Sri Mulyani Waspadai COVID-19 Beri Disrupsi di Sektor Keuangan

Tabungan di atas Rp100 juta di perbankan semakin banyak

Jakarta, IDN Times - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan bahwa pandemik COVID-19 telah mendisrupsi banyak hal di dalam kehidupan saat ini, termasuk sektor keuangan.

Bendahara negara itu menilai, setidaknya ada dua hal di dalam sektor keuangan yang terdisrupsi oleh pandemik COVID-19.

Baca Juga: Sri Mulyani Curhat Banyak Dikecewakan Pejabat Bea Cukai

1. Tabungan di bawah Rp100 juta di perbankan menurun

Sri Mulyani Waspadai COVID-19 Beri Disrupsi di Sektor KeuanganIlustrasi tabungan (IDN Times/Umi kalsum)

Pertama adalah berkaitan dengan jumlah uang tersimpan di dalam perbankan. Menurut laporan dari LPS dan OJK, tak sedikit masyarakat yang masih menahan dananya di bank.

"Masyarakat yang tabungannya di atas Rp100 juta meningkat lebih banyak dibandingkan mereka yang kemudian menghadapi situasi ekonomi sulit dan oleh karena itu tabungan di bawah Rp100 juta menurun," tutur Sri Mulyani, saat menyampaikan keynote speech dalam webinar Literasi Keuangan Indonesia Terdepan (LIKE IT), Selasa (3/8/2021).

Atas kondisi tersebut, Sri Mulyani meminta kepada Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) yang terdiri atas dirinya, Bank Indonesia (BI), OJK, dan LPS untuk tetap waspada.

Baca Juga: RUU Sektor Keuangan Tak Boleh Ganggu Independensi BI dan OJK

2. Perbankan tidak menyalurkan dana kreditnya

Sri Mulyani Waspadai COVID-19 Beri Disrupsi di Sektor KeuanganIlustrasi transaksi di perbankan (IDN Times/Feny Maulia Agustin)

Adapun, disrupsi kedua terhadap sektor keuangan akibat pandemik COVID-19 adalah berkaitan dengan kemampuan perbankan menyalurkan dana kreditnya.

Sri Mulyani mengungkapkan, sektor keuangan Indonesia saat ini lebih dari 70 persennya dikuasai oleh perbankan.

Namun, COVID-19 telah membuat penguasa sektor keuangan Indonesia itu tidak mampu menyalurkan dana kreditnya sehingga membuat pertumbuhan kredit terkontraksi.

"Karena mereka (perbankan) sedang dalam proses resturkturisasi kepada hampir seluruh nasabahnya dan ini berarti credit growth kita negarif. Akan sangat sulit memulihkan ekonomi sebelum sektor keuangan juga memulihkan credit growth-nya," kata Sri Mulyani.

Pemerintah, sambung Sri Mulyani, tidak mungkin bisa menjadi satu-satunya tumpuan untuk memulihkan perekonomian akibat COVID-19.

Kenaikan anggaran pemulihan ekonomi yang dilakukan pemerintah pun tidak bisa mengembalikan perekonomian negara pasca-COVID-19 tanpa bantuan dari sektor perbankan.

"Sehingga kita berharap sektor keuangan akan terus secara bertahap mengembalikan fungsi intermediary, terutama dari sisi kredit channeling-nya," ujar Sri Mulyani.

3. OJK berencana memperpanjang restukturisasi kredit perbankan

Sri Mulyani Waspadai COVID-19 Beri Disrupsi di Sektor KeuanganIDNTimes/Holy Kartika

Berkaitan dengan hal tersebut, Ketua Dewan Komisioner OJK, Wimboh Santoso berencana memperpanjang restukturisasi kredit di sektor perbankan.

Rencana itu berkaitan dengan pandemik COVID-19 yang masih belum menunjukkan tanda-tanda penurunan di Indonesia sampai saat ini.

Keputusan terkait perpanjangan restrukturisasi kredit sektor perbankan kemungkinan bakal keluar pada akhir Agustus 2021.

"Kami melihat adanya pembatasan mobilitas masyarakat akibat meningkatnya kasus COVID0-19 sekarang bisa menyebabkan upaya pemulihan ekonomi yang dijalankan pemerintah terhambat. Oleh karena itu, OJK melihat adanya potensi perpanjangan lanjutan restrukturisasi kredit di sektor perbankan. Keputusan resmi OJK akan dikeluarkan paling lambat akhir Agustus 2021," tutur Wimboh.

Baca Juga: Kabar Baik! Cicilan Kredit Bank Kamu Bisa Dapat Restrukturisasi Lagi

Topik:

  • Hana Adi Perdana

Berita Terkini Lainnya