Akhir Polemik Kompor Listrik

Program konversi kompor listrik akhirnya batal

Jakarta, IDN Times - Program konversi kompor liquefied petroleum gas (LPG) alias elpiji 3 kilogram (kg) ke kompor listrik induksi sempat menjadi polemik beberapa waktu lalu. Akhirnya program yang baru tahap uji coba itu dibatalkan.

Jadi, PT PLN (Persero) sejak Juli 2022 lalu sudah melakukan uji coba secara terbatas penggunaan kompor listrik di Solo dan Bali, masing-masing kepada 1.000 keluarga penerima manfaat (KPM).

Program konversi kompor listrik ini sudah dirancang untuk beberapa tahun ke depan. Seperti dikatakan Direktur Utama PLN, Darmawan Prasodjo, kebijakan tersebut sudah dibahas dalam rapat kabinet terbatas.

"Ini arahan dari rapat kabinet terbatas dan ini yang dipaparkan Pak Menko Perekonomian, yaitu di tahun 2022 ada uji klinis sekitar 300 ribu, dan ini ditugaskan ke PLN untuk melakukan uji klinis menggunakan anggaran dari PLN," ujarnya dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi VII DPR RI pada 14 September 2022 lalu.

Kemudian di 2023 hingga 2025, konversi kompor listrik rencananya ditambah 5 juta unit per tahunnya. Itu dijadikan program pemerintah sebagai kebijakan di bidang energi.

Bahkan PLN telah melakukan market sounding terhadap pabrikan penyedia dalam negeri yang dapat memproduksi kompor induksi dan membuat modul meter yang dapat terintegrasi dengan aplikasi PLN Mobile.

Pabrikan penyedia kompor induksi dalam negeri pun sudah dipastikan secara kapasitas produksi memiliki kesiapan yang cukup. Mereka mampu menyediakan kompor induksi untuk kebutuhan sebanyak 300 ribu di 2022.

"Ada pabrikan penyedia kompor induksi dalam negeri, 11 pabrikan lokal, secara kapasitas produksi memiliki kesiapan," tambah Darmawan.

1. Konversi kompor listrik menghemat kantong negara

Akhir Polemik Kompor ListrikIlustrasi Uang. (IDN Times/Aditya Pratama)

Setelah beberapa bulan masa uji coba, PLN menyimpulkan bahwa konversi kompor LPG ke kompor listrik memberikan manfaat bagi APBN. Berdasarkan hitung-hitungan PLN, program konversi tahun ini yang rencananya menyasar 300 ribu KPM dapat menghemat kas negara sebesar Rp330 miliar per tahun.

"Kemudian 2023, 5 juta KPM (menggunakan kompor listrik) ini akan ada proyeksi saving APBN yaitu sekitar Rp5,5 triliun per tahun" kata Darmawan.

Penghematan APBN dikarenakan harga keekonomian listrik setara LPG 1 kg lebih murah dibandingkan dengan LPG itu sendiri, yakni Rp11.300 dibandingkan Rp20 ribu.

"Ini dari fakta bahwa per kilogram LPG, biaya keekonomiannya adalah sekitar Rp20 ribu. Sedangkan per kilogram listrik ekuivalen, biaya keekonomiannya adalah sekitar Rp11.300 per kilogram listrik ekuivalen," tambahnya.

Bahkan, konversi kompor gas ke kompor listrik dapat menekan impor LPG. PLN mengasumsikan, jika seluruh pelanggannya yang menggunakan LPG 3 kg beralih ke kompor listrik, yakni 69,4 juta pelanggan maka negara dapat menghemat impor LPG sebesar Rp44 triliun per tahun.

"Penghematan biaya impor LPG dengan program konversi 15,3 juta pelanggan yaitu di tahun 2028 adalah Rp10,2 triliun per tahun," katanya.

Data tersebut diolah PLN dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dengan proyeksi pertumbuhan impor LPG per tahun sebesar 3,2 persen.

Baca Juga: 5 Kelebihan dan Kekurangan Masak Pakai Kompor Listrik

2. Tiba-tiba program kompor listrik jadi polemik

Akhir Polemik Kompor ListrikIbu rumah tangga menggunakan kompor listrik. (Dok. PLN)

Tiba-tiba program yang sudah diuji coba sejak Juli ini menjadi polemik dan menghebohkan publik. Anggota DPR RI pun ramai-ramai mengkritisi rencana konversi kompor LPG ke kompor listrik. Komisi VII DPR RI menilai program tersebut harus dikaji ulang.

"Ini (konversi kompor listrik) seperti menyelesaikan masalah dengan masalah baru," kata Anggota Komisi VII DPR RI Mulan Jameela, dalam rapat kerja dengan Dirjen Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika (ILMATE) Kementerian Perindustrian pada 21 September 2022.

Mulan mengingatkan, bahwa Komisi VII DPR sebenarnya sudah membahas soal program kompor listrik ini dengan Kementerian ESDM. Dan rapat ketika itu menyepakati bahwa program tersebut perlu dikaji ulang.

"Menurut saya konversi dari kompor gas ke kompor induksi ini seperti menyelesaikan masalah dengan masalah baru. Konversi gas 3 kg ke induksi jadi persoalan ibu-ibu. Kami tahu Kemenperin hanya menjalankan mandat yang ditugaskan. Ini urusan PLN. Saya melihat ini terlalu terburu-buru," tambahnya.

Anggota Komisi VII DPR RI Sartono Hutomo juga memberi catatan terhadap pemerintah dalam menjalankan program ini. Menurutnya, produk kompor listrik harus bisa menyerap lebih banyak komponen dalam negeri daripada impor. Tidak hanya itu, produk kompor ini juga harus hemat listrik.

Namun, Sartono mempersoalkan jika rencana konversi kompor listrik menghilangkan LPG 3 kg dalam waktu bersamaan.

"Kelebihan pasokan listrik memang harus bisa diserap oleh industri. Sekarang bagaimana teknologi (kompor) ini bisa diterima masyarakat dengan mudah dan murah. Kami berharap kompor listrik dan LPG 3 kg bisa tetap berjalan bersamaan. Namun, melihat komponen produk kompor listrik itu, sepertinya hanya bisa untuk kalangan menengah ke atas," ujarnya.

3. Jokowi langsung beri arahan ke bawahan

Akhir Polemik Kompor ListrikPresiden Joko Widodo (ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay)

Pemerintah kemudian menegaskan bahwa kebijakan konversi kompor LPG ke kompor listrik induksi tidak akan diberlakukan tahun ini. Hal itu disampaikan di tengah kegalauan masyarakat akan kebijakan tersebut.

"Dapat saya sampaikan bahwa pemerintah belum memutuskan, sekali lagi pemerintah belum memutuskan terkait program konversi kompor LPG 3 kilogram menjadi kompor listrik induksi," kata Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto dalam konferensi pers virtual pada 23 September 2022.

Airlangga menjelaskan bahwa apa yang dia sampaikan merupakan arahan langsung dari Presiden Joko "Jokowi" Widodo, setelah menyerap aspirasi dari masyarakat.

"Pemerintah memantau dan menghargai masukan dari masyarakat termasuk juga memonitor pemberitaan di media, dan juga setelah melihat langsung kondisi di lapangan terkait dengan konversi dari kompor LPG 3 kilogram menjadi kompor listrik induksi," tambahnya.

Mantan Menteri Perindustrian ini memastikan bahwa program konversi kompor listrik tidak akan diberlakukan di tahun 2022. Lagipula, saat ini pembahasan anggaran dengan DPR RI terkait program tersebut belum dibicarakan dan belum ada persetujuan.

"Program kompor listrik induksi ini masih merupakan uji coba atau prototype sebanyak 2.000 unit," ujarnya.

Baca Juga: PLN Resmi Batalkan Program Kompor Listrik

4. PLN kemudian batalkan konversi kompor listrik

Akhir Polemik Kompor ListrikKantor Pusat PLN (Dok. PLN)

Langkah perusahaan listrik negara itu membatalkan program tersebut dilakukan demi menjaga kenyamanan masyarakat dalam pemulihan ekonomi pasca pandemik COVID-19.

“PLN memutuskan program pengalihan ke kompor listrik dibatalkan. PLN hadir untuk memberikan kenyamanan di tengah masyarakat melalui penyediaan listrik yang andal,” kata Darmawan dalam siaran pers terbarunya.

Secara bersamaan PLN juga memastikan tarif listrik tidak naik. Penetapan tarif listrik ini telah diputuskan Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

“Tidak ada kenaikan tarif listrik. Ini untuk menjaga peningkatan daya beli masyarakat dan menjaga stabilitas ekonomi,” ucapnya.

Selain itu, PLN juga memastikan tidak ada penghapusan golongan pelanggan dengan daya 450 volt ampere (VA). Daya listrik 450 VA juga tidak akan dialihkan menjadi 900 VA sehingga tarifnya tetap sama untuk masing-masing golongan.

“Keputusan pemerintah sudah sangat jelas. Tidak ada perubahan daya dari 450 VA ke 900 VA dan PLN siap menjalankan keputusan tersebut. PLN tidak pernah melakukan pembahasan formal apapun atau merencanakan pengalihan daya listrik 450 VA ke 900 VA. Hal ini juga tidak ada kaitannya dengan program kompor listrik,” tambah Darmawan.

5. Catatan bagi negara jalankan kebijakan konversi kompor listrik

Akhir Polemik Kompor Listrikpexels.com/ pixabay

Direktur Executive Energy Watch, Mamit Setiawan memberikan beberapa catatan dalam penerapan kebijakan konversi kompor LPG ke kompor listrik.

"Yang pertama adalah kalau dari sisi penghematan, sebenarnya kalau berdasarkan penghitungan mesti jauh lebih hemat menggunakan kompor induksi, tapi dengan syarat tarifnya (tarif listrik) tidak diubah, tetap menggunakan tarif subsidi," katanya kepada IDN Times.

Kemudian, tidak dapat dipungkiri bahwa PLN saat ini dalam kondisi kelebihan pasokan listrik atau over supply sekitar 6 gigawatt (GW). Disebut Mamit, program kompor listrik dapat mengatasi masalah kelebihan pasokan listrik

"Harapannya kemarin kalau sampai berjalan program ini taruhlah 5 juta (rumah tangga) sampai dengan 10 juta dilakukan konversi, dengan rata-rata penggunaan 50 kWh per bulan itu sudah 5 gigawatt sendiri yang diambil oleh masyarakat," tuturnya.

Selain PLN, menurutnya pemerintah juga tidak bisa lepas tangan atas kelebihan pasokan listrik PLN. Sebab, bagaimanapun pemerintah telah mencanangkan program listrik 35 ribu megawatt (MW).

Misalnya saja, pemerintah bisa membuat suatu kawasan industri baru untuk meningkatkan perekonomian. Dengan demikian, konsumsi listrik meningkat. Tentu saja PLN juga didorong untuk melakukan renegosiasi dengan perusahaan pembangkitan listrik independen agar tak membebani PLN.

"Pemerintah saya kira harus bertanggung jawab dan jangan dibebankan kepada PLN semua," ujarnya.

Tak kalah pentingnya, masyarakat masih perlu diberikan sosialisasi dan edukasi terkait manfaat dan dampak penggunaan kompor listrik.

"Jadi ya sudah mau gak mau memang ditunda, tapi ada dampak dan konsekuensi terhadap PLN. Di sisi lain harus terus diberikan edukasi kepada masyarakat agar program ini bisa terus berjalan jika memang akan dilakukan, dan masyarakat tidak menimbulkan pro dan kontra," tambah Mamit.

Topik:

  • Rendra Saputra

Berita Terkini Lainnya