Negaranya Masih Kacau, Junta Myanmar Setujui Investasi Rp40 Triliun
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times – Penguasa militer Myanmar telah menyetujui investasi baru dalam sejumlah proyek senilai hampir 2,8 miliar dolar AS atau setara hampir sekitar Rp40 triliun.
Investasi itu termasuk pembangkit listrik gas alam cair (LNG) yang akan menelan biaya 2,5 miliar dolar AS, kata badan investasi negara itu, mengutip Channel News Asia, Minggu (9/5/2021).
Baca Juga: Dituduh Sebar Hoaks, Jurnalis Jepang Dituntut Junta Myanmar
1. Investasi lainnya
Menurut pernyataan di situs web Direktorat Investasi dan Administrasi Perusahaan, ada persetujuan untuk 15 proyek diberikan pada Jumat oleh Komisi Investasi Myanmar.
Selain pembangkit listrik untuk menghasilkan tenaga untuk kebutuhan lokal, proyek lain yang disetujui termasuk untuk peternakan, manufaktur dan sektor jasa, kata pernyataan itu.
2. Tiongkok investor terbesar Myanmar
Editor’s picks
Tidak ada rincian terkait perusahaan di balik proyek tersebut atau dari negara mana smua investasi itu berasal. Namun, investor terbesar di Myanmar dalam beberapa tahun terakhir adalah Tiongkok, Singapura dan Thailand meskipun sebagian besar investasi dari Singapura telah disalurkan dari tempat lain.
Sebagian besar tenaga listrik Myanmar saat ini dihasilkan dari proyek pembangkit listrik tenaga air. Tetapi LNG dipandang semakin penting bagi negara yang ekonominya telah berkembang pesat selama satu dekade reformasi demokrasi.
Baca Juga: LSM Sedunia Desak DK PBB Beri Sanksi Embargo Senjata ke Myanmar
3. Ekonomi Myanmar sedang kacau
Pengumuman itu muncul ketika sebagian besar ekonomi Myanmar dilumpuhkan oleh protes dan pemogokan sejak tentara merebut kekuasaan pada 1 Februari. Badan pemeringkat kredit internasional Fitch Solutions memperkirakan ekonomi akan berkontraksi sebesar 20 persen tahun ini.
United Nations Development Programme (UNDP) juga telah mewanti-wanti dalam laporan yang dirilis pada Jumat (30/4/2021) bahwa setengah dari populasi atau sekitar 25 juta warga Myanmar, akan jatuh miskin pada 2022 akibat pandemik COVID-19 dan krisis politik usai kudeta.
“COVID-19 dan krisis politik yang berlangsung menambah guncangan dan mendorong mereka yang paling rentan semakin (terperangkap) dalam kemiskinan. Pencapaian satu dekade transisi demokrasi, betapa pun tidak sempurnanya, akan terhapus dalam hitungan bulan,” kata Asisten Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan Direktur Regional UNDP untuk Asia dan Pasifik, Kanni Wignaraja, kepada Reuters.
Baca Juga: Junta Militer Myanmar Sebut 'Kabinet Tandingan' Sebagai Teroris