Inflasi Turki Juli 2022 Nyaris 80 Persen, Terparah Sejak 1998
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Inflasi Turki Meningkat ke level tertinggi, yakni menyentuh angka 79,6 persen per Juli 2022. Kenaikan ini jadi yang tertinggi sejak 24 tahun terakhir atau yang terparah sejak 1998.
Melansir dari Al-jazeera, kenaikan disebabkan oleh melemahnya lira yang berkelanjutan dan meningkatnya biaya energi serta komoditas global akibat perang Rusia-Ukraina.
“Bahkan jika inflasi mendekati puncaknya, itu akan tetap mendekati tingkat yang sangat tinggi saat ini, (dan) untuk beberapa bulan lagi,” ujar ekonom senior di Capital Economics, Jason Tuvey dalam sebuah catatan.
Baca Juga: Jangan Panik, Pemerintah Janji Kendalikan Inflasi dan Jaga Daya Beli
1. Lonjakan mulai terjadi akibat pemangkasan suku bunga oleh Presiden Erdogan
Menurut data yang dirilis Turkish Statistical Institute, Rabu (3/8/2022), lonjakan inflasi mulai terjadi setelah Presiden Recep Tayyip Erdogan memulai eksperimen dengan memerintahkan bank sentral memangkas suku bunga sebesar 500 basis poin menjadi 14 persen. Kebijakan itu bertujuan untuk menurunkan harga konsumen.
Namun, berdasarkan teori ekonomi konvensional, suku bunga yang lebih rendah justru akan mendorong pertumbuhan dan mendorong harga dengan membangun permintaan.
Bulan ke bulan, harga konsumen Turki naik 2,37 persen. Setiap tahun, inflasi harga konsumen diperkirakan mencapai 80,5 persen.
Baca Juga: Erdogan Tagih Janji Swedia-Finlandia: Atau Kami Veto di NATO
2. Nilai mata uang lira yang merosot ikut memperburuk inflasi
Nilai tukar mata uang lira yang merosot setelah bank sentral memangkas tingkat bunga acuan juga semakin memperparah inflasi di negara tersebut. Terlebih lagi, kemerosotan mata uang lira terjadi di tengah melonjaknya harga pangan dan energi di pasar global.
Sebagai informasi, nilai lira di perdagangan internasional turun 44 persen terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Ini membuat lira hanya mampu bertahan diangka 17,95 melawan dolar AS. Padahal sebelumnya, nilai lira diprediksi berada dikisaran 18,4 atas dolar AS.
“Kejatuhan lira yang tajam dan tidak teratur tetap menjadi risiko utama,” kata Tuvey.
3. Invasi Rusia ke Ukraina sedikit banyak pengaruhi tingkat inflasi
Invasi militer Rusia ke Ukraina yang membuat harga sejumlah komoditas melonjak, berdampak pada harga barang di seluruh dunia, termasuk Turki. Harga pangan dikabarkan melambung hingga 129,3 persen, dan harga BBM melonjak sebanyak 94,65 persen.
Meski demikian, Presiden Erdogan tetap optimistis dengan mengatakan bahwa inflasi diperkirakan akan mulai melandai pada Februari-Maret 2023 mendatang.
Baca Juga: 4 Hal Ini Perlu Kamu Lakukan jika Inflasi Melonjak, Antisipasi ya!