Tahun Depan, Diperkirakan Kurs Rupiah Rp14.800-Rp15.200

Rupiah masih terus melemah terhadap dolar AS

Jakarta, IDN Times - Hingga Senin sore (15/10), rupiah masih melemah, bahkan menyentuh level Rp15.237 per dolar Amerika Serikat (AS). Tahun depan, kurs rupiah diperkirakan tidak terlalu jauh dari kisaran Rp15 ribu dolar AS. 

Dikutip dari situs Antara (15/10), Bank Indonesia (BI) memperkirakan rupiah akan diperdagangkan di kisaran Rp14.800 hingga Rp15.200 per dolar AS di tahun politik, 2019. 

Estimasi tersebut berubah dibandingkan pernyataan BI pada rapat kerja bulan September 2018. Kala itu, BI memperkirakan nilai tukar rupiah di tahun politik akan berada di kisaran Rp14.300-Rp14.700 per dolar AS. 

1. Ketidakpastian ekonomi global akan berlanjut

Tahun Depan, Diperkirakan Kurs Rupiah Rp14.800-Rp15.200Donald Trump dan Xi Jinping (ANTARA FOTO/REUTERS/Carlos BarriaPrime Minister's Office, Government of India)

Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan, dinamika global dan juga dalam negeri begitu cepat sejak awal September lalu. Pelemahan rupiah pada awal-awal September, imbuhnya, masih dipengaruhi kondisi krisis di sejumlah negara berkembang, seperti Turki dan Argentina. 

Faktor eksternal itu mempengaruhi arus modal asing ke negara-negara berkembang termasuk Indonesia. 

Selain itu, ketegangan perang dagang antara Amerika Serikat dan China yang merembet ke sejumlah negara juga menjadi faktor eksternal lainnya yang memberikan tekanan bagi ekonomi Indonesia. 

"Kurs pada titik sekarang ini Rp15.220 per dolar AS. Ketidakpastian ekonomi global akan berlanjut, tapi ke arah yang lebih positif dibandingkan saat ini," ujar Perry. 

Baca Juga: Argentina Krisis, IMF Kucurkan Paket Pinjaman Terbesar dalam Sejarah

2. Suku bunga The Fed diperkirakan akan naik dua sampai tiga kali

Tahun Depan, Diperkirakan Kurs Rupiah Rp14.800-Rp15.200Ilustrasi (Pixabay)

Arah kebijakan moneter di negara maju masih akan tetap ketat, namun gradual. Tahun ini, The Fed (Fed Fund Rate) diperkirakan akan menaikkan suku bunga hingga empat kali. Sementara tahun depan, Fed Fund Rate masih naik, tapi tingkat kenaikan lebih kecil. Perry memperkirakan sekitar dua hingga tiga kali. 

"Eropa pada paruh kedua tahun depan ada kemungkinan normalisasi kebijakan moneter sehingga akan mengimbangi kekuatan dolar," ujar Perry. 

Di tengah situasi  ketegangan akibat perang dagang, ada sejumlah negara dunia yang ingin menggunakan pendekatan yang lebih konstruktif bagi perdagangan terbuka, adil, dan menguntungkan baik bagi negara yang menjalin perdagangan dan juga secara global. 

Selain itu, BI dan pemerintah, serta pihak-pihak terkait, akan terus melakukan koordinasi untuk mengurangi defisit transaksi berjalan dan mendorong masuknya modal asing. 

3. Pengamat menilai, sentimen dari dalam negeri sebetulnya positif

Tahun Depan, Diperkirakan Kurs Rupiah Rp14.800-Rp15.200Menkeu Sri Mulyani dan Gubernur BI Perry Warjiyo di sela pembahasan postur anggaran RAPBN 2019 (ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay)

Sementara itu, pengamat pasar uang Bank Woori Saudara Indonesia Tbk, Rully Nova menilai, faktor eksternal masih mempengaruhi pergerakan kurs rupiah. Pelaku pasar, imbuhnya, masih mengantisipasi kebijakan The Fed selanjutnya terkait suku bunga. 

Sejauh ini pasar menilai, the Fed masih memiliki peluang untuk menaikan suku bunga di tengah sejumlah data ekonomi Amerika Serikat yang tumbuh. Dia juga menganalisis, perang dagang juga masih membayangi, bahkan dikhawatirkan berdampak negatif bagi perekonomian di negara-negara berkembang. 

"Sentimen dari dalam negeri sebenarnya positif, namun faktor eksternal itu yang mengalihkan perhatian pelaku pasar," katanya.

Sedangkan analis Valbury Asia Futures, Lukman Leong mengatakan perang dagang akan memicu Tiongkok untuk melakukan devaluasi mata uangnya, kondisi itu tentu berimbas pada mata uang di kawasan sekitar. 

Sejumlah sentimen positif dari dalam negeri belum "melawan" faktor eksternal tersebut sehingga kurs rupiah belum bisa dikerek ke level di bawah Rp15 ribu per dolar AS. 

Salah satu sentimen positif tersebut adalah neraca perdagangan yang surplus di bulan September 2018. 

Selain itu, BI juga mencatat cadangan devisa Indonesia cukup tinggi di akhir Agustus, yakni sebesar US$117,9 miliar. Angka ini sedikit lebih rendah dibandingkan akhir Juli 2018 yang berada di level US$118,3 miliar. 

Posisi cadangan devisa tersebut setara dengan pembiayaan 6,8 bulan impor atau 6,6 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor. BI menilai cadangan devisa tersebut mampu mendukung ketahanan sektor eksternal serta menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan.

Baca Juga: BPS: Neraca Perdagangan September 2018 Surplus! 

Topik:

  • Ita Lismawati F Malau

Berita Terkini Lainnya