Menakar Masa Depan Rupiah Digital di Indonesia

BI berencana terbitkan panduan rupiah digital akhir 2022

Jakarta, IDN Times - Digitalisasi telah memasuki berbagai sendi kehidupan masyarakat Indonesia. Layanan keuangan dan sistem pembayaran jadi sektor yang paling cepat mengadopsi digitalisasi, terutama sejak pandemik COVID-19 menyerang dua tahun lalu.

Maraknya penggunaan layanan keuangan dan sistem pembayaran digital selama pandemik COVID-19 sampai saat ini memicu peningkatan ekonomi digital Tanah Air. Ekonomi digital Indonesia pun dianggap jadi salah satu penyebab stabilitas ekonomi di dalam negeri selama krisis akibat pandemik COVID-19 yang terjadi sejak 2020 silam.

Satu hal yang menjadi penyumbang utama performa apik ekonomi digital Indonesia adalah maraknya transaksi online yang dilakukan oleh pengguna internet aktif. Data Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) menunjukkan, 60,6 persen pengguna internet aktif melakukan transaksi online setiap minggunya.

Kegiatan belanja online ini berkontribusi ke ekonomi digital Indonesia secara keseluruhan yang nilainya mencapai 70 miliar dolar AS pada 2021 dan diperkirakan akan terus tumbuh mencapai 146 miliar dolar AS pada 2025.

Fakta tersebut menunjukkan, digitalisasi keuangan dan sistem pembayaran merupakan sebuah keniscayaan di era seperti sekarang. Tak heran jika kemudian Bank Indonesia (BI) berencana menerbitkan mata uang digital bank sentral/central bank digital currency (CBDC) dengan nama rupiah digital.

Penerbitan rupiah digital oleh BI merupakan amanat Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 yang dijabarkan dalam UU mata uang dan UU Bank Indonesia.

"Bank Indonesia akan mengeluarkan CBDC sebagai alat pembayaran yang sah di NKRI," kata Gubernur BI, Perry Warjiyo pada pertengahan tahun lalu.

Baca Juga: Bos BI Sebut 3 Aspek Penting Pengembangan Rupiah Digital

1. Panduan soal rupiah digital keluar akhir 2022

Menakar Masa Depan Rupiah Digital di IndonesiaKantor Bank Indonesia (BI). IDN Times/Hana Adi Perdana

Sejalan dengan rencana tersebut, BI berencana meluncurkan peta jalan alias roadmap yang mengatur tentang rupiah digital. Deputi Gubernur BI, Doni P Joewono, mengatakan bahwa roadmap tersebut nantinya akan berisi konsep hingga panduan untuk menerbitkan rupiah digital.

"BI saat ini sedang menggarap pengembangan rupiah digital dalam rangka mendukung amanat bank sentral di bidang digital, serta meningkatkan inovasi dan efisiensi dalam waktu dekat ini, sebagai bagian dari sebuah kemajuan," ujar Doni dalam Side Event G20 Advancing Digital Economy and Finance: Synergistic and Inclusive Ecosystem for Accelerated Recovery-Digital Currency di Nusa Dua, Bali, Selasa (12/7/2022).

BI, sambung Doni, saat ini terus berkoordinasi dengan seluruh bank sentral guna memastikan agar CBDC di tiap negara tidak mengganggu stabilitas moneter dan aliran modal. Bank sentral termasuk BI juga terus memastikan untuk mitigasi berbagai risiko yang bisa timbul dengan adanya CBDC.

Doni menambahkan, BI dan bank sentral lain juga masih akan melihat peluang dan dampak positif penggunaan CBDC.

"Kita dapat mempelajari sejauh mana CBDC mendorong risiko ke sistem moneter dan keuangan internasional, termasuk spillover dan aliran modal dan bagaimana memitigasi risiko ini," beber Doni.

2. Kegunaan rupiah digital

Menakar Masa Depan Rupiah Digital di IndonesiaIlustrasi Bank Indonesia. (IDN Times/Aditya Pratama)

Kendati masih melihat peluang dan dampak positif penggunaan rupiah digital, BI telah mengidentifikasi manfaat rupiah digital, terutama ketika panduannya resmi diterbitkan akhir tahun ini.

Deputi Gubernur BI, Juda Agung menyatakan penggunaan rupiah digital nantinya dimungkinkan untuk transfer uang tunai dan juga pembelian surat berharga.

"Pertama, menerapkan penerbitan dan distribusi yang efektif dan kuat. Di dalam hal ini, kami perlu mengeksplorasi bagaimana kami dapat memanfaatkan fitur program CBDC untuk memfasilitasi transfer uang tunai dan surat berharga secara efisien, serta untuk memberikan layanan inovatif baru kepada pelanggan," ujar Juda dalam Side Event G20: Festival Ekonomi Keuangan Digital di Nusa Dua, Bali, pertengahan Juli lalu.

Sejalan dengan hal tersebut, Juda juga mengatakan bahwa mata uang digital atau rupiah digital nantinya diharapkan bisa digunakan seluruh masyarakat di Indonesia. Tujuannya bukan hanya untuk masyarakat di kota, melainkan juga di wilayah desa hingga daerah terluar.

Juda pun mengungkapkan, penggunaan rupiah digital nantinya ditargetkan untuk bisa bisa terhubung dengan sistem pembayaran domestik lainnya seperti ATM hingga kartu debit.

"Kita perlu menggali lebih dalam tentang bagaimana kita dapat mengaktifkan konektivitas dan interoperabilitas dengan CBDC lain, dan dengan pembayaran domestik yang ada seperti RTGS, sistem kliring, ATM dan kartu debit," tutur dia.

"Kita juga perlu mengkonfigurasi desain yang sesuai sehingga CBDC dapat diterapkan dengan baik tidak hanya di perkotaan, tetapi juga di pedesaan dengan konektivitas internet yang terputus-putus atau tidak terjangkau," ujar Juda.

Baca Juga: BI: Rupiah Digital Bisa Dipakai Beli Surat Berharga

3. Tujuan penggunaan rupiah digital

Menakar Masa Depan Rupiah Digital di IndonesiaDirektur Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran Bank Indonesia, Ryan Rizaldy (IDN Times/Ridwan Aji Pitoko)

Selain kegunaannya, BI juga memasukkan tujuan penggunaan rupiah digital yang bakal ada di dalam panduan soal CBDC di Indonesia.

"Gampangnya, CBDC ini merupakan uang kertas atau logam yang dikeluarkan oleh bank sentral. Penggunaannya bisa untuk wholesale atau pasar grosir dan juga pasar ritel," ucap Direktur Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran BI, Ryan Rizaldy.

Lebih lanjut Ryan menjelaskan, rupiah digital nantinya dapat digunakan secara berbeda untuk kebutuhan wholesale dan ritel.

Untuk kebutuhan wholesale, rupiah digital hanya bisa digunakan oleh kalangan tertentu.

"Wholesale itu hanya digunakan oleh sebagian kalangan. Bayangkan sebuah uang yang hanya bisa digunakan di kalangan terbatas seperti misalnya sekarang saldo giro bank sentral yang hanya bisa digunakan oleh perbankan dalam hal yang disebut pasar uang bank sentral. Bisa digunakan bank, tetapi masyarakat biasa nggak bisa," tutur Ryan.

Dengan demikian, rupiah digital nantinya akan jadi alat pembayaran sah di Indonesia sesuai dengan Undang Undang Dasar 1945, Undang Undang Mata Uang, dan Undang Undang BI.

Di sisi lain, penggunaan rupiah digital dalam pasar ritel kebalikan dari wholesale tersebut. Rupiah digital untuk pasar ritel tak ubahnya uang yang beredar di masyarakat saat ini dan bisa digunakan untuk kebutuhan sehari-hari.

"Ada juga uang bank sentral yang bisa diakses oleh masyarakat umum seperti uang kertas dan uang logam dalam bentuk digital. Wholesale dan retail siapa yang bisa mengakses dan tujuannya apa akan dikeluarkan secara detail dalam white paper (panduan rupiah digital)," kata Ryan.

4. Perbedaan rupiah digital dan uang elektronik

Menakar Masa Depan Rupiah Digital di IndonesiaIlustrasi Uang Digital. (IDN Times/Aditya Pratama)

Kehadiran mata uang digital atau rupiah digital kemudian memunculkan pertanyaan mengenai perbedaannya dengan uang elektronik (e-money) dan saldo yang di-top up ke dompet elektronik (e-wallet).

Ryan pun kemudian menjelaskan perbedaan dua hal tersebut. Salah satu yang paling utama adalah dari penerbitnya.

"Kalau CBDC ini kan yang menerbitkan bank sentral. Kalau kartu debit itu dari bank umum, dan kalau e-money ini diterbitkan lembaga non-bank," ucap Ryan.

Ryan menambahkan, bank sentral merupakan lembaga keuangan dengan risiko kredit paling rendah sehingga diharapkan memiliki trust system yang kuat.

Selain itu, penerbitan CBDC ini juga untuk memberikan layanan kepada masyarakat karena mulai banyaknya transaksi digital.

"Ini yang sebenarnya jadi bagian upaya kita untuk memberikan layanan publik pada masyarakat dan bagaimanapun penciptaan uang itu di fungsi bank sentral. Saat ini memang sudah zamannya digital sudah saatnya bank sentral kita ini buat digital money (mata uang digital)," tutur Ryan.

Oleh karena itu, Ryan berharap keberadaan rupiah digital nantinya dapat mempermudah segala transaksi yang dilakukan masyarakat, di manapun dan dalam situasi apapun.

Namun, Ryan masih belum bisa memastikan bagaimana skema dan pengaturan pembayaran menggunakan rupiah digital nanti.

"Jadi intinya hidup masyarakat bisa bertransaksi di berbagai macam situasi. Kita tunggu saja white paper (panduan rupiah digital) akan muncul seperti apa akhir tahun," ucapnya.

Baca Juga: BI Mau Terbitkan Uang Digital, Rupiah Kertas dan Logam Tetap Berlaku

5. Ada 105 negara telah menjajaki CBDC

Menakar Masa Depan Rupiah Digital di IndonesiaDaftar negara yang telah meluncurkan mata uang digital. (IDN Times/Aditya Pratama)

Indonesia bukan jadi negara satu-satunya yang mulai serius menggarap mata uang digital bank sentral. Laporan dari Atlantic Council menyebutkan, saat ini ada 105 negara yang sedang menjajaki CBDC. Sebelumnya dalam laporan yang diterbitkan pada Mei 2020, hanya 35 negara yang mempertimbangkan CBDC.

Total 105 negara tersebut mewakili lebih dari 95 persen dari produk domestik bruto (PDB) global. Namun, baru ada 11 negara yang kini telah sepenuhnya meluncurkan CBDC tersebut.

“11 negara telah meluncurkan secara penuh mata uang digital dengan Pilot dari China akan dikembangkan lebih luas pada 2023. Jamaika jadi negara terbaru yang meluncurkan CBDC dengan nama JAM-DEX,” tulis Atlantic Council.

Selain Jamaika, negara lain yang sudah menerbitkan CBDC adalah Bahamas, Nigeria, dan 8 anggota Eastern Caribbean seperti Anguilla, Saint Kitts and Nevis, Antigua dan Barbuda, Montserrat, Saint Lucia, Dominica, Grenada, dan Saint Vincent & Grenadines.

Sementara itu, negara-negara lainnya masih dalam tahap lebih awal. Sebanyak 14 negara dalam tahap Pilot, 26 negara dalam tahap Perkembangan, 47 negara dalam tahap Riset, 10 dalam kategori Tidak Aktif, dan  dua negara dalam kategori Dibatalkan.

Adapun negara-negara yang masuk tahap Pilot adalah Swedia, Afrika Selatan, Korea Selatan, Rusia, Kazakhstan, Lithuania, Ukraina, Arab Saudi, Uni Emirat Arab, China, Hong Kong, Thailand, Singapura, dan Malaysia. Ini berarti negara-negara tersebut sekarang berada dalam tahap percontohan dengan CBDC mereka dan mempersiapkan kemungkinan peluncuran penuh.

Indonesia sendiri saat ini dikategorikan dalam tahap Pengembangan bersama dengan 25 negara lainnya di dunia.

6. IMF sebut CBDC tidak ada manfaatnya

Menakar Masa Depan Rupiah Digital di IndonesiaDivision Chief in the Monetary and Capital Markets Department IMF, Tommaso Mancini Griffoli (IDN Times/Ridwan Aji Pitoko)

Banyaknya negara yang serius menjajaki penerbitan CBDC dan juga tujuan penggunaan rupiah digital di Indonesia nyatanya mendapatkan sambutan kurang sedap International Monetary Fund (IMF).

Bulan lalu, IMF dengan tegas menyatakan CBDC tidak memiliki manfaat apapun buat masyarakat dan perbankan.

Pendapat tersebut disampaikan oleh Division Chief in the Monetary and Capital Markets Department IMF, Tommaso Mancini Griffoli kala menjadi pembicara dalam Side Event G20: Advancing Digital Economy and Finance: Synergistic and Inclusive Ecosystem for Accelerated Recovery-Digital Currency di Nusa Dua, Bali.

Mancini mengatakan, konsep CBDC saat ini tidak ada bedanya dengan dompet digital yang dimiliki oleh bank komersial. Bahkan, dalam konsep CBDC saat ini, bank sentral cenderung tidak menawarkan suku bunga kepada perbankan atau masyarakat yang ingin menyimpan dananya dalam bentuk uang digital.

"Tidak jelas bahwa CBDC akan memiliki keuntungan. Jika CBDC tidak menawarkan suku bunga, sementara di bank komersial memiliki jaminan simpanan yang baik, maka deposito bank komersial mungkin sama amannya, tetapi lebih banyak menawarkan imbalan yang lebih tinggi," ujar Mancini.

Di sisi lain, saat ini sudah banyak perbankan yang melakukan transformasi digital dan menawarkan ragam pembayaran lebih mudah dan nyaman.

Ragam pembayaran yang ditawarkan perbankan tersebut juga lebih dekat dalam menjangkau masyarakat.

"Kemudian karena lebih dekat dengan konsumen, memahami kebutuhan konsumen lebih baik, dan memiliki pengalaman dalam mengembangkan produk semacam itu, mereka mungkin benar-benar mampu membeli produk yang lebih menarik sebagai alat pembayaran," ucap Mancini.

Oleh karena itu, IMF menyarankan kepada bank sentral untuk lebih mematangkan lagi konsep CBDC yang ada saat ini. CBDC, kata Mancini, harus memiliki perbedaan signifikan dengan dompet digital keluaran perbankan yang banyak digunakan masyarakat saat ini.

CBDC juga harus menjadi instrumen pelengkap dalam sistem atau alat pembayaran yang sudah ada saat ini.

"Menurut beragam model yang sudah ada, CBDC tidak harus menjadi instrumen mata uang digital yang Anda miliki dalam dompet. CBDC selain sebagai jaringan, juga sebagai platform dan CBDC sesungguhnya menyajikan platform dasar kepada sektor privat untuk bisa mengembangkan solusi pembayaran yang instrumennya Anda gunakan sekarang. Jadi, CBDC dalam hal ini akan melayani interoperabilitas antara solusi pembayaran pribadi," beber Mancini.

7. Bank Dunia anggap CBDC tidak berdampak ke inklusi keuangan

Menakar Masa Depan Rupiah Digital di IndonesiaIlustrasi Bank. (IDN Times/Aditya Pratama)

Senada dengan IMF, Bank Dunia juga turut melihat pengembangan CBDC yang dilakukan bank-bank sentral di dunia justru tidak berdampak ke inklusi keuangan sebuah negara.

Inklusi keuangan sendiri diartikan sebagai ketersediaan akses pada berbagai lembaga, produk, dan layanan jasa keuangan sesuai dengan kebutuhan serta kemampuan masyarakat dalam rangka meningkatkan kesejahteraan mereka.

"Sebagai sebuah program (CBDC) yang pasti akan membawa perhatian pada beberapa masalah panjang terkait akses dan penggunaan yang lebih rendah," ujar Lead Financial Sector Specialist Payment System Development Group Bank Dunia, Harish Natarajan.

Harish menambahkan, beberapa pihak pada dasarnya dapat secara luas mengklasifikasi CBDC dengan biaya tinggi. Hal tersebut untuk memecahkan segmen pelanggan tertentu.

Biaya tersebut nantinya akan berpengaruh terhadap akses dan penggunaan serta kurangnya kasus penggunaannya yang mungkin bakal kurang menarik perhatian.

"Oleh karenanya, berbagai masalah mendasar tersebut perlu ditangani sebagai bagian dari peluncuran CBDC yang sukses," ucap Harish.

Jarish kemudian mengemukakan tiga kategori dalam pengembangan ekosistem CBDC yang bisa digunakan untuk memecah potensi masalah pada masa mendatang.

Kategori pertama, masuknya pemain baru serta model bisnis dan distribusi baru. Ini mengacu pada masuknya pemain non-bank dan layanan berbasis agen serta model lainnya yang mungkin merupakan persyaratan nasabah yang esensial, disederhanakan, dan berjenjang.

"Setiap kali Anda ingin memiliki layanan berbasis akun, saya pikir ini menjadi penting dan kekurangan itu bisa menjadi penghalang tersendiri," kata Harish.

Kategori kedua adalah kecocokan dengan berbagai faktor bentuk dan instrumen yang sudah nyaman bagi individu dan bisnis. Dalam beberapa konteks diperlukan jenis struktur yang mensimulasikan sedemikian rupa sehingga dapat diakses melalui ponsel atau alat digital lain yang tersedia untuk populasi umum.

Sementara kategori yang ketiga adalah perlindungan data dan privasi pengguna. Harish menilai hal tersebut sangat penting, khususnya perlindungan data privasi yang tidak selalu berarti anonimitas penuh.

"Jadi lebih kepada kenyamanan bahwa tanpa proses yang semestinya, data transaksi tidak disalahgunakan. Saya pikir itu adalah poin kunci utama, CBDC dan berbagai teknologi lainnya bisa memberikan berbagai cara untuk mengatasinya," ujarnya.

8. Ekonom dan pelaku aset kripto sambut baik penerbitan rupiah digital

Menakar Masa Depan Rupiah Digital di Indonesiailustrasi cryptocurrency (IDN Times/Aditya Pratama)

Terlepas dari itu, ekonom dan pelaku aset kripto di Indonesia justru menyambut baik rencana penerbitan rupiah digital oleh BI. Hal tersebut disampaikan oleh Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Iman Sugema mengatakan, BI mesti mengikuti jejak People’s Bank of China atau Bank Sentral China dalam merealisasikan penerbitan mata uang digital.

"Karena itu langkah yang dilakukan Pemerintah China ini harus kita pelajari seksama, bukan meng-copy, tapi mengedepankan apapun yang terjadi di pasar kripto selayaknya didesain untuk menciptakan keuntungan buat negara atau kepentingan masyarakat lebih luas," tutur Iman.

Hal senada disampaikan oleh Asosiasi Pedagang Aset Kripto Indonesia (ASPAKRINDO), Teguh Kurniawan yang menyambut baik rencana peluncuran rupiah digital oleh BI. Teguh meyakini jika nantinya rupiah digital bisa digunakan beriringan dengan mata uang kripto alias cryptocurrency walaupun komoditas tersebut tidak bisa menjadi alat pembayaran di Indonesia.

“CBDC dan aset kripto bisa berjalan beriringan dan saling melengkapi. Keduanya bisa mendorong inklusi keuangan dengan menyediakan akses layanan yang mudah dan aman bagi populasi yang tidak memiliki rekening bank. BI mencatat ada 92 juta penduduk yang tidak memiliki rekening bank,” beber dia.

Pria yang juga menjabat sebagai Chief Operating Officer (COO) Tokocrypto itu menambahkan, CBDC dirancang untuk tidak mengganggu stabilitas moneter dan sistem keuangan. Kehadirannya justru bisa memberikan keuntungan berupa peningkatan efisiensi pembayaran dan menurunkan biaya transaksi dan menciptakan transparansi.

Meski begitu, Teguh menyebutkan sejumlah tantangan yang perlu dipertimbangkan dalam kaitannya dengan penerbitan CBDC di Indonesia atau rupiah digital.

“Misalnya memperhatikan kestabilan sistem keuangan dan pemilihan teknologi yang digunakan pada tahap eksperimen untuk memahami bagaimana CBDC dapat diimplementasikan, baik menggunakan DLT-Blockchain dan non-DLT,” kata dia.

Untuk itu, sambung Teguh, ASPAKRINDO siap berdiskusi dengan seluruh stakeholder atau pemangku kepentingan gua memberikan kontribusi menciptakan konsep CBDC yang sempurna diterapkan di Indonesia.

“Pada akhirnya, CBDC memerlukan kerangka peraturan yang kompleks termasuk privasi, perlindungan konsumen dan standar anti pencucian uang yang perlu dibuat lebih kuat sebelum mengadopsi teknologi ini,” ujar Teguh.

Baca Juga: Bank Dunia: Mata Uang Digital Tidak Berdampak ke Inklusi Keuangan

Topik:

  • Hana Adi Perdana

Berita Terkini Lainnya