Pendaftar Kartu Prakerja Gelombang 9 Telah Capai 5,8 Juta Orang

Pendaftaran ditutup Senin pukul 12:00 WIB

Jakarta, IDN Times - Meski sempat menuai polemik di awal kemunculannya, program Kartu Prakerja nyatanya terus berjalan dan kini sudah membuka pendaftaran hingga gelombang ke-9. Direktur Eksekutif Manajemen Pelaksana Program Kartu Prakerja, Denni Puspa Purbasari mengatakan pendaftaran gelombang ke-9 sudah dibuka sejak Kamis, 17 September 2020 dan akan ditutup hari ini pukul 12:00 WIB. 

Ketika berbincang dengan IDN Times pada Jumat, 18 September 2020 lalu, pendaftar sudah menyerbu program tersebut. Hasilnya kurang dari 48 jam, Denni mengecek sudah ada 3,8 juta orang. Sementara, ketika didata kembali pada Minggu, 20 September 2020, sudah bertambah menjadi 5,58 juta orang. 

"Kami memilih pendaftaran dibuka hari Kamis karena melihat dari behaviour dari batch sebelumnya, teman-teman memiliki spare waktu untuk mendaftar di waktu weekend. Kami menutupnya di hari Senin, agar teman-teman yang mendaftar tidak perlu menunggu waktu lebih lama," ungkap Denni. 

Bila pendaftaran dibuka lebih lama, ia melanjutkan, berdampak kepada insentif Rp600 ribu yang juga akan molor didistribusikan kepada pendaftar yang diterima.

Denni pun tidak menampik antusiasme publik terhadap program ini terus naik. Ia mengatakan dari gelombang pendaftaran sebelumnya jumlah pendaftar yang masuk adalah tiga kali lipat dari kuota yang tersedia yaitu 800 ribu. Artinya, jumlah pendaftar rata-rata mencapai 2,4 juta. 

Apa saja kualifikasi yang diterapkan oleh manajemen pelaksana untuk menentukan siapa saja yang berhak diterima dalam program tersebut?

1. Pelajar dan penerima bantuan langsung tunai dari pemerintah tak akan diloloskan untuk ikut program Kartu Prakerja

Pendaftar Kartu Prakerja Gelombang 9 Telah Capai 5,8 Juta OrangTangkapan layar program Kartu Prakerja (www.prakerja.go.id)

Dalam situasi pandemik, bantuan keuangan senilai Rp600 ribu dan pelatihan yang dibiayai pemerintah menjadi salah satu yang diincar oleh publik. Namun, menurut Denni, anggaran pemerintah untuk membiayai program tersebut terbatas yakni Rp20 triliun, sehingga tak semua orang yang mendaftar akan lolos. 

Ia menjelaskan ada dua proses untuk menyaring para pendaftar. "Pertama, teman-teman harus memenuhi kualifikasi seperti yang tertulis di Perpres dan Permenko Perekonomian, yaitu WNI, minimal berusia 18 tahun dan tidak mengenyam pendidikan formal," ungkapnya. 

Denni menjelaskan manajemen pelaksana telah berkoordinasi dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk memverifikasi data Nomor Induk Kependudukan (NIK). Bila ditemukan NIK publik sama seperti data yang ada di Kemendikbud, oleh pemerintah NIK itu akan diblokir. "Sebab, status mereka masih mahasiswa atau siswa," tutur Denni lagi. 

Selain itu, ASN dan pejabat negara juga dilarang ikut dalam program Kartu Prakerja ini. Denni juga menjelaskan sesuai Peraturan Menko Perekonomian nomor 11 tahun 2020, maka di masa pandemik penerima bantuan sosial dari Kemensos tidak bisa ikut program tersebut. Penerima bantuan dari Kemenaker karena memiliki gaji di bawah Rp5 juta juga dilarang ikut program Kartu Prakerja. 

"Kebijakan-kebijakan itu jangan sampai overlap dengan program Kartu Prakerja. Kedua, setelah dilakukan filter pertama, maka kami baru mengambil 800 ribu yang eligible untuk penerima kartu prakerja," ujarnya. 

Denni turut menyebut bagi pendaftar yang lolos di program gelombangnya, maka mereka juga dilarang ikut lagi. 

Baca Juga: Ada 23 Juta Pendaftar Kartu Prakerja, Hanya 12 Juta yang Lolos

2. Nomor Induk Kependudukan dijadikan alat untuk memverifikasi status pendaftar

Pendaftar Kartu Prakerja Gelombang 9 Telah Capai 5,8 Juta OrangIlustrasi KTP Elektronik (IDN Times/Feny Maulia Agustin)

Ada perbedaan cara pendaftaran program Kartu Prakerja sejak gelombang keempat. Peserta tak lagi perlu melakukan swafoto atau selfie ketika mendaftarkan. Semula foto itu dibutuhkan dan dicek dengan menggunakan alat bernama face recognition. Anggaran yang dibutuhkan untuk membeli alat tersebut mencapai Rp30,8 miliar. 

Pada Juni lalu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memberikan masukan tak perlu menggunakan alat yang bernilai mahal tersebut. Alasannya demi efisiensi anggaran. Manajemen program Kartu Prakerja akhirnya mengikuti saran KPK dan mengandalkan proses verifikasi melalui NIK (Nomor Induk Kependudukan). 

"Kami sudah memiliki data terintegrasi antara manajemen kartu prakerja dengan lembaga seperti Kemendagri dan Kemendikbud," ungkap Denni. 

3. Manajemen kartu prakerja menyebut mayoritas peserta belum punya pekerjaan dan bekerja di sektor informal

Pendaftar Kartu Prakerja Gelombang 9 Telah Capai 5,8 Juta OrangIlustrasi tampilan aplikasi kartu prakerja (ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra)

Sementara, data yang dimiliki oleh manajemen Kartu Prakerja terlihat mayoritas peserta yang lolos ke program tersebut belum memiliki pekerjaan. Denni menyebut angkanya mencapai 87 persen. Selain itu, di bawahnya yang menerima manfaat dana senilai Rp600 ribu adalah pekerja informal. 

Data itu, kata Denni, diperoleh dari survei evaluasi yang diikuti oleh 409.074 penerima periode 5-31 Agustus 2020 lalu. 

"Jadi, kalau melihat data ini, saya bisa menyebut program ini sudah tepat sasaran. Program ini kan juga tidak melarang orang yang sudah bekerja untuk ikut, asal mereka bukan penerima subsidi upah dari pemerintah," ujar perempuan yang sempat bekerja di Kantor Staf Kepresidenan (KSP) itu. 

Namun, Denni menjelaskan proporsi pendaftar dari golongan yang sudah bekerja namun tak menerima subsidi upah relatif kecil. "Ada sekitar 13 persen jumlahnya, tapi (mereka) bekerja di sektor informal dan median pendapatannya rendah," tutur dia lagi.  

Baca Juga: KPK Temukan Konflik Kepentingan di Program Kartu Prakerja

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya