Ditolak di 3 Kota Besar Dunia, Efektifkah ERP di Jakarta?

Banyak penolakan terjadi dalam penerapan ERP di dunia

Jakarta, IDN Times - Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta memastikan bakal menerapkan kebijakan Electronic Road Pricing (ERP) atau jalan berbayar elektronik di sejumlah ruas jalan pada tahun ini.

Meski begitu, rencana tersebut dipastikan tidak akan berjalan mulus mengingat banyaknya penolakan dari masyarakat. Penolakan itu sejatinya juga pernah terjadi di kota-kota dengan sistem transportasi yang sudah baik dan lebih maju dari Jakarta.

Ketua Forum Transportasi Perkotaan Masyarakat Transportasi Indonesia, Budi Yulianto, penolakan warga terhadap kebijakan ERP acap kali menjadi batu sandungan di dalam penerapan ERP di berbagai kota di negara-negara lain.

Di Britania Raya contohnya. Walaupun berhasil diterapkan di London, tetapi gagal diterapkan di kota-kota lainnya seperti Birmingham, Cardiff, dan Liverpool.

"Di tiga kota itu tidak berhasil lantaran masyarakat menolak keberadaan ERP yang diyakini program tersebut tidak akan berhasil mengurai kemacetan," ucap Budi dalam pernyataannya yang dikutip Selasa (21/2/2023).

1. Pemprov DKI Jakarta perlu mendengar masukan publik

Ditolak di 3 Kota Besar Dunia, Efektifkah ERP di Jakarta?Sejumlah kendaraan bermotor melintas di bawah Alat Sistem Jalan Berbayar Elektronik (ERP) di Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta, Senin (9/1/2023). (ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat)

Menurut Budi, Pemrov DKI Jakarta perlu mendengar masukan lebih luas terkait rencana penerapan ERP tersebut.

Terlebih, saat ini fasilitas transportasi yang aman dan nyaman secara ekonomi sebagai kompensasinya belum tersedia.

Selain itu, masyarakat juga tentu akan keberatan jika telah menggunakan kendaraan umum seperti taksi dan ojek online, tetapi masih terkena ERP.

Hal itu membuat Budi khawatir ada persepsi publik yang menganggap masyarakat dipaksa membayar dengan adanya ERP dan tidak ada pilihan lain ketika hendak melalui ruas jalan tertentu.

"Jadi Pemprov DKI Jakarta harus benar-benar membuktikan kepada masyarakat bahwa program ini akan berhasil dan bisa menciptakan integrasi transportasi strategis yang dapat mengatasi kemacetan dan kesulitan-kesulitan teknikalnya. Nah, ini harus dipahami Pemda DKI Jakarta karena program ini banyak melibatkan kebijakan," tutur Budi.

Baca Juga: Kadishub DKI Pastikan Ojol Tak Kena Aturan ERP! 

2. Studi kasus penolakan ERP

Ditolak di 3 Kota Besar Dunia, Efektifkah ERP di Jakarta?gerbang ERP di Singapura (en.wikipedia.org/Terence Ong)

Penerapan ERP di banyak kota-kota di dunia memang lebih banyak didominasi oleh penolakan yang membuat penerapannya dibatalkan atau ditunda.

Walau disebut-sebut berhasil di Singapura, London, dan Stockholm, penerapan ERP justru lebih banyak gagal terimplementasi di kota-kota besar dunia lain.

Misalnya di Hongkong yang sejak 1983 memperkenalkan ide ERP. Namun, hingga kini tidak kunjung dilaksanakan karena ramainya penolakan warga.

Paling terkini, isu penerapan ERP bahkan menjadi komoditas politik yang begitu hangat di New York. Penolakan demi penolakan muncul justru di saat pemerintah telah mendapatkan persetujuan dari badan legislatif kota New York dan direncanakan akan diterapkan di tahun 2023.

"Penolakan terbesar terutama datang dari para politisi dari kota-kota penyangga kota New York, seperti New Jersey yang merasa penerapan ERP akan semakin mempersulit hidup warganya yang sehari-sehari bekerja di New York. Penolakan dari banyak pihak di berbagai kota tersebut juga mulai bermunculan di Jakarta," papar Budi.

3. Alternatif selain ERP

Ditolak di 3 Kota Besar Dunia, Efektifkah ERP di Jakarta?Ilustrasi - juru parkir TPE di Jalan Sabang sedang mengatur kendaraan. (IDN Times/Deti Mega Purnamasari)

Sementara itu, Pakar Transportasi dari Universitas Trisakti, Nirwono Joga mengatakan, Pemprov DKI Jakarta perlu untuk mempertimbangkan hal-hal tersebut sebelum memutuskan penerapan ERP.

Dia mengingatkan agar pemerintah tidak terpaku kepada penerapan ERP saja, tetapi juga harus mempertimbangkan segala bentuk kebijakan yang mungkin lebih efektif dan lebih mudah diterima publik.

Salah satunya adalah pengenaan biaya parkir progresif. Misalnya, untuk tarif parkir yang lokasinya berada semakin ke pusat kota maka tarif parkirnya semakin mahal. Selain itu, juga perlu disediakan kantong-kantong parkir yang nyaman dan dekat dengan transportasi publik.

"Jadi, ada alternatif-alternatif lain yang diberikan kepada masyarakat sehingga masyarakat bisa melihat mana nanti yang bisa menekan atau mengurai kemacetan lalu lintas. Yang terpenting adalah menata kawasan secara keseluruhan," ujar Nirwono.

Baca Juga: 3 Cara Parkir Mobil dengan Mudah untuk Pemula

Topik:

  • Dwi Agustiar

Berita Terkini Lainnya