Supaya Gak Bangkrut, Garuda Indonesia Harus Segera Moratorium Utang

Utang Garuda Indonesia saat ini tembus Rp70 triliun

Jakarta, IDN Times - PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk tengah di ambang kebangkrutan menyusul krisis finansial yang kini ditanggungnya. Pemerintah pun menyiapkan segala cara untuk bisa menghindarkan Garuda Indonesia dari kebangkrutan.

Selagi pemerintah mencari cara yang tepat untuk mengatasi krisis finansial Garuda Indonesia, manajemen maskapai pelat merah tersebut harus segera melakukan moratorium alias penundaan pembayaran utang.

Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo menyatakan saat ini pihaknya tengah dalam tahap penunjukkan konsultan hukum dan keuangan guna memulai proses moratorium tersebut.

"Memang harus segera melakukan moratorium atau stand still dalam waktu dekat karena tanpa moratorium, cash Garuda akan habis dalam waktu yang sangat pendek sekali dan ini yang harus ditangani segera," ungkap pria yang karib disapa Tiko tersebut dalam Rapat Kerja (Raker) bersama Komisi VI DPR RI, Kamis (3/6/2021).

Baca Juga: 2 Beban Terberat Garuda Indonesia di Mata Erick Thohir

1. Garuda harus menurunkan utangnya hingga 1 atau 1,5 miliar dolar Amerika Serikat (AS)

Supaya Gak Bangkrut, Garuda Indonesia Harus Segera Moratorium UtangIDN Times / Auriga Agustina

Untuk bisa bertahan, Garuda Indonesia harus bisa menurunkan utangnya dari 4,5 miliar dolar AS atau senilai Rp70 triliun menjadi hanya 1 hingga 1,5 miliar dolar AS.

Angka tersebut diperoleh dari hitungan pendapatan sebelum bunga, pajak, depresiasi, dan amortisasi atau EBITDA Garuda Indonesia yang tidak mencapai kisaran 200 hingga 250 juta dolar AS.

"Secara sederhana kalau EBITDA tidak sampai 200-250 juta dolar AS, maka kondisi keuangan yang normal itu maksimum rasionya enam kali, jadi sekitar 250 kali 6, 1,5 miliar dolar AS, di atas itu maka Garuda nggak akan bisa going concern karena nggak bisa bayar utang-utangnya," jelas Tiko.

2. Penyebab utang Garuda membengkak

Supaya Gak Bangkrut, Garuda Indonesia Harus Segera Moratorium UtangLivery masker pesawat Garuda Indonesia (Dok.Garuda Indonesia)

Tiko pun kemudian mengungkapkan hal-hal yang menjadi penyebab utang Garuda membengkak saat ini. Kebanyakan terjadi pada masa lalu dan semakin diperparah dengan kondisi akibat pandemik COVID-19 dalam kurun waktu dua tahun ke belakang.

"Memang permasalahan utama Garuda di masa lalu karena leasing-leasing yang melebihi cost yang wajar dan memang jenis pesawatnya terlalu banyak. Kita mempunyai pesawat sebagai contoh ada Boeing 737, 777, kemudian A320, A330, ATR, Bombardier sehingga memang efisiensinya bermasalah dan kemudian rute-rutenya banyak yang tidak profitable," ungkap Tiko.

Pada saat COVID-19, lanjut Tiko, muncul permasalahan baru, yakni dari sisi teknis pencatatan keuangan yang menjadikan biaya sewa pesawat sebagai kewajiban dari sebelumnya biaya operasional atau operational expenditure alias opex.

"Sehingga yang utang tadinya di kisaran Rp20 triliun jadi Rp70 triliun. Ya memang secara PSAK diharuskan dicatat sebagai kewajiban dan membuat posisi Garuda saat ini secara neraca insolved karena antara utang dan ekuitas tidak memadai untuk mendukung neracanya," terangnya.

Baca Juga: Fakta-fakta Upaya Penyelamatan Garuda Indonesia dari Krisis Keuangan

3. Garuda Indonesia merugi 100 juta dolar AS tiap bulan

Supaya Gak Bangkrut, Garuda Indonesia Harus Segera Moratorium UtangANTARA FOTO/Widodo S Jusuf

Kondisi Garuda Indonesia pun semakin parah dengan catatan kerugian tiap bulannya. Tiko mengungkapkan bahwa Garuda Indonesia mengalami kerugian tiap bulannya sebesar 100 juta dolar AS atau setara Rp1,4 triliun. Hal itu terjadi lantaran besarnya pengeluaran perusahaan dengan kode emiten GIAA tersebut.

"Saat ini sebulan Garuda memiliki cost sekitar 150 juta dolar, sementara revenuenya 50 juta dolar, jadi setiap bulan rugi 100 juta dolar. Jadi, memang sudah tidak mungkin kita lanjutkan lagi dalam kondisi seperti saat ini," papar Tiko.

Baca Juga: Kalau Retrukturisasi Gagal, Garuda Indonesia Terancam Bangkrut! 

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya