Besar Mana Nominal Pencairan JHT dan JKP? Ini Hitungan Pemerintah
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Menteri Koordinator bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto telah memastikan pekerja atau buruh yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) bisa memanfaatkan program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP). Dengan JKP, pekerja atau buruh yang terkena PHK bisa mendapatkan uang dari pemerintah selama enam bulan setelah masa PHK.
Dengan begitu, pekerja atau buruh tersebut tak perlu mencairkan Jaminan Hari Tua (JHT) ketika terkena PHK. Selain itu, beleid yang baru dari pemerintah ata Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 2 Tahun 2022 menyatakan JHT baru bisa dicairkan ketika masuk pensiun atau telah berusia 56 tahun.
"Klaim JKP efektif per 1 Februari 2022 ini mulai diberlakukan dan JKP ini merupakan perlindungan jangka pendek bagi pekerja atau buruh karena langsung dapat manfaat seketika saat berhenti bekerja," kata Airlangga, dalam keterangan persnya yang disiarkan langsung di kanal YouTube Sekretariat Presiden, Senin (14/2/2022).
1. Simulasi perhitungan uang yang diperoleh pekerja dari program JKP
Airlangga kemudian memaparkan simulasi perhitungan uang yang bisa diterima pekerja atau buruh dari program JKP. Dalam peraturannya, JKP diberikan sebesar 45 persen dari total upah selama bulan pertama hingga ketiga dan 25 persen total upah pada bulan keempat hingga keenam.
"Sebagai contoh rata-rata mendapatkan PHK di tahun kedua itu dengan gaji misalnya sebesar Rp5 juta maka akan diberikan 45 persen dari Rp5 juta adalah Rp2.250.000, kemudian dikali tiga bulan berarti Rp6.750.000. Sementara bulan keempat sampai keenam adalah 25 persen dari 5 juta atau Rp1.250.000, dikali tiga adalah Rp3.750.000 sehingga mendapatkan total Rp10,5 juta," tutur dia.
Baca Juga: Klaim Program JKP Sudah Bisa Dilakukan Mulai 1 Februari 2022
2. Perolehan JHT dengan mekanisme peraturan lama
Editor’s picks
Dalam kesempatan tersebut, Airlangga juga turut memaparkan perolehan JHT dengan mekanisme lama dari Permenaker Nomor 19 Tahun 2015.
Berdasarkan peraturan tersebut, pekerja atau buruh yang terkena PHK mendapatkan JHT senilai 5,7 persen dari upahnya. Angka tersebut diperoleh dari 3,7 persen dibayarkan oleh pemberi usaha dan dua persen sisanya dari pekerja atau buruh.
"Misalnya dari gaji Rp5 juta. 5,7 persennya itu Rp285 ribu dikali 24 bulan jadi sebesar Rp6,84 juta dan tambahan 5 persen pengembangan selama dua tahun sebesar Rp350 ribu sehingga mendapatkan Rp7,190 juta. Dengan demikian, secara efektif regulasi ini memberikan Rp10,5 juta dibandingkan Rp7,19 juta," tutur Airlangga.
3. Alasan pemerintah menahan JHT hingga usia pensiun
Airlangga pun kemudian menjelaskan alasan di balik keputusan pemerintah menahan pencairan JHT yang hanya bisa dilakukan ketika memasuki usia pensiun atau 56 tahun.
Menurut dia, hal itu dilakukan pemerintah agar pekerja atau buruh yang terkena PHK bisa mendapatkan manfaat JHT lebih besar dari sebelumnya.
"Dengan adanya Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 tersebut, akumulasi iuran dan manfaat akan diterima lebih besar jika peserta mencapai usia pensiun di usia 56 tahun," kata Airlangga.
Baca Juga: JHT Ditahan Sampai Usia 56 Tahun, Airlangga: Kalau PHK kan Ada JKP