Cukai Rokok Naik Tahun Depan, Asosiasi: Industri Makin Menderita

Industri rokok masih terpuruk akibat pandemik COVID-19

Jakarta, IDN Times - Sejumlah asosiasi rokok di Indonesia menentang rencana pemerintah untuk menaikkan cukai rokok pada 2022 mendatang. Mereka beranggapan, hal tersebut bakal semakin memperparah kondisi industri rokok dalam negeri yang tengah terpuruk akibat pandemik COVID-19.

Indikasi kenaikan cukai rokok tergambar dari Nota Keuangan yang dibacakan oleh Presiden Joko "Jokowi" Widodo pada 16 Agustus kemarin.

Di dalam Nota Keuangan tersebut, Jokowi ingin ada kenaikan target penerimaan pendapatan negara dari sisi pajak maupun non-pajak. Penerimaan perpajakan pada Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2022 ditargetkan mencapai Rp1.506,9 triliun.

Rinciannya, penerimaan dari pajak sebesar Rp1.262,9 triliun dan penerimaan dari kepabeanan serta cukai sebesar Rp244 triliun.

Kenaikan target penerimaan pendapatan negara ini secara tak langsung juga menimbulkan peningkatan dari sisi kepabeanan dan cukai. Kenaikan cukai pun besar kemungkinan bakal dibebankan kepada industri hasil tembakau (IHT) yang selama ini menjadi kontributor utama pendapatan cukai.

Menyikapi hal tersebut, Ketua Umum Perkumpulan Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI), Henry Najoan mengungkapkan keberatannya dalam sebuah surat resmi yang dikirim ke Jokowi.

"Bahwa saat ini kondisi industri hasil tembakau (IHT) sangat terpuruk akibat pandemik COVID-19 yang berkepanjangan," ujar Henry, dalam keterangan resmi yang diterima IDN Times, Kamis (19/8/2021).

Baca Juga: Cukai Rokok Naik, Peneliti: Tarif Tier Cukai Harus Disederhanakan

1. Realisasi penjualan rokok legal menurun drastis

Cukai Rokok Naik Tahun Depan, Asosiasi: Industri Makin MenderitaIlustrasi Rokok (IDN Times/Helmi Shemi)

Pandemik COVID-19 diakui Henry telah membuat realisasi penjualan rokok legal menurun drastis. Hal tersebut didukung pula oleh menurunnya produksi Sigaret Kretek Mesin (SKM) legal pada tahun 2020 hingga 17,4 persen.

Pada kuartal-II 2021, tren penurunan produksi SKM masih terjadi di kisaran minus 7,5 persen dibandingkan tahun 2020.

Henry pun memprediksi bahwa penurunan produksi IHT tersebut bisa lebih dari 15 persen hingga akhir tahun ini dan baginya kondisi tersebut bukan hanya akan memukul produsen, melainkan juga petani dan juga bakal berimbas pada potensi penerimaan negara yang tidak tercapai dari pos CHT.

"Untuk itu, kami meminta pemerintah untuk mengambil keputusan yang bijaksana dengan tidak menaikannya tarif Cukai Hasil Tembakau (CHT) tahun depan, terlebih saat kondisi pandemik COVID-19 dan dampak yang ditimbulkannya terhadap keberlangsungan usaha dan penghidupan masyarakat luas belum dapat ditanggulangi," tutur Henry.

2. Kenaikan tarif CHT untungkan oknum rokok ilegal

Cukai Rokok Naik Tahun Depan, Asosiasi: Industri Makin MenderitaSebanyak 4,1 juta batang rokok ilegal berbagai merek dan 658 botol liquid vape (rokok elektrik) dimusnahkan Bea Cukai Tegal, Selasa (3/12) siang. IDN Times/Haikal Adithya

Di sisi lain, isu kenaikan tarif CHT ini diyakini Henry hanya akan memperlebar celah bagi oknum rokok ilegal untuk meraup keuntungan.

Dalam kajian yang dilakukan GAPPRI, peredaran rokok ilegal telah bertumbuh subur hingga 15 persen dari total produksi legal. Awal Agustus lalu misalnya, petugas Bea Cukai Semarang menggagalkan peredaran 384 ribu rokok ilegal.

Semenatra itu, data Bea Cukai Pusat sepanjang tahun 2020 menyatakan pemerintah telah menindak 8.155 kasus rokok ilegal dengan jumlah sekitar 384 juta batang. Jumlah tersebut 41,23 persen lebih banyak dibandingkan tahun 2019.

"GAPPRI terus berkomitmen mempertahankan tenaga kerja, memberikan nafkah pekerja sepanjang rantai nilai IHT mulai dari petani, pemasok/logistik, pabrik sampai pedagang eceran, menjaga nadi penerimaan negara pajak dan cukai sekitar Rp200 triliun yang merupakan sumbangsih nyata kami dalam menangani pandemik COVID-19,” ujar Henry.

Baca Juga: Harga Rokok Jadi Berapa setelah Tarif Cukai Naik? 

3. Pemerintah mesti menjaga IHT di tengah pandemik COVID-19

Cukai Rokok Naik Tahun Depan, Asosiasi: Industri Makin MenderitaIlustrasi Rokok (IDN Times/Helmi Shemi)

Senada dengan Henry, Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP-RTMM-SPSI), Sudarto meminta pemerintah untuk tidak pilih kasih dalam menjaga keberlangsungan industri di tengah pandemik COVID-19.

Menurut dia, IHT patut mendapatkan perhatian lebih dari pemerintah mengingat industri tersebut menjadi salah satu yang terdampak pandemik COVID-19, termasuk dari sisi petani dan buruh pabrik.

"Tantangan yang mendera IHT sudah sangat banyak, mulai dari isu musiman, yaitu kenaikan tarif cukai hingga wacana revisi PP 109 Tahun 2012. Kedua hal tersebut cukup memicu kegaduhan pada sektor IHT. Imbas dari pelbagai isu tersebut tentu adalah kecemasan pelaku industri yang harus memutar otak untuk menjaga kelangsungan usaha termasuk mempertahankan tenaga kerja," tutur Sudarto.

Di sisi lain, sambung Sudarto, IHT yang masih diharapkan jadi sumber pendapatan negara ini juga harus bergulat dengan efek ekonomi akibat pandemik COVID-19.

Menurut dia, IHT akan sulit mengalami pertumbuhan dan bahkan sulit untuk bertahan hidup di tengah pandemik COVID-19 yang sudah berimbas pada realisasi angka pengangguran sebanyak 9,7 juta orang.

Oleh sebab itu, dia meminta kepada pemerintah untuk tidak menaikkan tarif cukai rokok tahun depan agar IHT tetap bisa bertahan di tengah pandemik ini.

"Kalaupun dinaikkan, tarif kenaikan yang didapatkan merupakan hasil musyawarah dari pemerintah dan seluruh pelaku sektor IHT. Sebab, begitu tarif cukai dirasa tinggi oleh produsen IHT, keputusan paling cepat biasanya diarahkan pada efisiensi tenaga kerja. Bisa jadi upah yang dipangkas, jam kerja dikurangi, sampai PHK," ucap Sudarto.

4. Sri Mulyani konfirmasi adanya kenaikan tarif CHT

Cukai Rokok Naik Tahun Depan, Asosiasi: Industri Makin MenderitaMenteri Keuangan, Sri Mulyani. (IDN Times/Irfan Fathurohman)

Berkaitan dengan hal tersebut, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani memastikan adanya kenaikan pada tarif CHT tahun depan.

Namun, bendahara negara tersebut masih belum tahu berapa besaran kenaikan tarif CHT tersebut.

Pemerintah, kata Sri Mulyani, masih merumuskan kebijakan tersebut karena ada beberapa aspek yang mesti diperhatikan sebelum benar-benar menaikkan tarif CHT.

"Ada aspek kesehatan, terutama prevalensi rokok terutama anak-anak, tenaga kerja atau buruh yang kerja langsung di industri rokok, petani tembakau, sisi penerimaaan negara dan rokok ilegal. Keempat hal ini jadi faktor menentukan kenaikan tingkat CHT tahun depan," ucap Sri Mulyani, Senin (16/8/2021).

Baca Juga: Sri Mulyani: DJP Gak Melulu Pungut Pajak!

Topik:

  • Hana Adi Perdana

Berita Terkini Lainnya