Revisi Permendag 50/2020 Segera Terbit, Gimana Nasib TikTok Shop?

Revisi Permendag 50/2022 sudah di meja Jokowi

Jakarta, IDN Times - Menteri Perdagangan (Mendag), Zulkifli Hasan, menyampaikan revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 50 Tahun 2020 sudah sampai di meja Presiden Joko "Jokowi" Widodo. Itu artinya, hanya butuh satu tanda tangan dari Jokowi untuk menjalankan kembali peraturan tersebut.

Permendag 50/2020 mengatur tentang Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Elektronik (PPMSE). Revisi beleid tersebut dilakukan guna melindungi usaha mikro kecil menengah atau UMKM dalam negeri dari produk-produk impor yang dijual di TikTok Shop.

"Apapun yang datang ke kita jangan sampai mematikan, merugikan UMKM. Oleh karena itu, kami merevisi Permendag 50/2020. Itu sudah selesai, tinggal sebentar lagi kirim surat ke Mensesneg agar nanti surat dari Presiden datang, sudah jadi Permendagnya, baru nanti saya tanda tangan," kata pria yang karib disapa Zulhas tersebut saat ditemui IDN Times, di kantornya, Jumat (22/9/2023).

1. Bocoran revisi Permendag 50/2020

Revisi Permendag 50/2020 Segera Terbit, Gimana Nasib TikTok Shop?ilustrasi media sosial (pixabay.com/LoboStudioHamburg)

Zulhas menerangkan salah satu poin yang ada di dalam beleid tersebut setelah direvisi. Dalam revisi Permendag 50/2020, Zulhas menyatakan tidak boleh ada media sosial yang melakukan jual-beli. Media sosial harus bertindak sebagai fungsi awalnya.

"Media sosial harus berlaku sebagai social media. Tidak boleh dia sebagai social commerce. Media (sosial) sama commerce beda. Nah, itu diatur kalau dia mau jadi social commerce diatur lagi, gak bisa jadi produsen," kata Zulhas.

Baca Juga: Pemerintah Harus Tegas Mengatur TikTok Shop demi Lindungi UMKM

2. Definisi social commerce

Revisi Permendag 50/2020 Segera Terbit, Gimana Nasib TikTok Shop?Aplikasi TikTok Shop. (dok. Kemenkop UKM)

Akhir-akhir ini social commerce atau media sosial yang menjadi arena berjualan mendapatkan banyak perhatian publik. Social commerce dapat diartikan sebagai media sosial yang juga berperan sebagai tempat jual beli layaknya e-commerce.

Media sosial seperti Facebook, Instagram, dan TikTok, kini juga berperan sebagai socio commerce. Namun, dari ketiga media sosial tersebut, TikTok yang paling banyak mendapatkan sorotan.

Selain sebagai media sosial, TikTok juga digunakan para penggunanya sebagai lapak berjualan produk baik melalui fitur live maupun keranjang kuning alias TikTok Shop.

Kehadiran TikTok sebagai socio commerce lantas dianggap menjadi ancaman terutama buat usaha mikro kecil menengah (UMKM). Ancaman itu muncul karena banyak barang yang dijual di TikTok harganya terlalu murah sehingga membuat masyarakat beralih ke platform tersebut.

Selain itu, barang yang dijual juga merupakan hasil impor dengan harga jauh di bawah pasaran. Itu yang kemudian menimbulkan ancaman buat UMKM.

Mengutip startups.co.uk, social commerce menggunakan platform media sosial seperti Facebook, Instagram, dan TikTok, untuk memasarkan dan menjual produk atau barang.

Itu berarti konsumen atau pengguna bisa melakukan pembelian sesuatu tanpa harus meninggalkan aplikasi media sosial yang mereka pakai.

Dari sudut pandang konsumen, social commerce sangatlah nyaman dan interaktif. Mereka dapat menemukan berbagai macam jenama, meneliti produk, berinteraksi dengan penjual, dan juga membayar di platform yang sama.

3. Banyak UMKM gulung tikar karena produk impor di TikTok Shop

Revisi Permendag 50/2020 Segera Terbit, Gimana Nasib TikTok Shop?Pelaku UMKM sedang mempelajari pembayaran secara digitalisasi di pameran UMKM Gayeng 2022 di Mal Paragon Semarang. (IDN Times/Anggun Puspitoningrum)

Tuntutan untuk merevisi Permendag 50/2022 tidak lepas dari semakin masifnya penjualan produk melalui TikTok Shop.

Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Kemenkop UKM) mengungkapkan banyaknya UMKM yang bangkrut atau gulung tikar lantaran kalah bersaing dengan TikTok Shop.

Smesco Indonesia mengatakan penyebabnya adalah produk dijual lebih murah di TikTok Shop dibandingkan dengan harga normalnya.

"Beberapa UMKM yang bangkrut bukan karena produknya tidak bersaing, tapi harga yang tidak sesuai," kata Direktur Bisnis dan Pemasaran Smesco Indonesia, Wientor Rah Mada.

"Kami juga sampaikan ke kawan-kawan TikTok, dan beberapa platform lain juga kita mengemukakan hal sama, berkenaan dengan produk-produk cross border yang berkaitan dengan mandatory pricing. Mudah-mudahan dari hasil pertemuan ini kita dapat formulasikan banyak hal," lanjutnya.

Dia menegaskan sudah ada 70 pelaku UMKM mengaku terkena dampak dari barang impor yang dijual dengan harga murah. Salah satu pelaku UMKM yang terdampak banjirnya produk impor yakni konveksi sweater. Kondisi ini dinilainya perlu mendapatkan perhatian khusus dari pemerintah.

"Masuk (laporan) ke kami yang bankrut adalah UMKM kategori koneveksi sweater karena tidak bisa bersaing harga," ujarnya.

Baca Juga: Apa Itu Social Commerce yang Jadi Teror Buat UMKM?

Topik:

  • Satria Permana

Berita Terkini Lainnya