Peraturan Pajak Karbon di UU HPP Dinilai Masih Belum Jelas

Peraturan pajak karbon yang ada saat ini masih sangat umum

Jakarta, IDN Times - Pemerintah bakal resmi menerapkan pajak karbon pada April 2022 mendatang. Namun, sampai saat ini masih belum memiliki peraturan yang jelas mengenai bagaimana pengaplikasian pajak karbon terhadap para pelaku usaha di Indonesia.

Seperti diketahui, keputusan pemerintah menerapkan pajak karbon tahun depan tercantum dalam Undang Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) yang diresmikan dua pekan lalu.

"Jadi menurut saya memang apa yang tertulis di undang-undang sekarang belum jelas. Nanti akan tergantung lewat road map yang harus dapat persetujuan DPR dan lain-lain. Menurut saya nanti akan lebih kelihatan kalau pemerintah sudah menyusun PP-nya, kemudian mungkin PMK-nya," tutur Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR), Fabby Tumiwa, dalam acara "Ngobrol Seru: Kontroversi Pajak" yang digelar IDN Times, Jumat (15/10/2021).

1. Pentingnya peraturan pendukung dalam penerapan pajak karbon

Peraturan Pajak Karbon di UU HPP Dinilai Masih Belum Jelasilustrasi karbon (Pixabay/niekverlaan)

Fabby pun menjelaskan pentingnya peraturan pendukung guna penerapan pajak karbon kepada pelaku usaha. Menurut dia, pengaplikasian pajak karbon nantinya akan melibatkan banyak pihak.

"Misalnya urusan penarikan pajak, itu kan ditariknya oleh Ditjen Pajak di bawah Kemenkeu, kemudian kalau itu dikaitkan dengan target penurunan emisi gas rumah kaca maka itu ada di bawah kendali KLHK. Nah kalau berkaitan dengan misalnya sektor ketenagakerjaan kelistrikan dalam hal ini PLTU itu adalah ESDM dan kalau nanti mau diaplikasikan ke sektor industri ada Kemenperin," ujar Fabby.

Adapun, untuk saat ini, peraturan soal pajak karbon yang tercantum dalam Pasal 13 UU HPP masih membahas penerapan pajak tersebut secara umum.

"Sifatnya masih sangat umum sehingga banyak yang bertanya-tanya, ini apa sih, lalu bagaimana diterapkannya, dan siapa terkena," ujar Fabby.

Baca Juga: Indonesia Jadi Negara Pertama yang Terapkan Pajak Karbon 

2. Beberapa poin umum dalam UU HPP tentang pajak karbon

Peraturan Pajak Karbon di UU HPP Dinilai Masih Belum JelasIlustrasi Penerimaan Pajak. (IDN Times/Arief Rahmat)

Ada beberapa poin umum yang saat ini baru ada di dalam UU HPP. Poin pertama adalah tentang penerapan pajak karbon yang akan dikenakan pada barang dan jasa serta pelaku usaha yang mengeluarkan karbon.

"Kemudian juga disebutkan bahwa harganya Rp30 per kilo atau 30 ribu per ton, tapi nantinya akan mengacu pada harga karbon di pasar karbon. Ini sebenarnya setting awal karena sementara pasar karbonnya belum ada di Indonesia, sedangkan di dunia sudah ada," kata Fabby.

Lalu, sambung dia, yang ketiga disebutkan akan dimulai di sektor kelistrikan khususnya Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) pada April 2022.

3. Pentingnya penerapan pajak karbon

Peraturan Pajak Karbon di UU HPP Dinilai Masih Belum JelasIlustrasi Pajak (IDN Times/Arief Rahmat)

Di samping itu semua, Fabby menyetujui langkah pemerintah dalam menerapkan pajak karbon. Menurut dia, sudah saatnya produksi emisi gas rumah kaca dikendalikan agar tidak semakin memberikan polusi di Bumi ini.

Penerapan pajak karbon merupakan salah satu contoh dalam menginternalisasikan Nilai Ekonomi Karbon (NEK). NEK itu sendiri menurut Fabby sebagai instrumen untuk mendorong berbagai pihak untuk melakukan dekarbonisasi.

"Oleh karena itu, memang benar kita harus menginternalisasikannya karena kalau CO2 tidak dikendalikan, maka dampaknya akan besar. Kita tahu lah dampak climate change apa. Kalau temperatur naik akan terjadi kekeringan, kenaikan muka air laut dan dampaknya pada perubahan cuaca ekstrem yang berimbas pada penurunan GDP," kata Fabby.

Baca Juga: Pajak Karbon Jangan Sampai Dibebankan ke Konsumen Lewat Kenaikan Harga

Topik:

  • Dwifantya Aquina

Berita Terkini Lainnya