Banyak yang Khawatir Ekonomi AS ‘Overheating’, Apa Maksudnya?

Dampaknya bisa menghalangi pemulihan yang sedang terjadi

Jakarta, IDN Times – Perekonomian Amerika Serikat (AS) sedang menuju pemulihan dari dampak menghancurkan pandemik COVID-19. Meski masih jauh dari kata membaik, namun investor dan ekonom sudah khawatir ekonomi terbesar di dunia itu mungkin tumbuh terlalu cepat atau mengalami ‘overheating’.

Lalu, apa sebenarnya yang dimaksud para ahli ketika mereka berbicara tentang ekonomi yang terlalu panas atau overheating? Berikut penjelasannya.

Baca Juga: Ramai Isu Exit Policy The Fed, BI Mengaku Sudah Siapkan Formula

1. Ekonomi AS mulai bangkit

Banyak yang Khawatir Ekonomi AS ‘Overheating’, Apa Maksudnya?Seorang sukarelawan meletakkan bendera Amerika mewakili beberapa dari 200.000 nyawa yang hilang di Amerika Serikat dalam pandemi penyakit virus korona (COVID-19) di National Mall, Washington, Amerika Serikat, Selasa (22/9/2020) (ANTARA FOTO/REUTERS/Joshua Roberts)

Lebih dari setahun yang lalu, ekonomi AS menghadapi penurunan terburuk dalam sejarah karena bisnis harus tutup dan negara itu berada di bawah tekanan pandemik COVID-19. Akibat itu, kegiatan ekonomi terhenti musim semi lalu, namun kemudian pulih (rebound) kembali selama musim panas.

Rebound ini sedang berlangsung hingga saat ini, namun ekonomi belum normal. Sebagaimana dilaporkan CNN, ukuran ekonomi AS mencapai hampir 19,1 triliun dolar AS pada akhir Maret, hanya sekitar 166 miliar dolar AS lebih rendah daripada pada yang tercatat akhir 2019 sebelum pandemik melanda. Di sisi lain, jumlah pekerja AS yang menganggur juga mulai turun.

Namun semua kabar baik itu dibayangi ketakutan akan terjadinya inflasi yang tinggi.

2. Daya beli tinggi

Banyak yang Khawatir Ekonomi AS ‘Overheating’, Apa Maksudnya?IDN Times/Holy Kartika

Pandemik telah membuat harga barang dan jasa menjadi semakin mahal. Pada saat pandemik hadir dan penguncian (lockdown) dimulai, orang-orang berhenti membelanjakan uang untuk berbagai hal, termasuk bepergian dan makan di luar.

Namun sekarang, sebagian harga barang-barang itu telah kembali normal karena jutaan orang Amerika telah menerima vaksin COVID-19 dan warga mulai beraktivitas normal kembali.

Pemulihan memicu harga kembali naik. Kenaikan harga tersebut pun bisa semakin tinggi karena pemerintah telah mengucurkan sejumlah stimulus, termasuk meningkatkan tunjangan pengangguran dan bantuan tunai lain ke warganya, sehingga membuat banyak warga memiliki lebih banyak uang untuk dibelanjakan.

Tingginya daya beli masyarakat dan harga yang tinggi itu berpotensi mendorong inflasi naik. Hal ini pun bisa diperparah oleh kenaikan harga minyak AS yang mencapai lebih dari 60 dolar AS per barel.

Baca Juga: AS Sebut Tiongkok Gagal Melindungi Kekayaan Intelektual di Perdagangan

3. Inflasi meningkat hambat pemulihan

Banyak yang Khawatir Ekonomi AS ‘Overheating’, Apa Maksudnya?Ilustrasi Inflasi. IDN Times/Arief Rahmat

Data ekonomi AS menunjukkan bahwa pada tahun yang berakhir Maret, indeks harga belanja konsumen Departemen Perdagangan naik 2,3 persen, laju tercepat sejak pertengahan 2018. Tidak termasuk makanan dan energi, indeks harga naik 1,8 persen selama periode waktu yang sama.

Sebelumnya, inflasi AS telah sangat rendah selama hampir satu dekade, dan pandemik telah meningkatkan tren ini.

Investor dan ekonom sekarang khawatir bahwa harga akan melonjak terlalu cepat, yang mana berpotensi menghambat pemulihan. Lonjakan harga dapat membatasi belanja konsumen, pendorong terbesar ekonomi AS.

Baca Juga: Amerika Ganti Presiden, Bagaimana dengan Kebijakan The Fed?

4. Tanggapan The Fed

Banyak yang Khawatir Ekonomi AS ‘Overheating’, Apa Maksudnya?jerome Powell (Website/https://www.npr.org/)

Sebagai bank sentral AS, salah satu tugas The Federal Reserve atau the Fed adalah menjaga harga tetap stabil. Namun beberapa ahli khawatir the Fed akan menanggapi lonjakan inflasi dengan mengubah kebijakan moneter lebih cepat dari yang diharapkan.

Akibat pandemik, Fed telah menetapkan suku bunga rendah mendekati nol sejak Maret 2020. Fed juga telah membeli miliaran sekuritas setiap bulan untuk menjaga pasar tetap stabil. Langkah Fed ini bukan hanya menguntungkan perusahaan karena dapat meminjam uang dengan bunga rendah, tapi juga telah menguntungkan pasar saham.

Jika Fed mengubah kebijakannya, ini dapat mengirimkan gelombang kejutan di pasar keuangan.

“Jadi dengan lebih banyak pendapatan, lebih banyak pengeluaran dan lebih banyak inflasi di sektor rumah tangga AS, The Fed dapat mengubah sikap kebijakan moneternya lebih cepat daripada yang dibiarkan sekarang,” kata James Knightley, kepala ekonom internasional di ING.

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya