Kemenaker: PHK dengan Alasan Efisiensi Usaha Diatur di UU Cipta Kerja

Terkait pesangon akan diatur di dalam Peraturan Pemerintah

Jakarta, IDN Times - Kementerian Ketenagakerjaan menilai UU Cipta Kerja yang disahkan pada Senin, 5 Oktober 2020, lebih memberikan perlindungan bagi pekerja. Sebab, salah satunya mengatur mengenai pemutusan hubungan kerja yang dilakukan oleh pengusaha karena alasan efisiensi. Hal itu tertuang di naskah final UU Cipta Kerja setebal 1.035 halaman pada Pasal 154A ayat 1b. 

Menurut Kepala Bagian Hukum dan Kerja Sama Luar Negeri Kementerian Ketenagakerjaan, Agatha Widianawati, pemutusan hubungan kerja dengan alasan efisiensi usaha malah tidak diatur di dalam UU Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003. 

"Karena tidak ada di dalam UU Nomor 13 (mengenai ketenagakerjaan), maka tidak ada pengaturannya. Padahal, PHK dengan alasan seperti ini banyak terjadi, apalagi di situasi pandemik seperti ini," kata Agatha dalam bincang Kemenaker bersama para pemimpin redaksi media, Senin (12/10/2020) malam. 

Namun, ia membenarkan di dalam UU Cipta Kerja belum mengatur mengenai besaran nominal pesangon bagi pekerja yang kena PHK. "Itu semua akan diatur di dalam PP," tutur dia. 

Terkait pembahasan PP mengenai nominal pesangon, Kemenaker berjanji akan membahasnya dengan berbagai pemangku kepentingan baik dari segi buruh maupun pengusaha. 

Berapa nominal uang pesangon yang diberikan di dalam UU Cipta Kerja? Apakah betul lebih kecil dibandingkan yang diatur dalam UU Ketenagakerjaan?

1. Besaran pesangon bagi pekerja di UU Cipta Kerja mengalami penurunan

Kemenaker: PHK dengan Alasan Efisiensi Usaha Diatur di UU Cipta KerjaIlustrasi pemberian gaji (IDN Times/Arief Rahmat)

Pasal 156 mengatur tentang pesangon yang diberikan oleh perusahaan kepada pekerja yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK). 

"Dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja, pengusaha wajib membayar uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima,"  bunyi ayat (1) pasal tersebut.

Pasal ini dipermasalahkan lantaran aturan nilai maksimal pesangon yang diberikan mengalami penurunan dari sebelumnya sebanyak 32 kali upah dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan No 13/2003 (UUK), menjadi hanya 25 kali di UU Cipta Kerja. Pembayarannya terdiri dari, pesangon setara 19 kali upah menjadi beban perusahaan dan enam kali upah diberikan oleh BPJS Ketenagakerjaan dalam bentuk Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP).

Pembayaran nilai maksimal 19 kali upah tersebut tercantum pada Pasal 156. Pada ayat (2) disebutkan bahwa uang pesangon untuk masa kerja 8 (delapan) tahun atau lebih ialah 9 (sembilan) bulan upah. Sedangkan pada ayat (3), disebutkan uang penghargaan untuk masa kerja 24 (dua puluh empat) tahun atau lebih ialah 10 (sepuluh) bulan upah.

Baca Juga: Perbedaan Pasal-pasal Omnibus Law Cipta Kerja dan UU Ketenagakerjaan

2. Draf final Omnibus Law bertambah 130 halaman menjadi 1.035

Kemenaker: PHK dengan Alasan Efisiensi Usaha Diatur di UU Cipta KerjaUnjuk rasa tolak Omnibus Law UU Cipta Kerja di depan Kantor Balaikota Solo, Jawa Tengah. IDNTimes/Larasati Rey

Sementara itu, DPR kembali membuat publik bingung lantaran jumlah halaman dalam naskah Omnibus Law telah berubah. Bila dalam rancangan yang dibahas dalam Rapat Paripurna 5 Oktober 2020 lalu ada 905 halaman, kini menurut Sekretaris Jenderal DPR, setelah dilakukan perbaikan, bertambah 130 halaman sehingga menjadi 1.035 halaman. 

"Iya, itu yang dibahas terakhir yang surat 1.035. Itu yang terakhir dibahas sampai kemarin," ungkap Sekjen DPR Indra Iskandar kepada media hari ini. 

Indra mengatakan, draf UU Ciptaker masih dalam proses perbaikan format dan membenarkan salah ketik yang terjadi setelah direvisi. Namun dia memastikan, substansi dalam draf UU Ciptaker yang dibagikan pimpinan Badan Legislasi (Baleg) DPR kepada wartawan, tidak berbeda dengan draf yang akan diteken Presiden Joko "Jokowi" Widodo.

“Format aja (yang sedang direvisi). Jadi, kalau untuk substansi sudah selesai di tingkat I dan catatan di Badan Musyawarah (Bamus),” ujar Indra.

3. Draf UU Ciptaker yang final akan disampaikan ke Presiden Jokowi Rabu, 14 Oktober 2020

Kemenaker: PHK dengan Alasan Efisiensi Usaha Diatur di UU Cipta KerjaPresiden Joko Widodo dalam Acara Pengucapan Sumpah Anggota Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan pada Rabu (23/9/2020) (Youtube.com/Sekretariat Presiden)

Draf UU Ciptaker yang sudah dirapikan DPR, kata Indra, akan disampaikan ke Presiden Jokowi untuk dijadikan undang-undang dalam waktu tujuh hari kerja setelah rapat Paripurna DPR, yaitu Rabu 14 Oktober 2020. Selanjutnya UU itu akan dipublikasikan setelah ditandatangani Presiden.

“Kan ada batas waktu itu 30 hari,” ujar Indra. 

Namun, menurut ketentuan yang berlaku, bila tidak ditandatangani oleh presiden dalam kurun waktu 30 hari, UU itu tetap akan resmi berlaku. 

Berikut link unduh draf UU Cipta Kerja yang didapatkan IDN Times dari Baleg DPR RI.

Kemenaker: PHK dengan Alasan Efisiensi Usaha Diatur di UU Cipta KerjaInfografik Draf UU Cipta kerja (IDN Times/Sukma Shakti)

Baca Juga: Jadi 1.035 Halaman, Draf UU Cipta Kerja Diserahkan DPR ke Jokowi Rabu

Topik:

  • Sunariyah

Berita Terkini Lainnya