Kominfo Tutup 4.800 Lebih Pinjol Ilegal Sejak 2018

Keberadaan pinjol ilegal terus menjamur

Jakarta, IDN Times – Anggota Komisi XI DPR RI Puteri Anetta Komarudin mengatakan bahwa per 15 Oktober 2021, Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia (Kominfo) telah menutup sekitar 4800 entitas pinjaman online (pinjol) ilegal. Penutupan itu dilakukan sejak 2018.

Namun, ia mengatakan langkah ini dinilai masih belum cukup. Ia memperkirakan masih banyak jumlah pinjol ilegal. Selain itu, ia juga menyebut bahwa pinjol-pinjol yang sudah ditutup itu bisa muncul lagi dengan nama-nama yang tidak jauh berbeda dari sebelumnya.

“Sehingga hal inilah yang menjadi tantangan ke depan untuk memperkuat dari segi regulasi dan juga pengawasannya,” ujarnya dalam acara diskusi online yang diselenggarakan Indonesia Finance and Banking Club (IFBC), Senin (18/10/2021).

Baca Juga: Cara Melaporkan Pinjol Ilegal, Jangan Sampai Jadi Korban!

1. Banyak masyarakat sengsara akibat pinjol

Kominfo Tutup 4.800 Lebih Pinjol Ilegal Sejak 2018Ilustrasi Utang. (IDN Times/Aditya Pratama)

Dalam pemaparannya, Puteri mengatakan bahwa persoalan pinjol ilegal ini sudah lama ia suarakan dalam rapat bersama mitra kerja di Komisi XI, khususnya kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Ini dikarenakan sejak masa kampanye di 2018-2019, sudah ada banyak sekali aspirasi dari masyarakat di daerah pemilihannya yang mengeluhkan maraknya pinjol ilegal maupun rentenir ilegal (bank emok).

“Bahkan sampai sekarang pun ketika saya turun ke dapil (daerah pemilihan), masyarakat masih mengeluhkan hal yang sama. Dan mereka sangat berharap agar rentenir ilegal ini bisa diberantas karena menimbulkan perpecahan dalam keluarga ataupun antara warga,” ujarnya.

Ia menjelaskan bahwa pinjol ilegal telah memicu perceraian, pertengkaran antar warga hingga menjadi penyebab seorang warga mengakhiri hidupnya karena takut dikejar-kejar pinjol ilegal.

“Artinya persoalan pinjol ilegal ini memang sudah sangat meresahkan, apalagi di saat kesulitan ekonomi yang dikaitkan pandemik sekarang ini,” jelasnya.

2. Pinjol ilegal ada di mana-mana

Kominfo Tutup 4.800 Lebih Pinjol Ilegal Sejak 2018Ilustrasi utang (IDN Times/Arief Rahmat)

Puteri juga mengatakan bahwa di tengah pandemik saat ini, di mana ekonomi sulit bagi banyak orang, kondisi ini telah dimanfaatkan penyedia jasa pinjol ilegal untuk semakin menawarkan pinjaman dengan iming-iming proses cepat, mudah, dan pencairan yang cepat.

Tapi sayangnya, meski masyarakat mengetahui bahwa bunga yang ditawarkan di luar batas kewajaran, mereka sering tetap mengambilnya karena tidak mengetahui banyak hal tentang pinjaman ilegal ini. Terlebih lagi saat in pinjol ilegal telah menjamur di mana-mana.

“Belum lagi sekarang tawaran pinjaman ini bisa mengakses langsung HP kita melalui sms, WhatsApp maupun Telegram,” katanya.

“Akhirnya masyarakat yang tidak mengetahui secara detail ciri-ciri pinjol ilegal ini akan tergiur untuk mengambil tawaran tersebut dan ada juga yang terjerat di beberapa platform pinjol,” tambah Puteri.

Baca Juga: Cerita Korban Pinjol Ilegal, Pinjam Rp3 Juta dan Harus Bayar Rp48 Juta

3. Literasi keuangan masyarakat masih rendah

Kominfo Tutup 4.800 Lebih Pinjol Ilegal Sejak 2018ilustrasi utang (IDN Times/Arief Rahmat)

Puteri lebih lanjut mengatakan bahwa apa yang dialami masyarakat tersebut menunjukkan tingkat literasi keuangan masyarakat belum sepenuhnya baik dan merata.

Ia menyebut, berdasarkan data OJK yang disampaikan kepada Komisi XI, disebutkan bahwa literasi keuangan masyarakat masih sangat rendah, yakni hanya di level 38,03 persen. Sedangkan inklusi keuangan masih di level 76,1 persen.

“Yang berarti akses dan pemahaman masyarakat akan produk keuangan yang legal juga masih belum maksimal dan beberapa hal tersebutlah yang saya kira menjadi penyebab maraknya pinjol ilegal ini,” katanya.

Ia menambahkan bahwa masyarakat pendapatan menengah ke bawah banyak tertipu dan terjerat pinjol dengan bunga pinjaman tinggi.

“Ini berarti keberadaan pinjol ilegal perlu segera kita tangani dengan serius mengingat berbagai kerugian yang telah ditimbulkan. Mulai dari cara penagihan yang disertai dengan ancaman, rawan penyalahgunaan data pribadi, sampai dengan potensi rusaknya kepercayaan masyarakat terhadap industri teknologi keuangan itu sendiri,” tegasnya.

Baca Juga: 151 Pinjol Ilegal Diblokir, Cek Daftarnya! 

Topik:

  • Hana Adi Perdana

Berita Terkini Lainnya