Soal Sinyal Krisis Ekonomi Global, Begini Kata Ekonom Peraih Nobel

Katanya sih ada kemiripan saat 1990-an

Sejak awal Mei 2018, kondisi nilai tukar rupiah Indonesia dinilai mengkhawatirkan, karena sering melemah. Meskipun faktanya banyak ahli yang berspekulasi kondisi ini hanya sementara. Tak hanya Indonesia, lemahnya mata uang juga terjadi di beberapa negara, seperti India, Filipina, Rusia, dan sebagainya.

1. Faktor melemahnya nilai tukar rupiah

Soal Sinyal Krisis Ekonomi Global, Begini Kata Ekonom Peraih NobelANTARA FOTO/Yudhi Mahatma

Banyak faktor yang menyebabkan hal tersebut terjadi, seperti dampak dari kenaikan suku bunga acuan The Fed. Selain itu, ada kenaikan harga minyak dunia yang membuat tekanan impor minyak dan gas (migas) di dalam negeri meningkat.

Sementara dari dalam negeri, neraca pembayaran yang mengalami tekanan akibat defisit neraca pembayaran dan investasi di sektor portofolio. Menurut mantan Gubernur Bank Indonesia, Agus Martowodjo, ketahanan ekonomi Indonesia saat ini menghadapi pasar global lebih kuat dibandingkan kondisi pada 1998 dan 2008.

2. Apakah akan terjadi krisis ekonomi layaknya 1998 silam?

Soal Sinyal Krisis Ekonomi Global, Begini Kata Ekonom Peraih Nobelbizpacreview.com

Profesor dari Universitas Princenton, Paul Krugman, juga mulai mengeluarkan opininya mengenai masalah yang terjadi pada keuangan global. Krugman merupakan seorang ekonom yang telah mendapatkan penghargaan Nobel Ekonomi untuk teori perdagangan internasional.

Bersama dengan kontingen para ekonom dan manajer keuangan dari Carmen Reinhart, Krugman menjelaskan adanya kemiripan krisis keuangan Asia pada akhir 1990-an. Saat itu, saham-saham negara berkembang turun 59 persen dan pemerintah menaikkan suku bunga ke tingkat yang sangat tinggi.

Baca juga: Biar Bisa Disebut Kaya, Berapa Uang yang Harus Kita Miliki?

"Setidaknya kita bisa membayangkan krisis klasik pada 1997-1998 untuk menguatkan diri sendiri. Krisis yang membuat tekanan pada ekonomi, menyebabkan penurunan lebih lanjut dalam mata uang," tulisnya di akun Twitternya.

Menurut Krugman, hal ini bisa menjadi tanda peringatan lima tahun dari taper tantrum. Sebuah kebijakan moneter Amerika Serikat pada 2013 yang langsung memukul kurs sejumlah negara berkembang. Meskipun masih abu-abu, Krugman menyatakan bahwa belum ada tanda krisis keuangan global yang parah layaknya di 1998.

3. Bisakah kurs rupiah kembali menguat lagi?

Soal Sinyal Krisis Ekonomi Global, Begini Kata Ekonom Peraih Nobelrawpixel.com

Seperti yang disinggung di atas, kurs rupiah sangat bergantung dengan perkembangan ekonomi di negara maju. Menurut analisis Monex Investindo, Putu Agus Prasuanmitra, rupiah bisa mendapat sentimen positif jika Presiden Trump bakal mencabut tarif impor Amerika yang dapat memicu perang dagang global.

Hal itu bisa terjadi jika Amerika berhasil mencapai kesepakatan perjanjian perdagangan bebas Amerika Utara (NAFTA). Selain itu, kita harus bersiap dengan kenaikan BI 7-Days Repo Rate dari 4,25 persen menjadi 4,5 persen.

Menurut Ekonom Samuel Aset Manajemen, Lana Soelistianingsih, kemungkinan tersebut akan terjadi pada Juni mendatang. Hal ini untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah. Apalagi menurutnya, pemerintah berencana untuk tidak menaikkan harga bahan bakar minyak.

Baca juga: Daya Saing Indonesia di Mata Dunia Turun, Ini Penyebabnya

Topik:

Berita Terkini Lainnya