Menlu Retno Dorong Pengusaha AS Berinvestasi di Pulau Natuna 

AS berharap RI lakukan reformasi di bidang hukum & birokrasi

Jakarta, IDN Times - Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mendorong agar lebih banyak pengusaha Amerika Serikat yang berinvestasi di Tanah Air. Salah satu tempat yang ditawarkan sebagai tempat untuk menanamkan investasi adalah pulau-pulau terluar Indonesia, termasuk Pulau Natuna. 

Hal itu disampaikan oleh Retno ketika melakukan pertemuan bilateral dengan Menlu Mike Pompeo di kantor Kemlu, Jakarta pada Kamis, 29 Oktober 2020. Ini merupakan kedatangan Pompeo kedua setelah pada 2018 lalu, menjejakan kaki di Jakarta. 

"Saya mendorong para pengusaha AS untuk berinvestasi lebih banyak di Indonesia, termasuk beberapa proyek di pulau-pulau terluar Indonesia, seperti Pulau Natuna," kata Menlu perempuan pertama di Indonesia itu pada pagi tadi. 

Tawaran serupa juga pernah disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Pandjaitan pada Januari 2020 lalu. Ketika itu, ia mengklaim sudah ada beberapa calon investor dari Negeri Paman Sam berinvestasi di sektor pariwisata dan perikanan di Kabupaten Natuna. 

"Kami nanti cari (potensi sektor pariwisatanya), mungkin diving, resort, pulau. Di sana banyak pulau, ada 220 pulau di sana," ungkap Luhut di kantor Kemenko Kemaritiman di Jakarta. 

Apa respons Menlu Pompeo terhadap tawaran dari Pemerintah Indonesia? Mengapa Indonesia menawarkan AS agar berinvestasi di Pulau Natuna?

1. Indonesia diduga ingin kirim pesan ke Tiongkok dengan membiarkan AS investasi di Pulau Natuna

Menlu Retno Dorong Pengusaha AS Berinvestasi di Pulau Natuna Ilustrasi kapal nelayan asing yang ditangkap oleh Polair di Batam (ANTARA FOTO/M N Kanwa)

Tawaran agar Negeri Paman Sam berinvestasi di Pulau Natuna, merupakan respons dari organisasi International Development Finance Corporation (IDFC) yang disampaikan pada Januari 2020 lalu. Organisasi itu dibangun pada 2019 lalu untuk mendanai pembangunan proyek di negara-negara dengan pendapatan rendah dan menengah. 

CEO IDFC Adam Boehler sempat bertemu dengan Presiden Joko "Jokowi" Widodo pada Januari lalu. Boehler mengaku berminat untuk menanamkan investasi di Kabupaten Natuna, Kepulauan Riau yang berlokasi tidak jauh dari Laut Tiongkok Selatan. Sementara, Kemenko Kemaritiman dan Marves menyebut investasi di pulau-pulau terluar dibutuhkan sekaligus untuk meningkatkan keamanan sekaligus melindungi kedaulatan area tersebut. 

Analisis serupa disampaikan oleh pengajar program hubungan internasional di Universitas Padjajaran, Teuku Rezasyah. Ia menilai dengan masuknya investasi dari Negeri Paman Sam, maka sekaligus mengirimkan pesan ke Tiongkok bahwa mereka tak bisa lagi sembarangan memasuki wilayah ZEE perairan Natuna. 

"AS bisa ditawari investasi di bidang perhubungan maritim melalui kapal-kapal pesiar atau di bidang penangkapan ikan. Dengan begitu, Tiongkok sadar bahwa gerak-geriknya diawasi," ungkap Reza melalui pesan pendek kepada IDN Times pada hari ini. 

Baca Juga: Kemlu Protes Wakil Dubes Tiongkok soal Kapal Coast Guard di ZEE Natuna

2. AS bersedia lebih banyak berinvestasi di Indonesia, asal reformasi di bidang hukum dan birokrasi dibenahi

Menlu Retno Dorong Pengusaha AS Berinvestasi di Pulau Natuna Menlu Retno Marsudi ketika menyambut Menlu Mike Pompeo (Dokumentasi Kemlu)

Menanggapi dorongan agar pengusaha dan calon investor AS lebih banyak membenamkan dananya di Indonesia, Menlu Pompeo mengaku akan berusaha semampunya. Tetapi, ia juga meminta agar Pemerintah Indonesia terus melakukan reformasi di bidang birokrasi dan hukum. 

"Sektor swasta dan pemerintah AS berharap agar Indonesia terus melakukan berbagai upaya untuk memotong tali birokrasi, pungli, dan korupsi. Selain itu, pemerintah harus meningkatkan transparansi," ungkap Menlu Pompeo ketika memberikan keterangan pers di kantor Kemlu. 

Di sisi lain, tim Kemlu sempat menyinggung mengenai pengesahan Omnibus Law yang selalu diklaim bisa meringkas beragam perizinan dan mengurangi celah praktik korupsi. Meskipun aktivitas antikorupsi membantah persepsi itu. 

3. Menlu Retno turut menyinggung agar RI tetap diberi fasilitas GSP oleh AS

Menlu Retno Dorong Pengusaha AS Berinvestasi di Pulau Natuna Menteri Luar Negeri Retno Marsudi ketika bertemu dengan Menlu Mike Pompeo (Dokumentasi Kemlu)

Dalam pertemuan dengan Menlu Pompeo, Menlu Retno sempat menyinggung mengenai fasilitas Generalize System of Preference (GSP). Itu merupakan fasilitas yang diberikan oleh Negeri Paman Sam kepada negara berkembang yakni bea masuk rendah untuk setiap produk yang diekspor ke sana. 

Namun, fasilitas itu terancam bisa dicabut oleh Pemerintah AS lantaran United States Trade Representative (USTR) per 10 Februari 2020 lalu telah mengeluarkan Indonesia dari daftar negara berkembang. 

"Saya menggaris bawahi kembali pentingnya fasilitas GSP yang tidak saja akan memberikan keuntungan bagi bagi Indonesia tetapi juga bisnis AS," kata Retno. 

Menurut informasi yang diperoleh Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, fasilitas GSP tidak akan dicabut meski Indonesia dianggap bukan lagi negara berkembang. 

“Kedutaan Besar Amerika Serikat di Jakarta telah memberikan klarifikasi yang menegaskan bahwa notice USTR yang baru tersebut tidak berpengaruh terhadap pemberian fasilitas GSP Indonesia,” ujar Susiwijono, Sekretaris Kementerian Koordinator bidang Perekonomian, dalam keterangan tertulis pada 25 Februari 2020 lalu. 

Baca Juga: Masuki Laut Natuna, Kapal Tiongkok Ogah Diusir ke Luar

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya