KPPU Vonis Bersalah Tujuh Maskapai Dalam Perkara Kartel Tiket

KPPU turut menjatuhkan sanksi kepada 7 maskapai, apa itu?

Jakarta, IDN Times - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) pada Selasa (23/6) menyatakan tujuh maskapai terbukti bersalah dalam perkara kartel tiket kelas ekonomi di dalam negeri. Tujuh maskapai yang divonis bersalah yaitu PT Garuda Indonesia, PT Citilink Indonesia, PT Sriwijaya Air, PT NAM Air, PT Batik Air, PT Lion Mentari, dan PT Wings Abadi. 

Sidang putusan yang digelar pada Selasa kemarin terbuka untuk umum dan dilakukan sesuai dengan protokol kesehatan. 

"KPPU memutuskan bahwa seluruh terlapor secara sah dan meyakinkan melakukan pelanggaran atas pasal 5 dalam jasa angkutan udara tersebut," demikian keterangan tertulis dari KPPU pada Rabu (24/6) yang merujuk ke putusan perkara nomor 15/KPPU-/2019. 

Pasal 5 UU nomor 5 tahun 1999 tentang Jasa Angkutan Udara Niaga Berjadwal Penumpang Kelas Ekonomi Dalam Negeri itu berisi "pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga atas suatu barang dan atau jasa yang harus dibayar oleh konsumen atau pelanggan pada pasar bersangkutan yang sama." Sementara untuk dugaan pelanggaran pasal 11 di dalam UU yang sama, majelis komisi yang dipimpin Kurnia Toha menyatakan tujuh maskapai itu tak terbukti melakukannya. Pasal 11 berisi "pelaku usaha dilarang membuat mempengaruhi harga dengan mengatur produksi dan atau pemasaran suatu barang dan jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha yang tidak sehat."

KPPU pun menjatuhkan sanksi bagi tujuh maskapai tersebut. Apa saja itu? Apa pula tanggapan Kementerian Perhubungan sebagai regulator soal tujuh maskapai tersebut yang terbukti melanggar?

1. KPPU mengenakan sanksi tujuh maskapai wajib melapor secara tertulis kebijakan yang berpengaruh ke peta persaingan usaha

KPPU Vonis Bersalah Tujuh Maskapai Dalam Perkara Kartel TiketIDN Times/Candra Irawan

Menurut KPPU, perkara itu bermula dari penelitian insiatif dari institusi pemerintah itu atas layanan jasa angkutan udara berniaga berjadwal penumpang kelas ekonomi, khususnya penerbangan di dalam negeri. Penelitian itu kemudian ditindak lanjuti dengan penyelidikan kepada tujuh maskapai terlapor. 

Selama persidangan, majelis komisi menilai telah terdapat aksi bersama (concerted action) sehingga telah terjadi kesepakatan antara para pelaku usaha (meeting of minds) dengan tujuh maskapai terlapor dalam beberapa hal. Pertama, tujuh maskapai sepakat meniadakan diskon dan membuat diskon yang seragam, kedua, meniadakan produk yang ditawarkan dengan harga murah di pasar. 

"Hal ini mengakibatkan terbatasnya pasokan dan harga tinggi pada layanan jasa angkutan udara niaga berjadwal penumpang kelas ekonomi di wilayah Indonesia," demikian ujar KPPU. 

Atas perbuatan tujuh maskapai itu, maka KPPU menjatuhkan vonis semua maskapai terlapor wajib melakukan pemberitahuan tertulis setiap kebijakan mereka yang berpengaruh terhadap peta persaingan usaha. Selain itu, tujuh maskapai juga wajib memberitahukan harga tiket yang sudah dibayar oleh konsumen dan sebelum kebijakan itu diberlakukan. 

Baca Juga: Polemik Mahalnya Harga Tiket Pesawat dan Kebijakan Setengah Hati

2. KPPU menilai aksi bersama yang dilakukan oleh maskapai dan pelaku usaha menyebabkan harga tiket mahal

KPPU Vonis Bersalah Tujuh Maskapai Dalam Perkara Kartel TiketCitilink (IDN Times/Dwi Agustiar)

Di dalam keterangan tertulis itu pula KPPU menyebut struktur pasar di dalam industri angkutan udara niaga berjadwal adalah oligopoli ketat. Hal itu mengingat kegiatan usaha angkutan udara niaga berjadwal di Indonesia terbagi menjadi tiga grup yaitu grup Garuda, grup Sriwijaya dan grup Lion. 

Secara otomatis, seluruh terlapor dalam perkara itu menguasai lebih dari 95 persen pangsa pasar. Kondisi itu diperparah dengan hambatan untuk masuk dalam persaingan tergolong tinggi. Hambatan itu merujuk kepada modal dan regulasi yang mengakibatkan jumlah pelaku usaha di industri penerbangan sedikit. 

Majelis komisi juga menilai aksi bersama tujuh maskapai dengan para pelaku usaha dilakukan tidak secara tertulis. Mereka melakukan pengurangan subclass dengan harga murah sehingga menyebabkan kenaikan harga dan mahalnya harga tiket yang dibayarkan oleh konsumen. 

3. Kementerian Perhubungan diminta oleh majelis komisi untuk mengevaluasi kebijakan tarif batas atas dan bawah

KPPU Vonis Bersalah Tujuh Maskapai Dalam Perkara Kartel TiketBudi Karya Sumadi dalam Acara Suara Millennials by IDN Times (Dok. IDN Times)

Di dalam putusannya, majelis turut memberikan rekomendasi kepada KPPU untuk memberikan saran dan pertimbangan kepada Kementerian Perhubungan agar melakukan evaluasi terkait kebijakan tarif atas dan bawah. Sehingga, formulasi yang digunakan benar-benar dapat melindungi konsumen dan pelaku usaha di industri itu. 

"Di mana batas bawah adalah di atas sedikit dari marginal cost pelaku usaha dan batas atas adalah batas keuntungan yang wajar dan dalam batas keterjangkauan kemampuan membayar konsumen," kata KPPU. 

Majelis komisi juga memberi rekomendasi kepada pemerintah agar segera merumuskan kebijakan dan langkah untuk membantu maskapai mengatasi dampak pandemik COVID-19. Contohnya dengan membuat regulasi dan paket-paket ekonomi yang mempermudah masuknya pelaku usaha baru dalam industri penerbangan. 

4. Kemenhub menghormati putusan majelis KPPU

KPPU Vonis Bersalah Tujuh Maskapai Dalam Perkara Kartel TiketStafsus Menteri Perhubungan, Adita Irawati. (IDN Times/Hana Adi Perdana)

Sementara, melalui keterangan tertulisnya, juru bicara Kementerian Perhubungan Adita Irawati menghormati putusan majelis KPPU tentangan dugaan pelanggaran pasal 5 pada UU nomor 5 tahun 1999. Kemenhub, kata Adita, sudah menyambut postif langkah KPPU dalam rangka menerapkan praktik persaingan sehat di dunia penerbangan. 

"Terkait putusan KPPU untuk memberikan saran dan pertimbangan kepada Kemenhub, kami sangat terbuka terhadap semua masukan dan saran dari berbagai pihak termasuk KPPU sebagai upaya untuk melindungi konsumen, pelaku usaha dalam industri serta efisiensi nasional," ungkap Adita hari ini. 

Ia menambahkan Kemenhub telah melakukan evaluasi sepanjang tahun 2019 terhadap kebijakan terkait Tarif Batas Atas (TBA) yang sebelumnya adalah PM 14 tahun 2016 menjadi PM 20 tahun 2019 dan KM nomor 106 tahun 2019. Kemenhub mengklaim selama penerapan TBA sudah memperhatikan perlindungan terhadap konsumen dan keberlangsungan industri penerbangan. 

Baca Juga: Tiket Pesawat Murah Berlaku, Ini Kisaran Harganya

Topik:

Berita Terkini Lainnya