3 Tahun Restorasi, Titik Panas Lahan Gambut Turun Signifikan

Mari menjaga lahan gambut secara gotong royong!

Jakarta, IDN Times – Badan Restorasi Gambut (BRG) dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menggelar acara peringatan 3 Tahun Restorasi Gambut di Indonesia yang jatuh tepat pada hari ini, Selasa (29/1).

Peringatan tersebut dihadiri oleh perwakilan kementerian dan lembaga, perwakilan tujuh pemerintah provinsi dan kabupaten di wilayah prioritas restorasi ekosistem gambut, akademisi, petani gambut, dan lembaga swadaya masyarakat yang telah mendukung restorasi ekosistem gambut.

1. Kerusakan lahan gambut disebabkan pemanfaatan yang tidak ramah lingkungan

3 Tahun Restorasi, Titik Panas Lahan Gambut Turun SignifikanIDN Times/Humas Badan Restorasi Gambut

Dalam peringatan digelar di Auditorium Manggala Wanabakti, Jakarta itu, sejumlah permasalahan mengenai kondisi lahan gambut dibahas. Di antaranya, masalah degradasi lahan, kebakaran lahan, dan kerusakan lahan gambut. Kerusakan gambut di Indonesia pada kawasan fungsi lindung mencapai luasan 12.069.707 hektare (ha), sedangkan pada kawasan fungsi budidaya seluas 12.066.962 ha.

Kerusakan lahan gambut disebabkan pemanfaatan lahan yang tidak ramah lingkungan. Padahal lahan gambut Indonesia terbilang sangat luas, mencapai 24.667.804 ha. Hal itu, merupakan potensi kekayaan sumber daya alam yang tidak ternilai. 

2. Hasil restorasi selama tiga tahun, hasilnya signifikan

3 Tahun Restorasi, Titik Panas Lahan Gambut Turun SignifikanIDN Times/Mulyani Citra Setiawati

Dengan tema ‘Gotong Royong Jaga Gambut’, peringatan ini dimaksudkan untuk memantapkan komitmen para pihak dalam meningkatkan kinerja restorasi ekosistem gambut.

Kepala Badan Restorasi Gambut Nazir Foead menjelaskan hasil yang dicapai dalam tiga tahun ini ikut berkontribusi dalam mengurangi kebakaran hutan dan lahan secara signifikan. Pihaknya mengidentifikasi titik panas dalam radius 2 kilometer (km) dari lokasi infrastruktur pembasahan gambut kini sudah berkurang jauh, yakni di bawah 10 persen.

“Meskipun demikian kami sadar tugas ini masih panjang dan membutuhkan kerja keras untuk mencapai hasil yang diinginkan pada tahun 2020,” ujar Nazir Foead di Auditorium Dr. Soedjarwo, Jakarta, Selasa (29/1) pagi.

Baca Juga: Badan Restorasi Gambut Sukses Lampaui Target 

3. Restorasi melibatkan partisipasi banyak pihak

3 Tahun Restorasi, Titik Panas Lahan Gambut Turun Signifikantwitter.com/brg_indonesia

Selama tiga tahun belakangan, berbagai stakeholder baik dari pemerintah maupun masyarakat, sudah bergotong royong membasahi 679.901 ha areal target restorasi ekosistem gambut yang berada di luar wilayah konsesi. Sedangkan yang berada di areal konsesi, baru dilakukan supervisi pada September 2018 lalu.

Kegiatan restorasi gambut dilakukan BRG bersama KLHK, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, TNI, Polri, pemerintah daerah, perguruan tinggi, masyarakat dan LSM. Sebanyak 262 desa dan kelurahan didampingi BRG dan LSM melalui Program Desa Peduli Gambut. Kader restorasi di tingkat tapak berjumlah lebih 10 ribu orang yang terdiri dari guru, tokoh agama, petani kader sekolah lapang, perempuan, dan anggota kelompok masyarakat.

4. Memperkenalkan Sistem Pemantau Air Lahan Gambut (Sipalaga)

3 Tahun Restorasi, Titik Panas Lahan Gambut Turun Signifikantwitter.com/brg_indonesia

Sebagai upaya pencegahan dini terhadap kekeringan gambut, BRG memperkenalkan Sistem Pemantau Air Lahan Gambut (Sipalaga). Sistem ini memungkinkan pemantauan tinggi muka air (TMA) di ekosistem gambut secara langsung (real time). Sistem Sipalaga telah diperkenalkan BRG sebagai upaya preventif.

Sebanyak 142 unit Sipalaga sudah disebar untuk mencegah potensi kebakaran hutan dan lahan (karhutla) akibat kekeringan. Tujuh provinsi lokasi disebarnya unit Sipalaga yakni Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, dan Papua.

“Kita ingin menjaga lahan gambut tetap basah. Cara terbaik yaitu membangun sensor yang membaca lahan secara real time.” ujar Nazir.

Sensor yang bakal dipasang di setiap lahan gambut tersebut bisa mendeteksi tinggi muka air (TMA) dan kebasahan lahan gambut. Alat akan mencatat setiap satu jam. “Kalau ketinggian air turun terus dan BMKG memprediksi tidak hujan dalam 20 hari ke depan, kita bisa lapor pada satuan petugas (satgas). Kemudian satgas akan ke lokasi memantau keadaan lahan gambut. hasil laporan disampaikan pada pemerintah daerah agar dapat ditindaklanjuti,” papar Nazir.

Pada Februari 2019, BRG berencana akan menambah 30 unit Sipalaga di beberapa lokasi. Alat itu dipasang untuk mengurangi tingkat kerawanan kebakaran. Daerah yang akan mendapat tambahan unit ini adalah Riau, Jambi, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Barat.

5. Restorasi dilakukan melalui program 3R

3 Tahun Restorasi, Titik Panas Lahan Gambut Turun SignifikanIDN Times/Mulyani Citra Setiawati

Kegiatan restorasi ekosistem gambut dilakukan pada kawasan lindung dan kawasan budidaya melalui 3 program utama yaitu 3R. Rewetting (pembasahan ulang), revegetation (penanaman ulang), dan revitalization of local livelihood (revitalisasi sumber mata pencaharian masyarakat).

Kegiatan pembasahan kembali telah dilakukan pada lahan gambut melalui pembangunan infrastruktur antara lain sekat kanal (canal blocking), penimbunan kanal (canal blackfilling), dan sumur bor (deep well). Sedangkan kegiatan penanaman ulang dilaksanakan melalui pembuatan persemaian, pembibitan, dan penanaman.

Baca Juga: Indonesia Dapat Bantuan Dana untuk Restorasi Gambut, Seberapa Besar?

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya