Nambah Lagi, Pemerintah Sudah Cabut 1.118 Izin Usaha Pertambangan

Pemerintah targetkan pencabutan 2.078 IUP

Jakarta, IDN Times - Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Bahlil Lahadalia telah mencabut lebih dari seribu izin usaha pertambangan (IUP) hingga 24 April 2022. Hal itu sejalan dengan perintah Presiden Joko "Jokowi" Widodo pada awal tahun ini untuk mencabut IUP yang tidak digunakan sebagaimana mestinya.

"Sampai dengan 24 April 2022, yang sudah kami tanda tangani, yang IUP (Izin Usaha Pertambangan) dicabut sebesar 1.118 perizinan dengan total luas areal yang dicabut sebesar 2.707.443 hektare," kata Bahlil dalam konferensi pers di Gedung Kementerian Investasi/BKPM, Jakarta, Senin (25/4/2022).

Presiden Jokowi sendiri memberikan target kepada Kementerian Investasi/BKPM untuk mencabut 2.078 IUP, 192 izin pinjam pakai kawasan hutan (IPPKH), dan 34.448 hektare hak guna usaha dan hak guna bangunan (HGU/HGB).

Baca Juga: Pencabutan Izin Usaha Pertambangan Resmi Dilakukan Senin Depan

1. Jenis usaha pertambangan yang izinnya sudah dicabut

Nambah Lagi, Pemerintah Sudah Cabut 1.118 Izin Usaha PertambanganIlustrasi tambang batu bara ilegal (IDN Time/Ervan)

Ada beberapa jenis usaha pertambangan yang izinnya telah dicabut oleh pemerintah. Pertama adalah Nikel sebanyak 102 IPU dengan total lahan seluas 161.254 hektare. Kemudian 271 IPU Batubara dengan luas 914.136 hektare, 14 IUP Tembaga seluas 51.563 hektare, dan 50 IUP Bauksit denga luas 311.294 hektare.

"Timah, 237 IUP setara dengan 374.301 hektare, Emas 59 IUP, 529.869 hektare, dan mineral lainnya 385 IUP sebanyakan 365.296 hektare," ujar Bahlil.

Baca Juga: Dorong Investasi, BKPM Cabut 1.033 Izin Usaha Pertambangan

2. Alasan pencabutan IUP

Nambah Lagi, Pemerintah Sudah Cabut 1.118 Izin Usaha PertambanganIlustrasi pertambangan nikel. ANTARAFOTO/Jojojn

Bahlil pun kemudian mengungkapkan sejumlah alasan yang membuat pemerintah mencabut ribuan IUP tersebut. Pertama karena adanya indikasi IUP yang diberikan kepada pengusaha, tapi tidak digunakan seperti seharusnya.

"Contoh, IUP-nya dipakai buat digadaikan di bank, ini nggak boleh atau IUP ini diambil, habis itu diperjualbelikan, atau IUP ini diambil cuma ditaruh di pasar keuangan tanpa mengimplementasikan di lapangan, atau IUP ini dipegang hanya untuk ditahan sampai sekian puluh tahun kemudian baru dikelola," tutur dia.

Dengan dicabutnya IUP yang tidak digunakan sebagaimana mestinya tersebut, Bahlil berharap pertumbuhan ekonomi domestik bisa terakselerasi dan juga meningkatkan hilirisasi.

"Sekaligus untuk menciptakan nilai tambah pada kawasan-kawasan pertumbuhan ekonomi baru di seluruh Indonesia," katanya.

Baca Juga: Soroti Masalah Pertambangan, Komite II DPD Desak Pemerintah Awasi IUP

3. Pemerintah akan berikan izin usaha tersebut kepada masyarakat

Nambah Lagi, Pemerintah Sudah Cabut 1.118 Izin Usaha PertambanganIlustrasi pertambangan (Pexels.com/Tom Fisk)

Pemerintah, lanjut Bahlil, bakal memberikan izin perusahaan pertambangan dan kehutanan yang dicabut tersebut ke masyarakat. Hal itu sesuai dengan arahan Jokowi yang mempersilakan kepada siapa saja untuk mengelola lahan yang ada di Indonesia.

"Begitu dicabut langsung distribusi. Arahan Bapak Presiden untuk menyerahkan ke kelompok-kelompok masyarakat. Ada koperasi, BUMD, organisasi keagamaan, pengusaha-pengusaha nasional daerah yang memenuhi syarat supaya betul-betul terjadi pemerataan," tutur Bahlil.

Namun, pemerintah tidak begitu saja akan memberikan izin pertambangan atau kehutanan tersebut kepada kelompok-kelompok masyarakat tersebut.

Pemerintah ingin ada kolaborasi antara kelompok masyarakat dan pengusaha-pengusaha besar di daerah untuk mengelola lahan-lahan pertambangan dan kehutanan yang izinnya telah dicabut itu.

"Nanti kamai akan buat aturannya. Jadi, kelompok koperasi, kelompok organisasi kegamaan, BUMD kemudian kita cari yang bagus-bagus dan kemudian kami kolaborasikan dengan pengusaha yang hebat supaya ini semua bisa terlaksana sehingga jadi tidak sendiri-sendiri, nanti kami buat aturannya sedetil mungkin," ujar dia.

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya