Butuh Modal Buat Pembangunan, Menkeu Soroti Peran Industri Keuangan

Soroti perbankan hingga pasar keuangan

Jakarta, IDN Times - Pemerintah putar otak mencari sumber pendanaan investasi, sebab pembangunan ekonomi membutuhkan modal besar. Namun, kebutuhan pendanaan tersebut belum dapat dipenuhi, karena adanya celah (gap) yang cukup besar, antara kebutuhan investasi dengan dana yang tersedia dalam bentuk tabungan masyarakat.

Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memandang hal itu sebagai tantangan fundamental di sektor keuangan yang perlu diantisipasi sedini mungkin. Dijelaskan, salah satu penyebab utama gap pendanaan investasi tersebut, adalah proporsi aset di sektor keuangan yang belum merata.

Sektor perbankan, sebagai salah satu sumber pembiayaan jangka pendek, dirasa masih sangat dominan dibanding dengan sektor yang lain.

Baca Juga: Gaspol Industri Jasa Keuangan, OJK Gandeng Jepang dan Australia

1. Porsi industri nonbank masih sedikit

Butuh Modal Buat Pembangunan, Menkeu Soroti Peran Industri Keuanganilustrasi agen asuransi (vecteezy.com/tapanakornkaow39714)

Kemenkeu menyatakan porsi aset di industri keuangan nonbank, seperti asuransi dan dana pensiun yang berfungsi sebagai sumber dana jangka panjang untuk mendukung pembiayaan pembangunan, relatif masih kecil.

"Porsi aset di industri keuangan nonbank sebagai sumber dana jangka panjang yang dapat diharapkan untuk memberikan sumber pembiayaan pembangunan, relatif masih kecil," kata Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, dalam keterangan tertulis, Jumat (11/11/2022).

Pihaknya juga melihat dari sisi berbagai indikator dari sektor-sektor keuangan terhadap PDB, Indonesia masih relatif di bawah negara-negara peers, ASEAN-5 atau bahkan ASEAN-6.

"Kondisi ini mengindikasikan bahwa penghimpunan dana masyarakat oleh industri keuangan, masih sangat terbatas dan potensi pendalaman pasar berarti masih sangat besar," kata dia.

2. Fungsi bank mendukung perekonomian belum optimal

Butuh Modal Buat Pembangunan, Menkeu Soroti Peran Industri KeuanganIlustrasi Bank. (IDN Times/Aditya Pratama)

Di tengah dominasi perbankan, kata Sri Mulyani, fungsi yang dijalankan perbankan untuk mendukung perekonomian juga belum optimal. Sebab, biaya operasional (overhead) perbankan Indonesia masih relatif tinggi dibandingkan negara peers.

Hal itu, menurut Sri Mulyani, terlihat dari tingginya keuntungan selisih bunga pinjaman dan tabungan (net interest margin), yang berimbas pada tingginya tingkat suku bunga pinjaman.

Dari sisi jumlah simpanan di bank, kata Menkeu, terdapat ketimpangan lantaran jumlah nasabah besar masih sedikit, namun jumlah tabungannya mendominasi dana pihak ketiga di perbankan. Sebaliknya, lanjut dia, nasabah kecil sangat dominan dari segi jumlah rekening, namun sangat kecil dari sisi total tabungannya.

Baca Juga: Tips Menjaga Stabilitas Keuangan di Tengan Ancaman Resesi Global

3. Pasar keuangan Indonesia juga masih tertinggal di ASEAN

Butuh Modal Buat Pembangunan, Menkeu Soroti Peran Industri KeuanganIlustrasi pergerakan saham. (ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari)

Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu mengatakan, di pasar keuangan, kapitalisasi pasar saham Indonesia juga relatif masih tertinggal dibanding negara lain di kawasan ASEAN. Hal sama terjadi di pasar obligasi, di mana persentase kapitalisasi obligasi Indonesia terhadap PDB masih tertinggal cukup jauh dari negara emerging lain.

Terlebih lagi, mekanisme perlindungan relatif masih terbatas terhadap risiko (hedging) melalui ketersediaan instrumen keuangan yang bervariasi, untuk manajemen risiko terhadap aktivitas dan transaksi keuangan yang bersifat rumit (sophisticated) dan berisiko tinggi (high risk).

Menurut Sri Mulyani, terbatasnya instrumen keuangan sangat terkait dengan keterbatasan dalam hal ketersediaan instrumen keuangan untuk investasi dan pengelolaan risiko. Instrumen keuangan yang tersedia di dalam negeri baru meliputi tabungan, giro, deposito, reksadana, saham, obligasi, dan produk derivatif yang masih terbatas.

Topik:

  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya