Perempuan Kehilangan Rp11.200 Triliun akibat COVID-19

Total itu lebih besar dari gabungan PDB 98 negara

Jakarta, IDN Times – Bukan lagi rahasia jika pandemik COVID-19 membawa dampak yang lebih besar pada perempuan baik dari segi kesehatan maupun ekonomi. Ini dikarenakan pandemik tersebut telah membuat banyak perempuan kehilangan pekerjaan, dan di saat yang sama juga harus menanggung lebih banyak beban pekerjaan rumah terkait pengasuhan dan pendidikan anak.

Menurut laporan baru dari Oxfam International, jika dihitung secara global, perempuan kehilangan setidaknya 800 miliar dolar Amerika Serikat (AS) pendapatan tahun lalu. Jumlah itu setara sekitar Rp11.200 triliun.

Jika dibandingkan dengan produk domestik bruto (PDB), maka total itu setara lebih dari gabungan PDB dari 98 negara. Total itu juga lebih besar dari kapitalisasi pasar Amazon tahun lalu yang senilai 700 miliar dolar AS dan lebih dari anggaran pertahanan terbesar di dunia yang dibelanjakan pemerintah AS pada 2020 yang mencapai hampir 721,5 miliar dolar AS, kata organisasi global itu.

Baca Juga: Cerita Menkeu AS tentang Perjuangan Berat Perempuan di Bidang Ekonomi

1. Pekerjaan perempuan diabaikan

Perempuan Kehilangan Rp11.200 Triliun akibat COVID-19ANTARA FOTO/Boyke Ledy Watra

Gabriela Bucher, direktur eksekutif Oxfam International, menyebut kejatuhan ekonomi dari pandemik COVID-19 yang berdampak lebih keras pada perempuan itu menyebar di berbagai sektor. Umumnya di sektor-sektor yang menawarkan upah rendah, sedikit tunjangan dan pekerjaan yang paling tidak aman.

Namun sayangnya, pemerintah mengabaikan masalah ini sehingga menimbulkan kerugian yang sangat besar tersebut.

“Alih-alih memperbaiki kesalahan itu, pemerintah memperlakukan pekerjaan perempuan sebagai hal yang dapat diabaikan - dan itu telah mengakibatkan kerugian setidaknya 800 miliar dolar AS dalam bentuk upah yang hilang bagi mereka yang bekerja secara formal,” kata Bucher, mengutip CNN, Kamis (29/4/2021).

Oxfam International mengatakan total kehilangan pendapatan itu sebagai perkiraan konservatif yang tidak memperhitungkan upah yang hilang dari jutaan perempuan yang bekerja di sektor ekonomi informal. Pekerjaan dalam sektor ini termasuk pekerja rumah tangga, pedagang pasar, dan pekerja garmen.

“COVID-19 telah memberikan pukulan telak pada keuntungan baru-baru ini bagi perempuan di dunia kerja,” kata Bucher.

2. Ada 64 juta pekerjaan perempuan yang hilang tahun lalu

Perempuan Kehilangan Rp11.200 Triliun akibat COVID-19Ilustrasi pekerja pabrik. ANTARA FOTO/Siswowidodo

Menurut Oxfam, dalam skala global, perempuan menyumbang lebih dari 64 juta pekerjaan yang hilang tahun lalu. Itu setara 5 persen dari semua pekerjaan yang dipegang oleh perempuan, dibandingkan dengan hilangnya 3,9 persen untuk pria.

Pukulan balik ekonomi dari kerugian tersebut bahkan lebih dahsyat akibat adanya ketidaksetaraan sejak lama.

“Kami menghadapi krisis ketidaksetaraan sebelum tahun 2020 dan itu sekarang meledak. Itu sebagai akibat dari kurangnya perhatian pada pembuatan kebijakan yang sensitif gender dan membiarkan perempuan sendirian untuk mengatasi krisis ini dan untuk menyerap kegagalan sistemik yang telah membawa kita sampai titik ini,” kata Mara Bolis, direktur asosiasi Pemberdayaan Ekonomi Perempuan di Oxfam America.

Baca Juga: Para Perempuan Millennials Pembawa Perubahan

3. Dampak jangka panjang

Perempuan Kehilangan Rp11.200 Triliun akibat COVID-19- Forum Jurnalis Perempuan Indonesia (FJPI) Sumut bersama Perhimpunan Pengembangan Media Nusantara (PPMN) menggelar workshop bertema Pemberitaan Perempuan dan HIV/AIDS. (IDN Times/Indah Permata Sari)

Dampak drastis dari pandemik pada perempuan juga disebutnya dapat memiliki konsekuensi jangka panjang karena sebelum pandemik mewabah, perempuan telah mengalami ketidaksetaraan yang luas dalam hal upah dan pekerjaan.

Perempuan, di seluruh dunia hanya mendapatkan 77 sen per setiap dolar yang dihasilkan pria, menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Serangan krisis virus corona saat ini memperburuk ketidaksetaraan gender dan dapat membuat kesenjangan upah gender semakin buruk.

“Butuh krisis untuk membuat yang tak terlihat jadi terlihat,” kata Bolis.

Sebagai salah satu solusi, Bucher mengatakan bahwa pemulihan ekonomi yang adil dan berkelanjutan akan dapat meringankan beban perempuan.

“Pemulihan ekonomi yang adil dan berkelanjutan adalah salah satu yang mendukung pekerjaan perempuan dan pekerjaan perawatan tidak berbayar melalui jaring pengaman sosial yang kuat dan infrastruktur perawatan yang dinamis,” kata Bucher. “Pemulihan dari COVID-19 tidak mungkin dilakukan tanpa pemulihan perempuan."

Topik:

  • Umi Kalsum
  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya