Uni Eropa Siap Embargo Minyak saat Rusia-China Makin Erat
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times – Menteri Ekonomi Jerman Robert Habeck mengatakan Uni Eropa (UE) kemungkinan akan menyetujui embargo impor minyak Rusia dalam beberapa hari mendatang. Hal itu ia sampaikan di saat hubungan ekonomi Rusia dengan China meningkat di tengah tekanan dari Barat atas invasinya ke Ukraina.
“Kami akan mencapai terobosan dalam beberapa hari,” kata Habeck, dikutip dari Al-Jazeera, Rabu (25/5/2022).
Baca Juga: Uni Eropa Janji Gak Akan Tinggalkan Ukraina Tanpa Senjata dan Uang
1. Permintaan Ukraina
Pada Senin, Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy mengatakan kepada para pemimpin bisnis global di Davos bahwa dunia harus meningkatkan sanksi terhadap Rusia untuk mencegah negara lain menggunakan kekuatan yang kasar untuk mencapai tujuan mereka.
Banyak dari 27 negara anggota UE sangat bergantung pada energi Rusia, memicu kritik dari Ukraina bahwa blok tersebut tidak bergerak cukup cepat untuk menghentikan pasokan.
Baca Juga: Uni Eropa Akan Sita Aset Rusia dan Dijual untuk Pembangunan Ukraina
2. Proposal AS dan Eropa
Editor’s picks
Habeck lebih lanjut mengungkapkan bahwa Komisi Eropa dan Amerika Serikat (AS) bekerja secara paralel mengenai proposal untuk membatasi harga minyak global. “Ini jelas merupakan tindakan yang tidak biasa, tetapi ini adalah waktu yang tidak biasa,” katanya.
Tekanan untuk rusia bukan hanya datang dari sisi energi. Berbagai perusahaan Barat juga turut memberikan tekanan, di mana pada Senin rantai kopi AS Starbucks menjadi yang terbaru yang menarik diri dari negara itu.
Baca Juga: Uni Eropa Janji Suntik Dana jika Hungaria Setuju Embargo Migas Rusia
3. Rusia sebut Barat diktator
Sebelumnya Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov mengatakan Kremlin akan fokus pada pengembangan hubungan dengan China karena hubungan ekonomi dengan AS dan Eropa terputus.
“Jika mereka (Barat) ingin menawarkan sesuatu dalam hal melanjutkan hubungan, maka kami akan mempertimbangkan dengan serius apakah kami akan membutuhkannya atau tidak,” katanya dalam sebuah pidato, menurut transkrip di situs web kementerian luar negeri.
“Sekarang Barat telah mengambil ‘posisi diktator’, hubungan ekonomi kita dengan China akan tumbuh lebih cepat,” tambahnya.