Ternyata Pengiriman Global Sudah Kacau Sebelum Terusan Suez Terblokir

Kini dampaknya menambah kekacauan

Jakarta, IDN Times – Salah satu jalur perdagangan paling vital di dunia, Terusan Suez, sempat tertutup oleh kapal kontainer raksasa, Ever Given, selama hampir sepekan. Insiden ini menyebabkan kemacetan di laut, dengan lebih dari 200 kapal dilaporkan harus mengalami penundaan perjalanan.

Menurut CNN, hingga Jumat 26 Maret 2021 lalu, ada sekitar 237 kapal, termasuk tanker minyak dan puluhan kontainer, menunggu untuk transit di kanal yang menangani sekitar 12 persen perdagangan global itu.

Dampak dari kekacauan ini diyakini akan membutuhkan waktu berminggu-minggu untuk dapat diselesaikan.

"Ada konvergensi kendala besar dalam rantai pasokan yang belum pernah saya lihat sebelumnya," kata Bob Biesterfeld, CEO C.H. Robinson, salah satu perusahaan logistik terbesar di dunia.

Kemacetan yang tersebar luas juga mempengaruhi transportasi melalui udara, laut dan jalan, lanjut Biesterfeld kepada CNN Business dalam sebuah wawancara. "Ini benar-benar belum pernah terjadi sebelumnya."

Namun ternyata bahkan sebelum kekacauan terjadi akibat kandasnya kapal Ever Given di Terusan Suez, sistem pengiriman global sudah cukup kacau.

Baca Juga: Kapal Ever Given Mengapung Lagi tapi Dampaknya Bakal Panjang 

1. Biaya pengiriman terus melonjak

Ternyata Pengiriman Global Sudah Kacau Sebelum Terusan Suez TerblokirKapal Ever Given (Vesselfinder)

Lebih dari 80 persen perdagangan global berdasarkan volume dilakukan melalui laut, dan gangguan tersebut menambah miliaran dolar untuk biaya rantai pasokan. Secara global, biaya rata-rata untuk mengirimkan peti kemas 40 kaki melonjak dari 1.040 dolar Amerika Serikat (AS) Juni lalu menjadi 4.570 dolar AS pada 1 Maret, menurut S&P Global Platts.

Biaya itu terus bertambah. Pada Februari 2021, biaya pengiriman peti kemas untuk impor barang AS melalui laut mencapai US$5,2 miliar, dibandingkan dengan US$2 miliar selama bulan yang sama pada 2020, menurut S&P Global Panjiva.

Peningkatan pengeluaran ini pada akhirnya akan membuat harga jual pada konsumen menjadi lebih tinggi, mendorong naiknya inflasi.

"Saat ini banyak dari biaya ini berada dalam rantai pasokan. Saya pikir tidak dapat dihindari, itu akan diteruskan ke konsumen, hanya akan memakan waktu," kata Chris Rogers, analis riset di S&P Global Panjiva.

2. Terdampak COVID-19

Ternyata Pengiriman Global Sudah Kacau Sebelum Terusan Suez TerblokirKapal Ever Given yang terjebak di Terusan Suez pada pekan lalu. (Twitter.com/ballantine70)

Virus corona yang pertama kali ditemukan pada Desember 2019 juga mendatangkan malapetaka pada rantai pasokan global 2020 lalu, karena lockdown sementara memaksa banyak pabrik ditutup dan mengganggu aliran perdagangan normal.

Kegiatan ekonomi juga melambat secara dramatis pada awal pandemik, dan pada saat yang sama terjadi lonjakan cepat dalam volume perdagangan di berbagai negara, termasuk AS. Itu membuat para pedagang yang tidak siap menjadi kewalahan.

"Setahun lalu, perdagangan global melambat saat pandemi COVID-19 pertama kali melanda Tiongkok, kemudian menyebar ke seluruh dunia," kata Gene Seroka, direktur eksekutif di Port of Los Angeles, dalam sebuah presentasi bulan ini.

"Hari ini, kita berada di bulan ketujuh dari lonjakan impor bersejarah, didorong oleh permintaan yang belum pernah terjadi sebelumnya oleh konsumen Amerika," lanjutnya.

Impor lewat laut AS hampir 30 persen lebih tinggi pada Februari dibandingkan bulan yang sama tahun lalu dan 20 persen naik pada Februari 2019, menurut S&P Global Panjiva.

Baca Juga: Sejarah Terusan Suez, Tempat Kandasnya Kapal Ever Given

3. Kekurangan peti kemas

Ternyata Pengiriman Global Sudah Kacau Sebelum Terusan Suez TerblokirTanjung Perak. ANTARA FOTO/Didik Suhartono

Lonjakan impor di Amerika Serikat dan wilayah lain telah menyebabkan kekurangan peti kemas di seluruh dunia. Segala sesuatu mulai dari mobil dan mesin hingga pakaian jadi dan kebutuhan pokok konsumen lainnya dikirim dalam kotak logam ini.

Pabrik-pabrik yang membuat peti kemas sebagian besar berada di Tiongkok dan banyak dari mereka tutup di awal pandemik. Hal ini telah memperlambat laju pengiriman, menurut Rogers.

Namun pada suatu titik, dunia juga menghadapi penumpukan kontainer khusus akibat banyaknya pembatalan pelayaran di tengah lockdown yang diterapkan negara-negara di dunia pada 2020 lalu. Berhentinya pengiriman telah menyebabkan tidak terpenuhinya permintaan di Eropa dan Amerika Utara untuk barang-barang buatan Asia.

Hapag-Lloyd, salah satu lini pengiriman peti kemas terbesar di dunia, telah mengerahkan sekitar 52 kapal tambahan hanya untuk memindahkan ratusan ribu peti kemas kosong ke tempat yang paling mereka butuhkan. Di masa yang lebih normal, jumlahnya hanya kurang dari 10.

"Itu pada kenyataannya tentang sebuah kapal dalam seminggu yang melakukan tidak lebih dari memindahkan kontainer kosong," kata CEO Rolf Habben Jansen kepada investor melalui telepon pekan lalu.

Baca Juga: Sejarah Terusan Suez, Tempat Kandasnya Kapal Ever Given

Topik:

  • Satria Permana

Berita Terkini Lainnya