Setiap Tahun, 745 Ribu Orang Meninggal gara-gara Kelamaan Kerja

Angka ini merupakan hasil penelitian WHO dan ILO

Jakarta, IDN Times – Jam kerja yang panjang membunuh ratusan ribu orang di seluruh dunia setiap tahunnya, menurut temuan dari sebuah studi yang dilakukan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan Organisasi Perburuhan Internasional (ILO).

Dalam penelitian bersama oleh badan kesehatan masyarakat dan ketenagakerjaan global itu, WHO dan ILO memperkirakan ada 745 ribu kematian akibat stroke dan penyakit jantung iskemik pada tahun 2016. Itu berarti ada peningkatan sebesar 29 persen sejak tahun 2000.

Studi yang diterbitkan dalam jurnal Environment International pada Senin (17/5/2021) itu adalah analisis global pertama tentang hilangnya nyawa dan kesehatan yang terkait dengan jam kerja yang panjang.

Baca Juga: WHO Beri Izin Vaksin COVID-19 Sinopharm Tiongkok

1. Jumlah orang yang meninggal akibat terlalu lama bekerja terus meningkat

Setiap Tahun, 745 Ribu Orang Meninggal gara-gara Kelamaan KerjaIlustrasi Work From Home (IDN Times/Arief Rahmat)

Mengutip CNBC, WHO dan ILO memperkirakan bahwa 398 ribu orang meninggal karena stroke dan 347 ribu orang karena penyakit jantung pada 2016 akibat bekerja setidaknya 55 jam seminggu. Antara 2000 sampai 2016, jumlah kematian akibat penyakit jantung akibat jam kerja yang panjang meningkat sebesar 42 persen, dan akibat stroke sebesar 19 persen.

Studi tersebut menyimpulkan bahwa bekerja 55 jam atau lebih per minggu dikaitkan dengan perkiraan risiko stroke 35 persen lebih tinggi dan risiko kematian akibat penyakit jantung iskemik 17 persen lebih tinggi, dibandingkan bekerja 35-40 jam seminggu.

Pada 2016, 488 juta orang di seluruh dunia terpapar jam kerja panjang lebih dari 55 jam seminggu, menurut perkiraan WHO dan ILO.

2. Lebih banyak pria yang memiliki jam kerja panjang

Setiap Tahun, 745 Ribu Orang Meninggal gara-gara Kelamaan KerjaIlustrasi Work From Home (IDN Times/Arief Rahmat)

Menurut WHO pada Senin, beban penyakit terkait pekerjaan ditemukan sangat signifikan pada pria, di mana ada 72 persen kematian terjadi di antara pria. Kasus ini juga sangat umum ditemukan pada orang yang tinggal di Pasifik Barat (yang termasuk Tiongkok, Korea Selatan, Australia dan Jepang) dan kawasan Asia Tenggara, dan pekerja paruh baya atau yang lebih tua.

“Sebagian besar kematian yang tercatat terjadi di antara orang yang meninggal pada usia 60-79 tahun, yang telah bekerja selama 55 jam atau lebih per minggu antara usia 45 sampai 74 tahun,” jelas organisasi itu.

“Dengan jam kerja yang panjang sekarang diketahui bertanggung jawab atas sekitar sepertiga dari total perkiraan beban penyakit terkait pekerjaan, hal ini ditetapkan sebagai faktor risiko dengan beban penyakit akibat kerja terbesar.”

Studi WHO-ILO itu mencakup analisis terhadap 37 studi tentang penyakit jantung iskemik dan 22 studi tentang stroke serta data dari lebih dari 2.300 survei yang dikumpulkan di 154 negara dari tahun 1970-2018.

Baca Juga: Kasus Ketenagakerjaan di Sidang ILO Ditutup, Kemnaker: Alhamdulillah!

3. Tren yang mengkhawatirkan

Setiap Tahun, 745 Ribu Orang Meninggal gara-gara Kelamaan KerjaIlustrasi Bekerja (IDN Times/Sukma Shakti)

Meskipun studi tersebut tidak mencakup periode pandemik, temuan tersebut muncul pada saat jumlah orang yang bekerja dengan jam kerja panjang meningkat, dan saat ini mencapai 9 persen dari total populasi secara global, kata WHO.

“Tren ini menempatkan bahkan lebih banyak orang yang berisiko mengalami kecacatan terkait pekerjaan dan kematian dini,” ujarnya.

Pandemik virus corona juga membawa dampak besar pada konteks jam kerja, di mana WHO telah memperingatkan bahwa pandemik mempercepat perkembangan yang dapat mendorong tren peningkatan waktu kerja.

Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus mengatakan teleworking telah menjadi norma di banyak industri, seringkali mengaburkan batasan antara rumah dan pekerjaan. Selain itu, banyak bisnis terpaksa mengurangi atau menghentikan operasi untuk menghemat uang.

"Dan orang-orang yang masih dalam daftar gaji akhirnya bekerja lebih lama," kata Tedros.

"Tidak ada pekerjaan yang sebanding dengan risiko stroke atau penyakit jantung. Pemerintah, pengusaha dan pekerja perlu bekerja sama untuk menyepakati batasan untuk melindungi kesehatan pekerja,” tambahnya.

WHO merekomendasikan agar pemerintah memperkenalkan, menerapkan, dan menegakkan hukum, peraturan, dan kebijakan yang melarang lembur wajib dan memastikan batas maksimum waktu kerja, dan menyarankan agar karyawan dapat berbagi jam kerja untuk memastikan bahwa jumlah jam kerja tidak naik di atas 55 jam atau lebih per minggu.

Baca Juga: WHO: Bekerja 55 Jam per Minggu Bisa Sebabkan Kematian

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya