Awas! Badai PHK Mengancam di Tengah Resesi Global

Resesi global berdampak terhadap Indonesia

Jakarta, IDN Times - Meskipun pemerintah optimistis Indonesia memiliki secercah harapan di tengah ancaman resesi global pada 2023, dampak dari gelapnya situasi dunia dapat berimbas hingga ke dalam negeri. Salah satu dampaknya adalah ancaman badai pemutusan hubungan kerja (PHK).

Ekonom sekaligus Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan, dengan perlambatan perekonomian berbagai negara akan memengaruhi sejumlah sektor usaha di dalam negeri, khususnya yang berbasis ekspor.

"Jadi, PHK itu sebenarnya sudah terjadi sejak ada pelemahan daya beli di negara-negara mitra dagang utama Indonesia, terutama di zona Eropa, Inggris, dan juga di Amerika Serikat, serta ke Tiongkok ya," kata Bhima kepada IDN Times, Rabu (26/10/2022).

Dia menjelaskan saat ini, ekonomi Tiongkok atau China tertekan oleh kebijakan lockdown yang dilakukan secara ketat, serta adanya krisis properti di negara tersebut.

Baca Juga: Facebook Dikabarkan Mau PHK Karyawan, Meta Buka Suara

1. Turunnya permintaan ekspor memukul industri pengolahan

Awas! Badai PHK Mengancam di Tengah Resesi GlobalIlustrasi Ekspor (IDN Times/Aditya Pratama)

Jadi, PHK di dalam negeri diakibatkan oleh penurunan permintaan ekspor industri pengolahan atau manufaktur. Bhima mengatakan sektor industri yang paling terdampak terutama industri padat karya seperti pakaian jadi, tekstil, garmen, elektronik, dan otomotif.

"Itu yang terdampak, yang pada saat pascapandemik yang sebelumnya diharapkan terjadinya kenaikan dari sisi permintaan ekspor, ternyata tidak sesuai dengan harapan," tuturnya.

Hal tersebut tentu menjadi pertanyaan lantaran Indonesia terus mencatatkan surplus neraca perdagangan selama 29 bulan berturut-turut. Namun, menurut Bhima capaian tersebut ditopang oleh industri berbasis komoditas.

"Karena surplus neraca perdagangan lebih ditopang oleh industri berbasis komoditas atau ekspor barang-barang mentah. Nah, sementara yang industri pengolahan atau barang jadinya, ini yang terdampak sehingga mereka terpaksa melakukan efisiensi dengan PHK," jelasnya.

Baca Juga: Startup Ramai-ramai PHK Karyawan, Menkominfo Buka Suara

2. Gejolak harga dan nilai tukar menyebabkan ongkos produksi meningkat

Awas! Badai PHK Mengancam di Tengah Resesi GlobalIlustrasi industri/pabrik. (IDN Times/Arief Rahmat)

Tekanan juga datang dari kenaikan biaya operasional, meliputi biaya bahan baku, produksi, serta distribusi, akibat pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.  "Dan juga memang harga komoditas yang naik itu juga menekan dari sisi pelaku usaha industri. Kemudian juga efek dari naiknya harga BBM," ujar Bhima.

Para pelaku usaha ini, lanjut Bhima, tentunya melakukan berbagai penyesuaian untuk bisa tetap bertahan. Jalan terakhir yang akan ditempuh adalah efisiensi karyawan.

"Nah, kalau sudah tidak bisa lagi (melakukan penyesuaian), margin keuntungan menipis, biaya operasional produksinya bengkak maka mereka terpaksa melakukan PHK," sebutnya.

3. Ancaman PHK juga terjadi di sektor digital

Awas! Badai PHK Mengancam di Tengah Resesi GlobalIlustrasi Startup (IDN Times/Aditya Pratama)

Kata Bhima, fenomena ini berbeda dibandingkan tahun 2020 saat terjadi pandemik COVID-19, di mana korban PHK di industri pengolahan tertolong karena bisa terserap di industri berbasis digital atau startup.

Sedangkan saat ini, potensi PHK terjadi baik di industri pengolahan maupun sektor digital. Alhasil semakin sulit untuk kembali mendapatkan pekerjaan usai terkena PHK.

"Nah, sekarang kondisinya sektor manufaktur, juga digital terjadi PHK. Startup-startup melakukan efisiensi. Nah, itu situasi yang perlu dicermati gitu," tambahnya.

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya