Merek Mewah Pangkas Proyeksi Bisnis di China untuk Tahun Ini

Hal tersebut merupakan dampak penerapan lockdown

Jakarta, IDN Times – Penguncian (lockdown) COVID-19 terbaru di China telah membawa dampak negatif pada bisnis. Menurut survei Oliver Wyman yang dirilis Rabu (8/6/2022) lalu, merek-merek mewah telah memangkas ekspektasi bisnis mereka di China tahun ini setelah diberlakukan penguncian COVID-19 terbaru di negara itu.

Survei menunjukkan, perkiraan pertumbuhan untuk merek mewah dan konsumen premium dipangkas sebesar 15 poin persentase. Sementara untuk merek mewah saja, angkanya turun hampir 25 poin persentase.

Baca Juga: Investasi atau Trading Saham, Mana yang Lebih Menguntungkan?

1. Perkiraan turun tajam

Merek Mewah Pangkas Proyeksi Bisnis di China untuk Tahun Iniilustrasi barang mewah (unsplash.com/Christian Wiediger)

Menurut survei, bisnis barang premium dan mewah sekarang hanya diperkirakan mencatatkan pertumbuhan 3 persen dalam basis setahun (tahun-ke-tahun/yoy) di China daratan untuk tahun ini. Angka ini turun tajam dari pertumbuhan 18 persen yang mereka perkirakan beberapa bulan lalu. Hasil itu berdasarkan rata-rata tertimbang dari hasil survei.

Oliver Wyman mengatakan survei eksekutifnya pada Mei itu mencakup lebih dari 30 klien perusahaan konsultan di seluruh konsumen premium dan barang-barang mewah. Mereka mewakili lebih dari 50 miliar dolar Amerika Serikat (AS) atau sekitar Rp700 triliun dalam penjualan ritel.

Baca Juga: Tips Survive saat Harga Komoditas dan Barang-Barang Naik, Bisa yuk!

2. Masa depan yang tak pasti

Merek Mewah Pangkas Proyeksi Bisnis di China untuk Tahun Iniilustrasi barang mewah (pexels.com/Antony Trivet)

Shanghai, kota dengan produk domestik bruto terbesar di China dan pusat bisnis asing, menghadapi dampak negatif dari wabah COVID-19 di China musim semi ini. Wabah ini adalah yang terburuk di negara itu sejak pandemik pertama kali melanda pada awal 2020.

Akibat kondisi itu, pemerintah kota itu meminta orang-orang untuk tinggal di rumah dan sebagian besar bisnis tutup selama dua bulan, sebelum melakukan pembukaan kembali pada 1 Juni.

“Masih ada ketidakpastian yang sangat tinggi tentang apa yang akan menjadi [tindakan] Covid di masa depan di China,” kata Kenneth Chow, kepala sekolah di Oliver Wyman, mengutip CNBC, Rabu (15/6/2022).

“Ada keraguan besar tentang apakah kepercayaan konsumen [dapat] pulih dengan cepat, seperti pada 2020 dan 2021,” tambahnya.

Baca Juga: 5 Rekomendasi Merek Celana Jeans Pria, Ada yang Lokal Juga!

3. Penjualan ritel China anjlok

Merek Mewah Pangkas Proyeksi Bisnis di China untuk Tahun Iniilustrasi barang mewah (unsplash.com/Nassim Boughazi)

Penjualan ritel China anjlok 11,1 persen pada April dari tahun lalu, setelah mencatatkan kenaikan 3,3 persen selama tiga bulan pertama tahun ini. Pengeluaran konsumen di China disebut tidak pernah sepenuhnya pulih dari fase awal pandemik, dan ketika COVID memasuki tahun ketiga, orang semakin khawatir tentang pendapatan di masa depan.

Tingkat pengangguran di 31 kota terbesar China melampaui level tertinggi 2020 mencapai 6,7 persen pada April. Angka ini adalah yang tertinggi sejak pencatatan dimulai pada 2018.

“Tampaknya kali ini, Gen Z yang makmur [berusia 25 atau lebih muda] mungkin bereaksi berbeda, terutama karena kurangnya keamanan kerja mungkin merupakan sesuatu yang harus mereka tangani untuk pertama kalinya,” kata laporan itu.

“Pandangan umum lainnya dari orang yang kami wawancarai adalah bahwa semakin lama pembatasan, semakin lama pemulihan yang akan datang akan berlangsung,” tambahnya.

Laporan juga menyebut bahwa di area yang tidak mengalami lockdown sekalipun, anekdot klien mengatakan lalu lintas di dalam toko turun lebih dari 50 persen, dan persentase pengunjung yang benar-benar melakukan pembelian turun hingga 30 persen.

Sementara untuk pertumbuhan di tahun depan, hanya 12 persen responden memprediksi bisnis China mereka tumbuh lebih dari 20 persen. Angka ini turun dari 40 persen responden sebelumnya.

“Merek rata-rata sekarang mengharapkan pertumbuhan 11 persen tahun depan dalam bisnis China daratan mereka, dengan hanya 6 persen tidak merencanakan pertumbuhan,” kata laporan itu.

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya