UMKM Indonesia Masih Andalkan Teman dan Keluarga untuk Pinjaman

Penyebabnya adalah proses pinjaman yang rumit

Jakarta, IDN Times – Lebih dari separuh (55 persen) usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di Indonesia terbukti tidak dapat memperoleh pendanaan yang memadai (jika memang ada) pada setidaknya satu atau lebih kesempatan dalam lima tahun terakhir.

Angka ini bahkan melonjak hingga lebih dari dua pertiga (67 persen) untuk kawasan Asia Pasifik secara umum, menurut laporan baru dari platform perbankan cloud Mambu.

“Lebih dari separuh (57 persen) UMKM Indonesia terpaksa mengandalkan modal pinjaman dari teman dan keluarga, dan 41 persen menggunakan dana pribadi dalam memulai bisnis mereka,” menurut pernyataan yang diterima IDN Times, Selasa (15/3/2022).

Baca Juga: 6 Tips Meningkatkan Penjualan Usaha Ikan Hias bagi Pelaku UMKM

1. Alasan utama dalam berganti pemberi pinjaman

UMKM Indonesia Masih Andalkan Teman dan Keluarga untuk PinjamanIlustrasi UMKM. (IDN Times/Aditya Pratama)

Laporan menyebut bahwa sari total UMKM yang tidak dapat memperoleh dana usaha yang cukup, 37 persen mengalami kesulitan arus kas, 37 persen tidak dapat meluncurkan produk atau layanan baru, dan 35 persen kesulitan mengangsur kembali pinjaman kepada kreditur.

Temuan Mambu itu diperoleh di tengah-tengah peningkatan jumlah institusi kredit alternatif, di saat UMKM melirik bank-bank dan fintech nonkonvensional untuk mengatasi kendala umum. Laporan juga menemukan bahwa peluang masuknya pemain baru terbuka lebar karena mayoritas (93 persen) UMKM Indonesia mengaku siap berganti pemberi pinjaman untuk mendapatkan kemudahan modal pinjaman.

Menurut laporan itu, hampir separuh (49 persen) dari UMKM Indonesia menyebutkan manfaat dan insentif pinjaman yang lebih baik sebagai alasan utama dalam berganti pemberi pinjaman.

“Sementara itu, 47 persen siap berganti ke opsi keuangan yang lebih baik dan 33 persen lebih memilih layanan pinjaman digital yang lebih baik, seperti menggunakan aplikasi seluler untuk mengelola proses peminjaman,” jelasnya.

Baca Juga: Kisah Rohayati, Buka UMKM Untuk Jauhkan Pedagang dari Tukang Kredit

2. UMKM tulang punggung ekonomi RI

UMKM Indonesia Masih Andalkan Teman dan Keluarga untuk PinjamanIlustrasi UMKM. (IDN Times/Aditya Pratama)

Myles Bertrand, Managing Director APAC di Mambu, mengatakan bahwa UMKM menjadi tulang punggung perekonomian Indonesia, yang menyumbang hampir 60 persen produk domestik bruto (PDB) nasional dan menyerap tenaga kerja Indonesia sebesar 97 persen.

“Indonesia menjadi lahan subur bagi 62 juta lebih usaha mikro, kecil, dan menengah, di mana hampir 99 persen di antaranya masuk dalam kategori usaha mikro,” jelas Bertrand.

Akan tetapi, Bertrand menyebut akses dana usaha ternyata menjadi kendala besar bagi UMKM. Menurutnya, hal ini tampaknya terjadi karena industri pinjaman dana usaha tidak mengikuti kemajuan teknologi seperti di bidang-bidang bisnis dan keuangan lainnya.

“Jika pemberi pinjaman ingin menarik perhatian pangsa pasar UMKM Indonesia, mereka mesti melakukan modernisasi proses pemberian pinjaman dan menerapkan teknologi baru dalam menyediakan solusi pinjaman yang bersifat personal, sederhana, dan mudah diakses. Dengan layanan pinjaman digital yang lebih baik, proses pengambilan keputusan dan pengurusan pinjaman pun akan menjadi lebih cepat. Artinya, dana usaha bisa langsung cair saat pemilik bisnis benar-benar membutuhkannya,” jelasnya.

Baca Juga: 3 Tips Ampuh agar Pengajuan KUR bagi UMKM Diterima

3. Temuan lainnya

UMKM Indonesia Masih Andalkan Teman dan Keluarga untuk PinjamanIlustrasi UMKM. (IDN Times/Aditya Pratama)

Ia juga mengatakan bahwa lembaga keuangan harus kreatif dan melakukan terobosan besar dalam mengatasi proses pengajuan pinjaman yang ribet dan berbelit. Temuan penelitian mengungkapkan bahwa durasi pengajuan pinjaman menjadi faktor utama yang mempengaruhi pemilik usaha kecil dalam memilih pemberi pinjaman.

Meskipun suku bunga rendah menjadi pertimbangan utama bagi 95 persen UMKM dalam proses pengambilan keputusan, 93 persen juga menghendaki proses pengajuan pinjaman yang cepat, dan 86 persen menginginkan jadwal pelunasan yang berjangka waktu lama.

Terkait dengan perbaikan proses pengajuan pinjaman, 92 persen UMKM Indonesia menginginkan proses keputusan pinjaman yang lebih cepat, 90 persen tertarik dengan persyaratan agunan yang ringan atau bahkan tanpa agunan, dan 89 persen menghendaki syarat pinjaman yang lebih fleksibel.

Menanggapi temuan ini, Richard Lim, CEO Retail Economics, mengatakan bahwa pandemik telah memicu perubahan besar dalam cara orang-orang bekerja, bermain, dan berbelanja sehingga mempercepat demokratisasi digital. Akibatnya juga masih terasa di tengah-tengah masyarakat. Namun, sayangnya akses ke modal usaha memiliki laju digitalisasi yang sangat lambat.

“Pelaku bisnis yang berusaha meningkatkan skala usahanya dengan cepat dan juga cekatan dalam menangkap peluang, sering kali terbentur oleh proses pengajuan pinjaman yang berbelit-belit dan menguras tenaga,” katanya.

“Proses pemberian pinjaman saat ini yang lamban dan tidak efisien, tidak lagi cocok dengan tren digital saat ini yang bergerak pesat dan dinamis,” imbuhnya.

Menurut laporan, kendala paling umum di seluruh dunia dalam mendapatkan dana usaha di kalangan UKM adalah modal awal yang tidak memadai (30 persen), urusan birokrasi dan administrasi dalam proses peminjaman yang bertele-tele (28 persen), dan arus kas yang tidak dipertimbangkan secara matang (27 persen).

Topik:

  • Vanny El Rahman
  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya