24.867 Pekerja Terancam Nganggur Jika Ekspor Konsentrat Disetop

Pemerintah akan beri relaksasi

Jakarta, IDN Times - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat potensi pengurangan tenaga kerja sebanyak 24.867 orang apabila ekspor konsentrat diberlakukan pada 10 Juni 2023.

Misalnya saja jika disetop ekspor konsentrat tembaga PT Freeport Indonesia dan PT Amman Mineral Industry, akan hilang kesempatan kerja bagi 22.249 orang.

Kemudian, jika disetop ekspor konsentrat besi PT Sebuku Iron Lateritic Ores, sebanyak 1.444 orang pekerja untuk kegiatan produksi maupun penjualan berpotensi tidak dapat bekerja.

"Ada 1.400 (lebih) tenaga kerja yang terdampak," kata Menteri ESDM Arifin Tasrif dalam rapat kerja dengan Komisi VII DPR RI, Rabu (24/5/2023).

Selanjutnya, jika ekspor timbal yang dilakukan oleh PT Kapuas Prima Citra dihentikan, pekerja sebanyak 1.174 orang untuk kegiatan produksi maupun penjualan berpotensi tidak dapat bekerja.

Komoditas seng juga sama, jika ekspor yang dilakukan oleh PT Kobar Lamandau Mineral dihentikan, pekerja sebanyak 1.174 orang untuk kegiatan produksi maupun penjualan berpotensi tidak dapat bekerja.

Tenaga kerja sebanyak 1.019 orang untuk kegiatan produksi maupun penjualan bauksit juga berpotensi tidak dapat bekerja jika ekspor konsentrat disetop.

Baca Juga: Menteri Investasi Lepas Pengiriman Konsentrat Tembaga Freeport 

1. Potensi ekspor senilai 5,07 miliar dolar AS lenyap di 2023

24.867 Pekerja Terancam Nganggur Jika Ekspor Konsentrat DisetopIlustrasi ekspor (ANTARA FOTO/Didik Suhartono)

Arifin juga menjelaskan, dampak apabila tidak diberikan perpanjangan ekspor konsentrat pada komoditas tembaga, potensi nilai ekspor tembaga yang hilang sebesar 4,67 miliar dolar AS di tahun 2023.

"Kemudian adanya penurunan penerimaan negara dari royalti konsentrat sebesar 353,6 juta dolar," ujarnya.

Kemudian, untuk komoditas besi akan hilang potensi nilai ekspor konsentrat sebesar 81,06 juta dolar AS pada 2023, dan royalti yang hilang 6,95 juta dolar AS.

Pada komoditas timbal, potensi nilai ekspor yang hilang sebesar 14,36 juta dolar AS pada 2023, dan penurunan penerimaan negara dari royalti hampir 1 juta dolar AS.

"Kemudian komoditas seng PT Kobar Lamandau Mineral, hilangnya nilai ekspor konsentrat seng 2023 sebesar 21,6 juta dolar dan menjadi 37 juta dolar di tahun 2024. Berkurangnya penerimaan negara dari royalti 1,5 juta dolar," ujar Arifin.

Terakhir, ketika dilakukan larangan ekspor bijih bauksit maka potensi ekspor bauksit akan hilang senilai 288,52 juta dolar AS di 2023. Kemudian ada penurunan penerimaan negara dari royalti bauksit sebesar 34,6 juta dolar AS.

Jadi, total potensi nilai ekspor yang hilang mencapai 5,07 miliar dolar AS pada 2023. Sementara potensi nilai ekspor yang hilang di 2024 mencapai 8,86 miliar dolar AS.

Baca Juga: Faisal Basri Kritik Keras Jokowi Soal Larangan Ekspor Timah

2. Pemerintah beri tambahan waktu ekspor hingga Mei 2024

24.867 Pekerja Terancam Nganggur Jika Ekspor Konsentrat DisetopMenteri ESDM Arifin Tasrif (ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra)

Mempertimbangkan dampak yang diakibatkan dari larangan ekspor konsentrat pada 10 Juni 2023, pemerintah memutuskan untuk memberikan tambahan waktu ekspor konsentrat mineral logam sampai 31 Mei 2024, dengan tetap dikenakan denda.

"Agar pembangunan fasilitas pemurnian dapat diselesaikan dan tidak terjadi pengurangan tenaga kerja maka diperlukan tambahan waktu ekspor konsentrat mineral logam," kata Arifin.

Baca Juga: Larangan Ekspor Bauksit Diklaim Bisa Ciptakan 13 Ribu Lowongan Kerja

3. Komisi VII beri catatan untuk pemerintah

24.867 Pekerja Terancam Nganggur Jika Ekspor Konsentrat DisetopGedung DPR RI (IDN Times/Kevin Handoko)

Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Dony Maryadi Oekon mengatakan, tujuan Komisi VII memanggil Menteri ESDM hari ini adalah untuk mendapatkan penjelasan dari pihak pemerintah.

Sebab, kebijakan relaksasi ekspor menimbulkan pro-kontra yang bisa memengaruhi komitmen pemerintah dalam mendorong hilirisasi industri hasil tambang.

Di satu sisi, legislatif menyadari banyaknya perusahaan tambang yang belum siap sepenuhnya menghadapi pelarangan ekspor tersebut.

Komisi VII menyarankan pemerintah agar pelarangan ekspor mineral diterapkan dengan rencana serta peta jalan yang matang, dalam hal mengembangkan ekosistem industri pengolahan mineral.

"Termasuk misalnya mempertimbangkan ketersediaan fasilitas pengolahan dan pemurnian di dalam negeri, sehingga kita dapat memitigasi segala dampak negatif dari pelarangan ekspor tersebut," ujarnya.

Topik:

  • Hana Adi Perdana

Berita Terkini Lainnya