Perjuangan Murdani Membangun Bisnis Terasi Tanpa Bantuan Pemerintah

Ada oknum pegawai pemerintahan datang, namun cuma foto

Langsa, IDN Times - Tangan Murdani tampak sibuk bergelut dengan selembar plastik berukuran seperempat kilogram. Sesekali badannya merunduk dan tangan kanannya meraih centong nasi plastik dari dalam karung putih.

Bukan beras yang telah ditanak diangkat serta dikeluarkan menggunakan sendok dari karung oleh pria berambut cepak tersebut, namun adonan hitam kecoklatan beraroma udang lembab. Pasta itu pun lalu dimasukkan ke dalam plastik bening.

Di hadapannya, berdiri tegak timbangan kecil berwarna oranye. Jarumnya selalu bergerak mengikuti instruksi tekanan dari beban yang diterima setiap kali plastik berisi adonan diletakkan.

Tekanan memaksa jarum menunjuk angka 2,5 ons. Pasta bumbu masakan itu kemudian diletakkan dalam kemasan plastik yang telah memiliki label bertuliskan 'UD Terasi Asli Awak Awai'. Lalu dipadatkan secara manual dengan menggunakan botol kaca.

Usai dipastikan padat, kemasan tersebut langsung dikunci erat dengan stapler dan digabungkan dengan kemasan lainnya yang serupa.

".....89, 90, 91, 92, 93, 94, 95. Udah 95 bungkus yang ukuran seperempat, masih perlu banyak sampai 180 bungkus. Sesuai pesanan," kata Murdani kepada IDN Times ketika dijumpai di sebuah kios kayu yang dindingnya hanya setinggi satu meter.

Pria itu kembali menyibukkan dirinya dengan adonan amis namun memiliki cita rasa yang luar biasa tersebut. Ia harus menyelesaikan pesanan yang masih kurang, sebab harus mengirimkannya dalam waktu dekat.

1. Tak hanya di Langsa, Terasi milik Murdani juga dikirim ke Pulau Jawa

Perjuangan Murdani Membangun Bisnis Terasi Tanpa Bantuan PemerintahUsaha terasi milik Murdani, di Kota Langsa, Aceh (IDN Times/Saifullah)

Terasi milik Murdani ternyata tak hanya dinikmati warga Kota Langsa atau pembeli yang singgah di tempat ia berjualan saja. Bumbu makanan berbahan dasar udang kering yang diolah pria berbadan gempal ini rupanya juga sampai ke luar kota, seperti Kota Banda Aceh, Sabang, Medan, bahkan hingga ke Pulau Jawa.

"Ada beberapa hari lalu dikirim ke Pulau Jawa karena permintaan penampung di sana. Gak banyak, hanya 50 kilo," ungkap Murdani.

Meski pengirimannya tidak setiap hari dilakukan, namun sedikitnya sekitar 40-50 kilogram terasi dikirim dalam sekali permintaan. Seperti ketika dijumpai IDN Times pun, Murdani terlihat sibuk menyiapkan 180 bungkus terasi pesanan dengan berbobot 250 gram atau seperempat yang rencananya akan dikirim ke Banda Aceh.

Baca Juga: Ini 4 Tips untuk Tingkatkan Omzet bagi Usaha Kecil di 2021

2. Usaha milik sang ayah yang ditekuni sejak masih duduk di bangku sekolah

Perjuangan Murdani Membangun Bisnis Terasi Tanpa Bantuan PemerintahUsaha terasi milik Murdani, di Kota Langsa, Aceh (IDN Times/Saifullah)

Ada begitu banyak pembuat sekaligus pedagang terasi terlihat jika melintas di kawasan Simpang Lhee, Kecamatan Langsa Barat, Kota Langsa, Aceh. Murdani adalah salah satunya.

'UD Terasi Asli Awak Awai' yang saat ini dikelola sendiri oleh pria berusia 33 tahun tersebut merupakan warisan dari sang ayah. Ayahnya adalah seorang nelayan yang ketika hidup sering menyisakan sedikit waktunya untuk membuat terasi.

"Belajar membuat terasi ini sudah saya mulai sejak kecil. Sejak ayah saya masih ada. Ini bisa dikatakan merupakan warisan orang tua saya," kata Murdani.

Murdani sendiri baru mulai menyelami bisnis pembuatan bumbu yang identik dicampur dengan sambal ini ketika duduk di bangku sekolah menengah atas (SMA). Nama 'Awak Awai' pada usahanya didedikasikan Murdani untuk sang ayah yang telah mengajarkannya. Ayahnya sendiri semasa hidup dikenal para sejawat sebagai awak awai.

"Sehingga saya membuat nama ini menjadi nama kedai ini," ujarnya.

3. Diproduksi manual, maksimal produksi hanya 60 kilogram

Perjuangan Murdani Membangun Bisnis Terasi Tanpa Bantuan PemerintahUsaha terasi milik Murdani, di Kota Langsa, Aceh (IDN Times/Saifullah)

Cara memproduksi terasi milik Murdani terbilang tradisional. Ia hanya membeli udang sesuai keperluan lalu menjemurnya hingga kering. Waktu yang dibutuhkan untuk pengeringan ini hanya disesuaikan dengan kondisi cuaca di kawasan tempat ia tinggal.

Usai dipastikan benar-benar kering, udah kemudian ditumbuk dengan menggunakan lesung sampai benar-benar halus. Setelah itu, baru disimpan ke dalam karung plastik sebelum akhirnya dikemas ke dalam kemasan.

"Untuk waktu membuat atau memproduksi trasi, normalnya membutuhkan waktu tiga hari sekali," jelas Murdani.

Sekali produksi biasa Murdani bisa menghasilkan 60 kilogram terasi, akan tetapi ia juga pernah memproduksi hingga mencapai 150 kilogram.

Sayangnya sewaktu usaha milik Murdani dikunjungi IDN Times, ia sedang tidak menjemur maupun menumbuk udang. Selain hanya tinggal mengemasi terasi yang telah dipesan dan akan dikirim.

4. Pandemik berpengaruh besar terhadap penjualan terasi

Perjuangan Murdani Membangun Bisnis Terasi Tanpa Bantuan PemerintahUsaha terasi milik Murdani, di Kota Langsa, Aceh (IDN Times/Saifullah)

Harga terasi yang dijual Murdani bervariasi, bergantung dengan ukuran. Satu kilogramnya pria kelahiran Kota Langsa ini mematok harga Rp40 ribu, sementara untuk setengah kilo hanya Rp20 ribu dan ukuran seperempat dijual Rp10 ribu.

Biasanya dengan harga segitu, omzet penjualan yang didapat mencapai Rp2 juta per hari. Omzet tersebut belum termasuk dengan terasi yang dikirim ke luar daerah. Pendapatnya itu pun naik drastis ketika hari besar perayaan.

"Sebulan pengiriman, paling minimal sekitar Rp13 juta per pengiriman. Ketika hari-hari besar, bisa lebih dari Rp6 juta per hari," katanya.

Pandemik COVID-19 yang melanda Indonesia termasuk Aceh, juga berpengaruh terhadap penjualan terasi milik Murdani. Penghasilannya tidak menentu, bahkan terbilang jauh dari penjualan harian sebelum virus tersebut mewabah.

"Ada orang singgah beli tapi gak terlalu ramai lagi," ujar Murdani.

5. Akui tak pernah mendapat sentuhan dari pemerintah

Perjuangan Murdani Membangun Bisnis Terasi Tanpa Bantuan PemerintahUsaha terasi milik Murdani, di Kota Langsa, Aceh (IDN Times/Saifullah)

Ketika ditanya mengenai adanya bantuan dari pemerintah, ia menimpal bahwa sejak usaha mikro trasi pertama kali diturunkan sang ayah kepada dirinya, belum ada sekalipun bantuan diterima.

Mirisnya lagi, ada beberapa oknum yang mengaku dari pegawai pemerintahan datang berkunjung. Kunjungan mereka dikatakan pria berusia 33 tahun tersebut ternyata hanya untuk mendata dan mengambil dokumentasi foto tanpa ada tindak lanjut.

"Sedikitpun gak ada dikasih, bantuan dari pemerintah. Kita memang usaha sendiri. Kita ada usaha, coba mengusulkan bantuan ke pemerintah, namun sampai sekarang tidak pernah sampai," aku Murdani.

"Ada datang orang pemerintah, namun hanya sekedar foto namun tidak ada bantuan. Sampai saat ini tidak ada," imbuhnya.

Murdani tak ingin banyak menabur harapan ke orang lain untuk usaha terasi miliknya, termasuk kepada pihak Pemerintahan Kota Langsa. Jika sewaktu-waktu ada diberikan bantuan, ia tak akan menolak. Begitu juga sebaliknya, jika tidak diberikan maka ia pun tak mau meminta-mintanya.

Meski rasa terasinya belum begitu membumi di lidah warga seantero Aceh, tetapi ia tetap bersyukur masih bisa membantu kehidupan keluarga besarnya dan terus mengasapi dapur rumah mereka.

"Kalau ada dikasih, ya saya terima dan kalau tidak dikasih ya tidak saya meminta lebih juga," ujar Murdani.

Baca Juga: Gak Mudah, Ini 5 Tantangan yang Akan Kamu Temui Saat Memulai Usaha!

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya