terjadinya 'risk-off' di pasar keuangan global, banyak yang mengurangi posisi 'short' dengan membeli dolar. Itu merupakan dinamika pasar yang biasa dan temporer," kata Nanang.

Baca Juga: Alasan BI Tarik 4 Mata Uang Rupiah Ini

4. Pelemahan rupiah tergolong rendah dibandingkan mata uang berikut

Perang Dagang AS-China Mereda, Giliran Brexit Bayangi RupiahANTARA FOTO/Sigid Kurniawan

Pada perdagangan kemarin, rupiah ditutup di Rp14.390 per dolar AS atau melemah Rp105 (0,74 persen) dibandingkan penutupan Selasa (4/12) di Rp14.285 per dolar AS.

Sejak awal tahun 2018 hingga 5 Desember 2018, rupiah melemah 5,0 persen (year to date/ytd). Angka ini masih tergolong paling rendah dibandingkan pelemahan mata uang negara-negara berkembang lain seperti Chili yang melemah 7,82 persen, India (9,32 persen), Afrika Selatan (9,91 persen), Rusia (13,7 persen), hingga Brazil (14,05 persen).

Baca Juga: Rupiah Melemah Lagi, Pengamat: Itu Wajar

Topik:

  • Ita Lismawati F Malau

Berita Terkini Lainnya