Krisis Ekonomi Makin Parah, Warga Sri Lanka Berebut Antre Paspor

Rela antri semalaman untuk cari kerja di luar negeri

Tangerang Selatan, IDN Times - Warga Sri Lanka rela antre berbondong-bondong di kantor Departemen Imigrasi dan Emigrasi selama dua hari untuk mendapatkan paspor. Mereka berharap bisa segera meninggalkan negaranya akibat krisis ekonomi.

Antrean dipenuhi oleh berbagai kalangan seperti Buruh, Petani, Pegawai Negeri dan Ibu Rumah Tangga. Beberapa ada yang berkemah semalaman demi mendapatkan paspor dalam waktu dekat.

Impitan ekonomi telah membuat banyak warga Sri Lanka ingin meninggalkan negaranya untuk mencari penghidupan yang lebih layak. Krisis ekonomi, inflasi, hingga gejolak politik telah melanda negara tersebut dalam beberapa tahun ke belakang.

Baca Juga: Sri Lanka Cari Pendanaan Rp70 Triliun untuk Bayar Impor

1. Masyarakat sulit mendapatkan upah layak di dalam negeri

Dilansir Reuters, Lenora (33) yang berprofesi sebagai buruh industri garmen, berencana untuk melamar pekerjaan di Kuwait sebagai Asisten Rumah Tangga. Krisis ekonomi membuat pekerjaan suaminya diberhentikan pihak restoran.

"Suami saya kehilangan pekerjaannya karena tidak ada gas untuk memasak dan biaya makanan meroket. Sangat sulit untuk menemukan pekerjaan dan gajinya sangat rendah," kata Lenora, yang menghasilkan upahnya sekitar 2.500 rupee Sri Lanka (Rp 100.000) sehari.

Sambil membawa pakaian ganti dan payung untuk hadapi terik matahari, Lenora berangkat dari Kota Nuwara Eliya naik kereta api. Menempuh perjalanan sejauh 170 km menuju Ibu Kota Kolombo untuk mendapatkan paspor di Departemen Imigrasi dan Emigrasi.

Lenora berharap rencananya bisa merubah kondisi ekonomi keluarga jadi lebih baik, terutama untuk kedua anak-anaknya.

"Saya ingin menghabiskan dua tahun di Kuwait, maka saya yakin saya bisa mendapatkan dan menabung cukup untuk kembali," katanya.

"Saya ingin mendidik putri-putri saya. Itu yang paling penting."

Baca Juga: Stok BBM di Sri Lanka Hanya Cukup untuk Sehari, Antrean Warga Mengular

2. Pemerintah kewalahan melayani masyarakat

Krisis Ekonomi Makin Parah, Warga Sri Lanka Berebut Antre PasporPotret warga mengantre untuk ambil paspor di Departemen Imigrasi dan Emigrasi di Kolombo, Sri Lanka, 8 Juni 2022 (REUTERS/Dinuka Liyanawatte)

Salah satu pejabat senior Departemen Imigrasi dan Emigrasi mengatakan, bahwa 160 anggotanya kelelahan untuk melayani permintaan paspor.  Pihak Departemen telah memperketat keamanan, memperpanjang jam kerja, dan meningkatkan kuota paspor untuk masyarakat.

HP Chandralal, seorang pengawas di departemen tersebut, mengatakan setidaknya 3 ribu orang menyerahkan formulir melalui aplikasi. Namun, sistem aplikasi sempat terkendala sampai berbulan-bulan. Sehingga banyak masyarakat kesulitan untuk memenuhi syarat-syarat yang ditentukan.

“Sangat sulit untuk menanggapi orang-orang yang mulai frustasi, dan mereka tidak paham kalau sistem ini tidak bisa menjangkau permintaan sebanyak ini” ujar Chandralal melalui Reuters.  “Mereka pun marah dan menyalahkan kami, tetapi ya tidak ada lagi yang bisa kami lakukan," lanjutanya.

Kepanikan masyarakat yang ingin migrasi semakin meningkat usai Perdana Menteri, Ranil Wickremesinghe mengumumkan, kalau krisis pangan masih berlangsung setidaknya beberapa bulan ke depan.

Baca Juga: Sri Lanka Teken Kontrak dengan Peruri untuk Pencetakan Paspor

3. PBB memberi bantuan untuk Sri Lanka 

Data pemerintah Sri Lanka menyatakan, telah menerbitkan sebanyak 288.645 paspor dalam 5 bulan pertama pada 2022. Hal ini mengalami peningkatan sebesar 91.331 jika dibandingkan tahun lalu.

Kasus depresiasi mata uang, inflasi melebihi 33 persen, dan gejolak politik serta ekonomi yang berlangsung lama, membuat masyarakat ingin pergi dari Sri Lanka.

Dilansir news.un, pihak Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengakui bahwa Sri Lanka mengalami darurat kemanusiaan secara masif. PBB berencana untuk memberikan bantuan sebesar 47,2 juta dolar AS (Rp 695 miliar).

Sri Lanka juga melakukan berbagai upaya, salah satunya berdiskusi dengan International Monetary Fund (IMF) demi pinjaman dana, setelah April lalu diizinkan untuk menunda bayar utang luar negeri sekitar 12 miliar dolar AS (Rp 176 triliun). Pemerintah memperkirakan bahwa setidaknya butuh 5 miliar dolar AS (Rp 73 triliun) untuk kebutuhan impor pada sisa tahun ini.

Syahreza Zanskie Photo Verified Writer Syahreza Zanskie

Feel free to contact me! syahrezajangkie@gmail.com

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya