Top! Startup Teknologi Asia Tenggara Bisa Capai Valuasi US$1 Triliun

Dari 31 perusahaan rintisan dengan valuasi minimum US$250

Jakarta, IDN Times – Valuasi gabungan dari perusahaan rintisan (startup) teknologi Asia Tenggara bisa mencapai 1 triliun dolar Amerika Serikat (AS) atau sekitar Rp14.500 triliun pada 2025. Angka ini perupakan prediksi dari perusahaan modal ventura Jungle Ventures.

Jungle Ventures mengatakan perusahaan rintisan teknologi Asia Tenggara sebelumnya memiliki valuasi gabungan sebesar 340 miliar dolar AS tahun lalu.

Baca Juga: Keren, Ini 5 Startup Indonesia yang Bergerak di Bidang Perikanan!

1. Prediksi Jungle Ventures

Top! Startup Teknologi Asia Tenggara Bisa Capai Valuasi US$1 TriliunIlustrasi Bisnis. (IDN Times/Aditya Pratama)

Dalam perhitungannya, perusahaan modal ventura Asia Tenggara itu melihat informasi yang tersedia untuk umum tentang 31 perusahaan rintisan dengan valuasi minimum 250 juta dolar AS. Jungle Ventures juga membuat ketentuan untuk memperhitungkan sejumlah masalah seperti banyak transaksi modal ventura yang tidak diungkapkan kepada publik.

Berdasarkan itu, Amit Anand, mitra pendiri Jungle Ventures mengatakan kepada CNBC bahwa jumlah valuasi gabungan tahun lalu sebenarnya berpotensi jauh lebih besar dari 340 miliar dolar AS.

“Saya sedikit terkejut, tetapi kemudian juga tidak,” katanya.

“Kami telah melakukan perhitungan kasar sehingga tidak sulit untuk membayangkan ada lebih banyak data yang tidak kami lihat, dalam hal putaran yang tidak diumumkan atau perusahaan yang masih di bawah radar,” tambahnya.

Ia juga mengatakan yakin angkanya bisa mencapai berkali-kali lipat dalam empat tahun ke depan.

“Jika Anda melihat tingkat pertumbuhan 3 hingga 5 tahun terakhir di Asia Tenggara, jika terus berlanjut, Anda akan menuju satu triliun dolar bahkan sebelum 2025,” jelas Anand.

2. Potensi Asia Tenggara

Top! Startup Teknologi Asia Tenggara Bisa Capai Valuasi US$1 TriliunIlustrasi Bisnis. (IDN Times/Aditya Pratama)

Asia Tenggara adalah rumah bagi sekitar 400 juta pengguna internet dan 10 persen dari mereka online untuk pertama kalinya pada 2020.

Ekonomi internet di Singapura, Malaysia, Indonesia, Filipina, Vietnam, dan Thailand (negara-negara dengan ekonomi terbesar di kawasan ini) diperkirakan akan melampaui 300 miliar dolar AS pada tahun 2025, menurut laporan industri yang sering dikutip dari Google, Temasek Holdings dan Bain & Company.

Selain itu, opsi pendanaan yang tersedia untuk perusahaan rintisan di kawasan ini diyakini akan melimpah karena investor, termasuk ekuitas swasta, banyak mengucurkan dana. Start-up Asia Tenggara dilaporkan mengumpulkan rekor pendanaan 6 miliar dolar AS dalam tiga bulan pertama tahun ini.

Anand menjelaskan bahwa hal ini terjadi karena investor mencari “percepatan pertumbuhan” dalam investasi mereka. Ia juga menyebut bahwa lingkungan start-up di kawasan ini telah banyak belajar dari keberhasilan dan kegagalan rekan-rekan mereka di AS, Tiongkok, dan India.

Baca Juga: Cuan dari Keringat di Lapangan, Begini Kisah Sukses CEO Startup Gelora

3. Banyak startup berencana go public

Top! Startup Teknologi Asia Tenggara Bisa Capai Valuasi US$1 TriliunIlustrasi saham (ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto)

Sejumlah perusahaan rintisan terkemuka di kawasan ini sedang dalam proses go public, dan beberapa di antaranya telah mengumumkan rencana penawaran umum perdana (IPO) blockbuster.

Perusahaan berbagi kendaraan Grab mengumumkan pada April bahwa mereka akan go public melalui merger SPAC senilai 39,6 miliar dolar AS, salah satu kesepakatan cek kosong (blank-check) terbesar yang pernah ada. Raksasa teknologi Indonesia yang baru merger, GoTo Group, juga berencana untuk segera go public.

Perusahaan real estat yang berbasis di Singapura, PropertyGuru, juga dilaporkan akan go public melalui merger SPAC sementara perusahaan e-commerce Indonesia Bukalapak sudah melenggang di bursa sejak Jumat.

“Saya pikir ada banyak selera di pasar IPO,” kata Anand, seraya menambahkan bahwa investor mencari perusahaan, industri, dan teknologi baru yang dapat menghasilkan pengembalian ekstra dari pasar.

“Saya pikir mereka sedikit kecewa dengan arah pasar SPAC, jadi, mereka hanya akan lebih kritis terhadap perusahaan target yang akan mendaftar sekarang,” tambahnya.

Baca Juga: Siap-Siap! BEI Beri Sinyal GoTo IPO Tahun Ini

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya